• EMPAT BELAS •

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Besok paginya, kami mulai menyelesaikan misi kami dan berencana kembali siang nanti dengan kekuatan teleportasiku. Well, tidak semua sih, para prajurit dan Gopal akan tetap pergi dengan menggunakan kuda.

Aku, para pangeran dan juga Yaya akan kembali lebih dulu karena harus segera menyampaikan hasil misi pada Kaisar Azarn dan Ratu Althea langsung.

"Arter, apa kami harus ikut juga menemui ayah dan ibunda?"

Gempa datang sambil memberiku segelas air. Aku mengangguk dan menerima gelas itu.

"Iya, terutama kau dan Blaze. Karena kalian diserang oleh para Dragbel kemarin, itu akan menjadi salah satu alasan mengapa wilayah Serlon harus diberi pengawasan lebih ketat."

"Tapi, bukankah Anda membawa dragbel ke istana? Bagaimana jika ayahanda melarangnya?"

Aku paham kenapa ia khawatir. Pertama karena Dragbel memang adalah makhluk kegelapan yang penuh dengan aura kehancuran. Itulah sebabnya ia tidak ingin aku membawanya.

Kedua, mungkin ia khawatir dengan keselamatanku orang-orang apabila aku membawanya ke istana.

Hahaha, tidak mungkin kan untuk alasan yang kedua?

"Jangan khawatir, aku sudah mengaturnya. Kalian bisa bantu aku supaya aku mendapatkan izin agar Al bisa tetap tinggal di istana denganku." "

"Jangan sampai anda terluka, jika anda terluka karena dragbel itu, saya tidak akan tinggal diam Arter," ujar Gempa serius. Manik emasnya nampak khawatir.

Eyyy, masa sih dia khawatir?🤔

Aku hanya menatapnya datar lalu berbicara singkat.

"Tenanglah. Itu tidak akan terjadi," ucapku, sebelum akhirnya melanjutkan kembali pekerjaanku.

"Baiklah, kalau begitu. Saya akan pergi menemui Axer dulu."

"Okay, pergilah."

Aku menatap Gempa yang pergi dengan tatapan datar. Aku tidak tau apa yang dia pikirkan saat aku mengatakan itu.

Tapi, aku merasa canggung.

Apa ini tidak masalah? Apa ini lebih baik tidak kulakukan saja?

Jujur saja, untuk rencana "Mari Menghindari Kematianku" sudah kurancang dengan baik.

Tapi, mengingat kembali ucapan Al dan ingatanku tentang novel The Death of The Crown Prince's membuat mentalku menjadi kacau.

Walau begitu, fakta mengapa aku terlempar ke dunia inipun masih membuatku penasaran. Apa Al yang melakukannya? Atau mungkin Dewa Elemen yang Al maksud?

"Aku rasanya ingin bertemu dengan Dewa Elemen deh," gumamku.

"Jika kau bertemu dengan Dewa Elemen, bukankah itu artinya kau mati?" ucap Ice, tiba-tiba sudah berada disampingku.

"Oh, kau mendengarnya?" ucapku kaget.

"Aku punya telinga yang tajam," balasnya.

"Kenapa kau ingin bertemu dengan Dewa?" tanya Ice.

"Hanya penasaran saja," jawabku asal.

Ia mengerenyitkan dahinya, merasa bingung dan aneh mendengar jawabanku.

"Kau aneh," katanya singkat.

"Hahaha. Ya begitulah.."

Ice hanya menggelengkan kepalanya.

"Apa aku harus ikut teleportasi denganmu? Aku bisa memakai kekuatanku sendiri."

Aku menatapnya dengan tatapan menyebalkan. Ia hanya memalingkan wajahnya ketika aku menatapnya begitu.

"Kau ingin tidur dimana lagi?" ucapku datar.

"Sial." Ia mengumpat pelan.

Dasar bocah nakal! Kau pikir aku tidak tau kebiasaanmu itu hah?

Kebiasaan tidur Ice ini terkadang diluar nalar. Aku sempat merasa kesal saat membaca novel. Disaat para pangeran lain berusaha menangkap Halilintar yang sempat melarikan diri, orang ini justru dengan santainya TERTIDUR diatas rumah pohon di Taman Istana Rain Crystal😒

"Kau tetap dengan kami. Jangan berpikir untuk kabur."

"Cih."

Aku terus menatapnya kesal, sebelum akhirnya menghela napas dan berbalik untuk kembali melihat situasi sebelum kami pergi.

"Arter." Ice memanggil.

"Hm?"

"Kau benar-benar berpacaran dengan nona Douter?"

Apa nih? Kenapa dia menanyakan hal konyol seperti itu?

"Kenapa?"

Oh, apa dia cemburu? Bukannya di novel dia juga punya perasaan pada Putri Mahkota? Tapi, kupikir aku harus melanjutkan hubungan pura-pura ini dulu deh.

"Kau akan menikah dengannya?"

"Kenapa? Kau tidak mau?"

"Iya." Ice menatapku dengan tatapan serius namun datar.

Hah, aku tidak tau harus menjawab apa.

"Sudahlah, segera bersiap-siap. Aku akan kembali setelah memeriksa sekali lagi."

"Kau tidak mau memberi jawaban yang lebih jelas padaku?" Lagi, Ice bertanya kembali.

Aku menghela napas. "Memangnya kenapa sih?"

"Aku adikmu. Aku harus tau apa dia baik atau tidak kan?"

Sial, ada apa dengannya hari ini? Kenapa bertanya sesuatu yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya?

"Kau itu calon kaisar di masa depan, kau harus tau bagaimana peran istrimu nantinya. Dan tentunya dia harus berguna."

"Kenapa aku harus jadi kaisar?" Ini jujur, aku bingung apa aku harus benar-benar menjadi kaisar?

Bolehkah aku memberikannya pada Ice saja?

"Apa?"

"Kalau kuberikan padamu saja bagaimana?"

Entah mengapa, aura gelap langsung mengelilingi Ice, ia menatapku dengan tatapan tak percaya.

"Aku akan menganggap aku tidak mendengar apapun."

"Apa?"

Aku menatapnya bingung. Hei, apa dia ingin mengabaikan pertanyaanku?

"KAK ARTER! AZER! KAMI SIAPPP~~!"

"Apa nih? Kenapa dengan kalian?"

Ice menghela napasnya kesal tak menjawab pertanyaan Taufan.

Taufan, Gempa, Blaze dan Thorn sudah berkumpul. Aku dengan segera membuka lingkaran teleportasi.

"Arter, berhenti mengatakan hal bodoh. Kau tidak berniat mati kan?"

Bisikan pelan dari Ice membuatku merinding. Aku tidak ingin mati, aku ingin hidup dengan nyaman saja.

Kalau alasan aku terlempar kedunia ini karena aku harus menyelamatkan keenam pangeran ini ataupun Halilintar sendiri, maka aku akan mencari cara agar mereka berakhir bahagia.

Agar aku juga bisa kembali ke duniaku yang asli. Hm, persetan dengan perkataan Al yang mengatakan bahwa aku juga Halilintar.

"Aku tidak akan mati," jawabku.

Cahaya putih melingkari kami berenam dan dengan segera kami pun pergi dari Serlon.

~•~•~•~•~•~

Aku tau aku tidak akan langsung bebas setelah menyelesaikan laporan tugasku bersama dengan para pangeran. Kaisar memanggilku secara pribadi untuk berbicara dengannya.

Apa ini mengenai keberadaan Al?

"Ada yang ingin ayah tanyakan padamu Arter."

Kaisar Azarn duduk di kursi kerjanya dan menatapku serius. Manik coklat keemasan itu sesekali membaca dokumen ditangannya dan kembali menatapku.

"Ada laporan terbaru mengenai benda pusaka Elemen Cahaya."

Wah, apa ini? Apa Leiron Argan melaporkan peristiwa kemarin? Eiiyyy tidak mungkin kan?

"Pedang Dwarf, pedang pusaka elemen Cahaya dan juga Air Mata Ratu Peri milik keluarga Argan menghilang akibat ulah seseorang."

"Kejadiannya kemarin malam, Count Argan dan tangan kanannya diserang oleh 2 orang tak dikenal. Dimana salah satunya mampu menggunakan kekuatan elemen Cahaya dan Angin."

Ternyata benar. Bodoh sekali dia karena melaporkan hal ini.

Kaisar Azarn menghentikan ucapannya dan menatapku.

"Apa kau punya dugaan siapa pelakunya?"

"Tidak."

"Apa kau yakin Arter?" tanya Kaisar Azarn, mimik wajahnya berubah serius.

"Apa Count Argan mengatakan bahwa dia mencurigai saya?" tanyaku dingin.

Kaisar Azarn tak memberi jawaban, jadi aku kembali bertanya.

"Anda tidak menyebutkan ciri-ciri pelaku. Atas dasar apa Count Argan mencurigai saya tanpa ada bukti yang akurat?"

"Apa pelakunya sangat mirip dengan saya sehingga saya terlihat seperti pelaku?" jawabku. Manik rubi milikku menatap lurus kedepan.

Menatap sang Kaisar dengan wajah percaya diri.

Bukannya menjawab, Kaisar Azarn justru menghela napasnya beberapa kali. Membuatku yakin bahwa Count Argan sudah pasti menaruh kecurigaan padaku.

"Yang Mulia, anda tidak melupakan fakta bahwa saya memiliki 6 saudara kembar bukan?"

Kaisar Azarn menghela napasnya lagi, ia membuka laci dan mengeluarkan selembar kertas lukisan.. tidak.. lebih ke foto?

Hm, apa disini belum ada foto dengan kamera? Mereka masih menggambarnya dengan kertas.

"Ini adalah wajah yang diduga sebagai pelaku."

Aku mengambil lembaran kertas itu.

Seorang pria dengan rambut putih dan mata biru dan remaja dengan rambut sama dan mata berwarna hitam.

Tunggu, bukannya mata Al itu violet? Kenapa jadi biru? Seingatku terakhir aku lihat dia berwarna violet. Apa ini adalah kekuatan penyamaran milik Al pribadi?

"Saya akan mengatakan bahwa tuduhan ini sangatlah konyol. Jelas sekali ini berbeda dengan saya dan mereka menuduh saya?" Aku berpura-pura marah.

Kutatap dingin kaisar Azarn yang nampak pusing.

"Ayah tau. Tapi mereka bersikeras mengatakan bahwa kau menyamar untuk melakukan itu."

Iya sih aku yang menyuruh mereka menyamar..

Dugaan yang 100% benar, tapi tidak mungkin aku mengaku-,-

"Lucu sekali, Yang Mulia." Aku menatap Kaisar serius.

"Fakta bahwa kekuatan penyamaran saya hanya anda, Yang Mulia Ratu, keenam Pangeran dan Sir Acrowl yang tau."

"Sekalipun Count Argan adalah paman saya, namun beliau tidak mengetahui perihal kekuatan penyamaran saya."

"Apa Count Argan mencurigai saya karena hal lain? Apa itu karena anak dragbel yang saya bawa sebagai peliharaan saya?"

Aku akan meminta maaf pada Al karena sudah menyebutnya sebagai peliharaan...

"Benar, berita mengenai Solar yang membawa pulang dragbel sudah menyebar luas dikalangan para bangsawan. Arven dengan jelas mengatakan bahwa Dragbel itu milikmu, sehingga para bangsawan mulai membicarakan berita ini secara terus-menerus."

"Lantas? Bukankah Solar dan saya sudah menjelaskannya? Al adalah anak dragbel yang saya bawa, dan dia jinak."

"Nak, sejinak apapun dia, Dragbel tetaplah monster kuno yang berbahaya. Bagaimana bisa kau menempatkan itu di istana?"

"Saya tau anda merasa khawatir, Yang Mulia. Tapi saya akan menanggung akibatnya jika Al melakukan sesuatu yang berbahaya. Saya akan menjamin bahwa Al tidak akan menyakiti orang-orang disini."

Aku bisa melihat bahwa Kaisar nampak lelah. Terlihat dari dia yang sejak tadi terus menghela napasnya.

Ia masih terlihat ragu, namun aku akan terus berusaha agar Al bisa berada di dekatku.

"Yang Mulia, saya mempunyai rencana untuk mengembangkan anak dragbel itu sebagai salah satu kekuatan militer kekaisaran kita. Saya harap anda mau memberi izin tentang hal ini."

"Hahhhh, baiklah, ayah akan izinkan. Tapi Arter, jika dragbel itu membahayakan orang-orang, ayah sendiri lah yang akan membunuhnya."

Aku mengangguk.

"Ya, jika anda tidak berhasil maka saya yang akan membunuhnya."

Kaisar melongo sejenak mendengar jawabanku.

"Anakku, apa kau meremehkan ayahmu?" ujarnya dengan wajah memelas.

Oh ayolah, wajah menyebalkan itu lagi🙄

"Tidak, bagaimana mungkin saya meremehkan anda."

"..."

"..."

"Hah, kau benar-benar mirip ibumu."

"Karena saya lahir dari beliau."

"Ukh! Nak, bisakah kau mengalah sekali saja denganku?"

"Kenapa saya harus?"

Kaisar meletakkan kepalanya di meja dengan raut wajah sedih. Aku mengerenyit heran melihat tingkahnya itu.

"Daripada itu Yang Mulia, ada yang ingin saya laporkan mengenai Serlon secara pribadi."

"Bukankah kalian sudah menjelaskannya tadi? Arzen, Asern dan Azer juga menjelaskan dengan baik."

Well, haruskah aku menjelaskan mengenai ini?

"Sejujurnya saat di Serlon, kami dibantu oleh seorang remaja perempuan."

"Nak, kalian tidak melakukan hal aneh kan?"

Aku mengabaikan pertanyaan itu dan terus berbicara.

"Dan remaja perempuan itu adalah salah satu putri dari Duke Douter."

"Nak, apa kau sangat ingin bertemu dengan Putri dari keluarga Douter? Ayah bisa--"

"Beliau adalah Nona Yaya Einsya Douter."

"--membawamu... APAA!? APA YANG BARU SAJA KAU KATAKAN??"

Apa harus dia berteriak ya?

"Dia adalah Nona Yaya Einsya Douter."

"Nak.. bagaimana bisa kau mengenalnya?" Kaisar Azarn menatapku dengan mata terkejut.

"Nona Douter membantu kami dalam menemukan jalan yang putus menuju Serlon, Nona Douter juga membantu kami dalam penyerangan Dragbel pada Gempa dan Blaze beberapa hari yang lalu. Ia juga bersama Dame Holfer." Aku menjelaskan dengan wajah datar.

"Haaaaaahhhhh..."

Kaisar menghela napas lelah.

"Nak, kau tau. Dia adalah calon tunanganmu."

"Saya tau."

"Kau tau!? Ayah dan ibumu bahkan belum mengatakan siapa yang akan bertunangan denganmu sebelumnya."

"Daripada itu Yang Mulia, saya ingin meminta tolong pada Anda." Aku mengabaikan perkataan kaisar yang sedang syok.

"Apa yang kau inginkan huh?"

"Tolong izinkan agar nona Douter berlatih elemen cahaya bersama Solar," ucapku langsung ke inti.

Kaisar terdiam sejenak sebelum akhirnya terbelalak kaget karena ucapanku.

"Nak, apa kau gila? Keluarga Douter tidak berbakat dalam hal kekuatan elemen maupun sihir. Mereka adalah keluarga yang melahirkan para swordmaster."

"Saya tau. Karena itu saya meminta tolong pada anda."

Melihatku yang terus meminta izin padanya membuatnya luluh.

"Kalau begitu, meminta lah sebagai seorang anak pada ayahnya," ujar Kaisar Azarn dengan seringai diwajah tuanya yang masih tampan itu.

Aku bisa melihat kaisar licik ini sedang mempermainkanku. Tahan tahan, demi hidup amanku harus bisa mengabaikannya.

Tapi sudah lama sejak aku merengek pada orangtuaku. Aku tidak tau harus bersikap bagaimana. Eh, apa dia ingin aku merengek? Haruskah aku merengek?

"Ay-ayahanda.. Ha-Halilintar ingin meminta itu saja.. bo-bolehkan? Tolong kabulkan per-permintaan saya ini..🥺" ucapku sembari menatapnya penuh harap.

Oh tidak, aku mungkin akan muntah jika terus melanjutkan ini.

"..."

"..."

"..."

"..."

Kenapa dia diam saja?

ARGHHHH! AKU INGIN MENGHILANG SAJA SAAT INI.

"Nak.. apa ada alasan lain?"

"Ya?"

"Alasan mengenai kau yang ingin putri keluarga Douter berlatih bersama Solar."

"Saya tidak bisa mengatakannya." Aku menjawab dengan serius ketika melihat wajahnya yang menatapku penuh binar.

"Dewa Elemen pasti sangat menyayangimu nak🥺"

Kenapa tiba-tiba membawa-bawa Dewa Elemen sih???

"Uhm.. mungkin saja?" jawabku tak yakin.

"Baiklah, ayah akan kabulkan."

Aku bernapas lega.

"Terima kasih banyak Yang-- ayahanda.." Aku memutuskan untuk memanggilnya ayah kali ini.

"Baiklah, kau bisa beristirahat nak." Akhirnya kaisar ini membebaskan ku juga.

Aku mengangguk dan memberi hormat padanya.

"Saya permisi ayah. Salam pada Matahari Kekaisaran."

Aku pun dengan segera keluar dari ruangan Kaisar. Dan beberapa detik kemudian aku mendengar teriakan konyol yang membuat kepalaku berdenyut pusing.

"ANAKKU SUDAH MENYUKAI SEORANG GADIS!!"

Kenapa dia malah mengartikannya seperti itu hah!!!??

~•~•~•~•~•~

"Kau kembali."

Al berbicara pada Halilintar, ia tetap berada dalam wujud manusianya.

"Kau tidak kembali ke wujudmu?"

Halilintar dengan santai melepas jubah yang dikenakannya, menyisakan kemeja putih dengan 2 kancing terbuka diatasnya.

"Kau nampak tidak seperti seorang remaja," sinis Al.

Halilintar balas menatapnya. "Ya, tubuh ini cukup tinggi untuk anak berusia 15 tahun."

"Kuingatkan kau akan berusia 16 beberapa minggu lagi."

"Kau belum menjawab pertanyaanku."

"Aku masih mengumpulkan tenagaku dulu," jawab Al.

Halilintar hanya mengangguk. Ia menuju meja kerjanya yang kini dipenuhi tumpukkan dokumen kekaisaran yang harus diselesaikannya.

"Aku muak dengan dokumen ini," sungut Halilintar.

"Ya, selamat mengerjakan. Itu tugasmu."

"Tugasmu juga, sialan," umpat Halilintar. Al hanya tertawa kecil.

Halilintar mulai mengerjakan tugasnya. Ia membaca tumpukan dokumen itu satu persatu dengan teliti. Tangannya dengan cepat mengambil pena bulu dan mulai menulis.

"Omong-omong, aku penasaran."

"Kau bilang kau bereinkarnasi beberapa kali, mengapa kau tidak pernah berhasil dengan segala ingatanmu itu?"

Halilintar berbicara tanpa menoleh ke Al.

"Tidak semua reinkarnasiku mengingat memori kehidupan sebelumnya."

"Lantas, bagaimana bisa kau mengingat semuanya saat ini? Bahkan memasuki pikiranku saat itu?"

Al terdiam sejenak. Ia menatap jendela yang menampilkan pemandangan taman istana Ruby Diamond.

"Aku tidak bisa menjelaskannya saat ini."

Halilintar menghentikan kegiatan menulisnya sejenak dan menatap Al kesal.

"Lantas untuk apa kau datang kalau kau tidak bisa menjelaskannya."

Halilintar berdecak kesal sembari melanjutkan pekerjaannya. Al yang mendengar itu hanya tersenyum tipis.

"Kenapa kau membawanya kemari?" tanya Al.

"Siapa?"

"Is-- tidak, maksudku nona Douter."

"Karena aku ingin memakai kekuatannya."

"Kau tidak akan berhasil Halilintar." Al berbalik dan mendekati Halilintar.

"Kau pernah mencobanya."

"Ya, seingatku dikehidupan ke-7 atau ke-8? Entahlah."

Halilintar benar-benar menghentikan pekerjaannya dan menatap Al serius.

"Kau harus menjelaskannya padaku secara rinci Al. Itupun jika kau mau kehidupan kali ini kita berhasil."

'Kita' ya? batin Al.

"Ada ledakan kekuatan yang terjadi saat keduanya bersama. Bahkan hingga saat ini aku tidak tau itu ledakan kekuatan milik siapa."

"Ledakan?" Halilintar terlihat bingung.

"Ya.. aku akan jelaskan secara perlahan."

Al's PoV

Aku tidak tau apakah ini akan berhasil, mengingat kehidupanku yang sebelumnya benar-benar kacau. Jujur aku masih tidak percaya. Apa benar aku melakukan regesi? Ataukah aku bereinkarnasi?

"Yang Mulia Putra Mahkota, sebenarnya apa alasan anda memanggil saya?"

Aku menoleh kebelakang, seorang gadis muda dengan gaun merah muda bercampur hitam menatapku bingung.

Dia tunanganku, putri dari Duke Douter, Yaya Einsya Douter.

"Aku akan langsung ke inti nona Douter."

Nona Douter menatapku serius.

"Bergabunglah dengan pelatihan Pangeran Arven."

"Apa maksud anda? Pelatihan ksatria yang diikuti Pangeran Arven adalah Ksatria sihir elemen. Saya tidak memiliki kekuatan elemen ataupun sihir elemen, Yang Mulia." Nona Douter menjawab sembari menatapku tak percaya.

"Aku tau. Kau pikir aku tidak tau fakta mengenai kau yang menyembunyikan kekuatan sihirnya itu?"

"Saya tidak mengerti apa yang anda kata, Putra Mahkota," sinis Nona Douter.

Aku mengeluarkan Spirit Cahaya milikku, yang mana langsung merespon energi sihir milik Nona Douter.

"Apa kau berniat berbohong sekarang?"

"Apa yang kau mau Halilintar Zyn Arter Glacius? Rencana apalagi kali ini? Berhenti melakukan hal aneh dan fokuslah pada pernikahan yang akan datang nantinya." Nona Douter menatapku tak suka.

Well, hubungan kami memang tak terlalu bagus.

"Aku ingin kau menjadi Ksatria Sihir, dan membantu Pangeran Arven."

"Putra Mahkota, apa kau sudah gila?"

Mungkin iya aku gila. Aku tidak ingin mati. Aku tidak ingin ibunda dan Nona Douter mati. Aku ingin mencegahnya.

Aku yakin bahwa yang terjadi seperti mimpi itu adalah ingatanku dikehidupan sebelumnya.

"Tak bisakah kau menurut saja?" ucapku dingin.

"Hah! Bagaimana bisa saya menurut padamu sementara kau tidak memberi alasan padaku tentang itu!?"

Aku tidak menjawab dan membiarkan Nona Douter pergi dengan amarah. Walau begitu aku tau dia menjalani perintahku karena beberapa hari kemudian ia berlatih bersama Arven hingga hari dimana kami resmi menjadi pasangan.

Beberapa minggu setelahnya, aku datang untuk melihat perkembangan mereka.

"Kita pergi bersama."

"Maksudmu?"

Nona Dou-- tidak, maksudku Putri Mahkota menatapku dengan pandangan aneh.

"Kenapa? Bukankah kau sibuk?"

"Ada yang ingin kuperiksa sebelum aku pergi ke Kerajaan Barat."

"Apa kau berniat merebut kerajaan itu?"

"Mereka berkhianat, sudah tentu harus dihancurkan."

Ya, jika tidak mereka akan menjadi penghalang, sudah cukup dengan aku yang hampir gagal saat debutante Pangeran Arlen sebelumnya.

"Kau benar-benar, astaga..!"

Aku menghiraukan pertanyaan lebih lanjut dari Putri Mahkota.

Setibanya kami berdua, aku bisa melihat Arven dan juga Arlen yang sedang berlatih.

Ah.. entah mengapa aku ingin menyapa mereka dengan hangat. Tapi aku tidak bisa, aku tidak yakin apa mereka akan menyukainya.

"Kami memberi salam pada Matahari Muda dan Bintang Kedua Kekaisaran."

"Ya." Aku membalas salam dengan singkat.

"Apa yang kau lakukan disini?"

Pertanyaan datar dari Arven membuka percakapan diantara kami.

"Aku ingin melihat perkembangan kalian."

Arven menatapku dengan pandangan tak suka.

"Yang lain, selain kedua Pangeran dan Putri Mahkota, pergilah keluar. Aku yang akan mengawasi mereka."

Tak lama, di tempat latihan yang luas inipun hanya tersisa kami berempat.

"Aku ingin kalian berdua untuk memulainya terlebih dahulu. Kalian bebas menggunakan kekuatan Elemen maupun sihir Elemen kalian."

Aku menunjuk Arven dan Putri Mahkota untuk memulai latihan ini.

"Pangeran Arlen, kemarilah dan perhatikan."

Arlen menuruti dan berdiri di sebelahku. Entah mengapa, firasatku mulai tidak enak.

Aku mulai memasang barier pelindung dan mengisyaratkan keduanya untuk memulai. Aku pikir aku mulai merasakan energi lain selain energi yang dikeluarkan kami kedua orang itu.

"Pangeran Arlen."

"Ya kak?" Arlen menatapku.

"Apa kau mengeluarkan energi elemenmu?"

"Ya? Tidak kok. Aku sama sekali tidak mengeluarkannya. Aku fokus dengan kakak ipar dan Arven."

Lalu energi siapa ini? Terasa familiar, namun mencekam.

Tunggu! Mencekam!? Energi ini!!!

"Sial! Putri Mahkota! Arven hentikan pertarungan kalian!!"

Aku hendak mendekat, namun secara tiba-tiba saat kedua orang itu sedang saling mengeluarkan kekuatan mereka, sebuah cahaya kuning keemasan muncul diantara kedua kekuatan mereka.

"ARLEN BUAT PELINDUNG! SIAL! ARVEN! PUTRI MAHKOTA!!"

Aku berlari dengan cepat, namun sayangnya itu gagal.

"ARVEN! ARLEN!! BERLINDUNG!!"

Dan sebuah ledakan besar pun terjadi, aku terlambat menyelamatkan kedua adikku. Aku gagal menyelamatkan Putri Mahkota.

Dan kehidupanku saat inipun berakhir karena ledakan itu menewaskan kami berempat.

Author's PoV

"Kalian... mati?"

"Iya."

Halilintar tak bisa berkata-kata. Apa keputusannya salah? Tunggu ledakan itu terjadi sesaat setelah Al merasakan energi yang familiar bukan?

"Al, apa itu energi yang sama dengan saat insiden kematian Putri Mahkota dan Ibu Ratu?"

Al mengangguk lemas.

"Saat insiden debutante Arlen juga aku sempat merasakan energi itu sesaat. Namun aku benar-benar merasakannya dengan jelas saat kematian ibu dan Putri Mahkota."

Kepala Halilintar terasa pusing dan berat. Sepertinya dia harus mengubah rencananya lebih awal.

"Al, apa Solar sudah kembali ke Istana Rain Crystal?"

"Ya, sudah. Kekuatanku untuk memainkan boneka palsu itu sudah habis."

Halilintar nampak tegang, namun sesaat kemudian ia mengambil napas dalam-dalam, mencoba untuk tetap tenang.

"Aku harus segera membawa Solar pada Yvone Zewid," bisik Halilintar pelan.

"Kau, kapan kira-kira kau akan kembali ke wujud Dragbel mu?"

Al menjawab dengan yakin. "2 jam lagi kurasa."

"Kau tunggulah dikamar Solar nanti. Aku akan pergi dulu."

Halilintar tanpa aba-aba langsung saja lari keluar. Membuat Al sontak terkejut dan protes.

"HEI! HALILINTAR KAU INGIN MELAKUKAN APA!?"

"HEII!!!"

To Be Continued
.
.
.
.
.

Halo, chapter kali ini agak lama ya ternyata🥲🥲

Oh iya, saya membaca beberapa komentar dimana meminta agar tidak ada hubungan romance antara Arter-Yaya, romance hanya ada dikehidupan sebelumnya Arter saja. Oleh karena itu, saya akan berusaha membuat agar keduanya menjadi sahabat di akhir nanti.

Dan juga, Yaya Einsya Douter disini adalah salah satu tokoh yang berperan penting dalam kehidupan reinkarnasi Arter sebelumnya.

Semoga chapter kali ini bisa memuaskan kalian❤️

See you next chapter~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro