• LIMA BELAS •

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku berlari dengan cepat menuju penjara bawah tanah istana Ruby Diamond. Beberapa penjaga yang melihatku langsung saja memberi hormat.

"Dimana Yvone Zewid?"

"Dia ada disel paling ujung, Yang Mulia Putra Mahkota."

"Antar aku kesana."

Dua penjaga itupun bergegas membawaku ke sel penjara paling ujung disini.

Suasana yang sedikit temaram, lembab dan sunyi. Suhu udara yang dingin menambah suasana kelam ditempat ini.

Di sel paling ujung ini, ada sosok perempuan tinggi yang merupakan satu-satunya orang yang menangkap dan menyeret Halilintar yang asli hingga membuatnya menderita akibat siksaan para pangeran.

"Yvone Zewid." Aku memanggil dengan nada dingin.

Perempuan itu mengangkat kepalanya, memandang lurus kearahku. Manik coklat muda tajam itu menatapku dengan senyum sinisnya.

"Lihatlah, siapa yang datang."

"Kau terlihat menyedihkan."

Aku mengambil kunci dari penjaga dan langsung membuka sel.

"Yang Mulia.. tu-tunggu..!"

Salah satu penjaga nampaknya hendak menahanku, namun aku menatapnya dingin.

"Kembalilah. Aku akan bicara berdua dengannya."

"Ba-baik Yang Mulia!"

Setelah kedua penjaga itu pergi, aku masuk ke dalam sel dan melirik kondisi Yvone. Kaki kirinya dirantai dan ada beberapa bekas luka diwajah dan tubuhnya.

"Ada apa Yang Mulia? Apa anda akan menghukum saya karena saya sudah membunuh anggota pasukan anda huh?"

Aku menatapnya dengan tatapan dingin. Keadaan Yvone saat ini benar-benar menyedihkan.

"Aku akan memberimu kesempatan, Yvone." Aku menatapnya dengan serius.

Aku harus mendapatkan kepercayaannya. Harus.

"Bekerjalah untukku."

Yvone terdiam sejenak sebelum akhirnya tertawa. Sebuah tawa manis khas perempuan, namun membuat siapapun yang mendengarnya akan merinding.

"Lucu sekali. Aku membunuh bawahanmu, aku menghancurkan semua rencanamu, Yang Mulia," ujar Yvone sarkas.

Manik coklat muda itu menatapku dengan pandangan menilai.

Aku tidak punya waktu untuk mengikuti kalimat sarkas itu.

"Yvone, aku tau bahwa kau memiliki hubungan darah dengan Countess Argan."

Yvone langsung menatapku tajam.

"Kau cukup berguna karena dalam tubuhmu mengalir kekuatan sihir Cahaya yang berasal dari Countess Argan."

"Apa maumu!?"

Aku menyeringai. "Jadilah orangku, maka aku akan membebaskan dari hukumanmu."

"Akan lebih baik aku menerima hukuman daripada mengikutimu," delik Yvone.

"Ah," aku menyeringai. "Ternyata kau sangat menyukai hukuman mati ya."

"Kau pikir kau bisa lepas begitu saja dengan hukuman ringan?"

Aku tertawa, berusaha agar terlihat meyakinkan. Aku harus terlihat seperti Halilintar yang asli kan.

"Hah! Benar, anda adalah anjing gila kekaisaran. Hal yang tidak mungkin untukmu memberikan hukuman ringan," sinis Yvone.

Anjing gila?💢

Aku menghela nafasku, mencoba untuk menahan marah.

"Yvone, aku akan menugaskanmu untuk mengawal Pangeran Arven." Aku langsung ke inti alasan mengapa aku menemuinya.

"Maksudmu si pangeran bungsu?"

"Apa kau mau aku membunuh--"

Fssssssshh blarr!!

Aku mengeluarkan sedikit kekuatan petir ku untuk memperingatinya.

"Sebaiknya kau jaga mulutmu jika tidak mau aku membunuhmu saat ini juga."

Aku bisa melihat bahwa Yvone nampak tak suka. Sial, aku harus bisa menjadikannya sebagai bawahanku.

Sejujurnya aku mendadak sekali datang kesini. Itu karena setelah si bedebah Al itu menceritakan sesuatu yang membuatku terpaksa mengubah sedikit rencanaku.

Yvone yang tadinya berniat aku jadikan sebagai partner di lab Solar, sekarang harus bisa berada sebagai ksatria pribadinya.

Ya, walau aku yakin kalau baik Solar maupun Yvone pasti akan menolak.

"Aku tidak mau. Lebih baik aku mati saja."

Yvone menolak lalu membuang wajahnya. Tak lagi menatapku.

Nah, kan. Dia sudah menolak.

"Aku tidak menerima penolakan."

"Hah.. apa kau berusaha untuk menyingkirkanku diam-diam karena hubunganku dengan Count Argan?"

Huh? Apa ini? Sejak kapan Yvone memiliki hubungan dengan Leiron Argan?

"Hahhh. Apa kau sedang membuka lembaran kejahatan lain milikmu?" Aku berpura-pura memahami perkataannya.

"Sialan.." umpatnya pelan.

Hohhh, sepertinya itu benar.

"Kuharap kau memikirkannya dengan baik Yvone."

Aku mendekatinya, aku mengeluarkan sedikit kekuatan cahayaku dan memperlihatkannya pada Yvone.

"Sebagai imbalan jika kau mau, aku akan memberikanmu ini."

"I-ini.."

~•~•~•~•~•~

'Apa yang sedang kau lakukan sih!? Kenapa perempuan itu ada disini!?'

Al terbang disebelahku. Ia mengepakkan sayapnya penuh kekesalan.

Aku melirik sosok yang dimaksud oleh Al. Aku bisa merasakan tatapan tajam dari Al untuknya. Walaupun ada seekor Dragbel didepan matanya, dia sama sekali tidak bereaksi.

"Ayo, aku akan membawamu padanya."

Kami mulai berjalan menuju istana Rain Crystal, menuju kamar Solar.

Tidak, sebuah keberuntungan kami bertemu dengan Solar di lorong istana Rain Crystal.

"Huh? Saya menyapa Matahari Muda Kekaisaran."

Solar memberi salam, aku mengangguk.

"Bagaimana keadaanmu?"

"Cukup baik." Solar kemudian menyadari sosok yang bersamaku  dan menatapku bertanya-tanya.

"Dia.." Solar terus menatap sosok itu.

"Yvone, dia adalah Ksatria pribadimu."

"APA!?"/"APA!?"

Aku langsung menatap kaget Al yang ikut berbicara.

"Hei! Apa kau gila!?"

Yvone langsung saja menatap kaget Al, wajahnya penuh keterkejutan.

"Kau mau menempatkan orang gila ini disamping Arven?! Dimana kewar---"

Dugggg!!

Aku memukul Al hingga Dragbel itu jatuh dan pingsan. Solar yang terkejut langsung menangkap Al sebelum Dragbel itu jatuh.

"Hei! Apa yang kau lakukan!"

"Dia berisik," ujarku sambil menatap sinis Al.

"Aku akan menjelaskannya, jadi mari kita cari tempat yang lebih cocok."

~•~•~•~•~•~

Pada akhirnya kami pun berpindah ke rumah kaca, dengan Al yang tentunya masih dalam keadaan pingsan.

"Kau harus jelaskan mengapa perempuan itu malah menjadi ksatriaku?" Solar menatapku, meminta jawaban.

"Aku sudah bilang bukan kalau dia akan menjadi partner latihanmu juga?"

Solar mendengus. "Aku tau! Tapi kau tidak bilang kalau dia akan menjadi ksatriaku!" ucapnya kesal.

Aku sudah menduga bahwa dia akan kesal sebenarnya.

"Bagaimana bisa kau memutuskan tanpa mengatakan padaku!? Kan aku yang dijaga! Bukan kau!"

Aku tau, tapi aku terpaksa kali ini.

"Hei, bisakah kau tidak berteriak?" Al yang nampaknya sudah sadar langsung mengepakkan pelan sayapnya.

"Huh? Udah sadar?"

Al langsung saja terbang dan hinggap(?) di bahu Solar.

Aku bisa melihat manik violet itu menatapku dengan tajam.

Dia pasti dendam padaku karena aku memukulnya tadi •́  ‿ ,•̀

"Hah, aku akan ulangi lagi."

Aku menatap Yvone yang kini memakai seragam resmi Ksatria pribadi berwarna kuning kelam dan hitam.

"Dia adalah partner latihan sekaligus ksatria pribadimu, Yvone Zewid. Kau harus bersamanya untuk keamanan mu juga."

"Saya Yvone, saya yang akan menjadi ksatria anda, Yang Mulia Pangeran Arven," ucap Yvone, dengan nada datar.

Ia memberi hormat pada Solar walau ia terlihat malas dengan pekerjaan barunya.

"Hah! Arter kau benar-benar deh!"

Aku meminum teh yang sudah disediakan dan menatap Al. Aku rasa anak itu tidak tau tentang apa yang kupikirkan saat ini.

"Aku tidak menerima penolakan Arven."

"Dia adalah penyihir Cahaya, itu cocok dengan kekuatan elemenmu itu Solar. Dan lagi, dengan berada di dekatmu aku bisa mengawasinya dengan leluasa." Aku berbicara sambil menatap manik silver Solar yang tertutup kacamata itu.

Solar mendengus kesal.

"Hei, sehebat apa kau hingga Putra Mahkota memilihmu?" tanya Solar dengan nada dingin.

Aku bisa melihat keduanya saling berpandangan.

"Entahlah, karena yang dipikirkan Putra Mahkota hanyalah apakah saya bermanfaat untuknya," jawab Yvone datar tanpa ekspresi.

Aku tertawa keras, aku tau ini tidak lucu. Tapi perkataannya itu benar-benar mencerminkan bagaimana sifat Halilintar. Aku juga bisa melihat manik violet milik Al sedikit mendelik saat Yvone mengatakan itu.

"Kau.. gila?" tanya Solar waspada, melihat si sulung tertawa adalah keanehan untuknya.

"Kenapa kau malah memintanya mengawal Arven hah?"

"Kalau perkataanmu benar, maka aku harus mencari jalan lain bukan? Aku tidak bisa mengikuti jalan yang sama jika diujungnya ada kebakaran."

Al menatapku serius. Ingin tau rencanaku lebih lanjut. Baik Solar dan Yvone menatapku ingin tau. Tak mengerti maksud perkataan ku.

"Kau bisa mencari cara lain, Halilintar."

Al tetap ngotot, tidak menyukai rencana dadakanku.

"Ya, mau tidak mau kau harus menerimanya. Terima kasih untuk cerita itu, rencanaku sebelumnya langsung kacau karena ceritamu."

Aku tersenyum, bukan senyuman manis atau lainnya. Namun senyuman sarkas.

"Cerita apa?" Solar menyela dengan wajah penasaran.

"Kau akan mengetahuinya nanti," balasku, membuatnya cemberut.

"Sejujurnya aku ingin bertanya. Kenapa makhluk jelek ini bisa berbicara?" ujar Yvone tiba-tiba.

Aku menahan tawaku melihat Al yang melotot kesal.

"Apa kau bilang!? Dasar tidak sopan! Aku ini pang---!"

Aku langsung melotot dan memberi isyarat agar Al tutup mulut.

"Kau tidak lanjutkan?" Solar menatap Al.

"Tidak. Daripada itu, aku akan langsung membunuhmu jika kau melukai Arven," ucap Al tajam.

Yvone hanya menatap Al. "Apa kau peliharaan si Pangeran Bungsu?"

"Beraninya kau memanggilku peliharaan!"

"Cukup." Aku menghentikan Al sebelum dia mulai melakukan hal bodoh.

"Baiklah. Aku berharap kalian bisa saling membantu kedepannya."

Aku bangkit dari dudukku dan menatap Al.

"Kau tidak pergi huh? Kau harus ikut denganku." Aku berujar pada Al.

"Tidak, bagaimana jika perempuan ini menyakiti Arven?"

"Kau tidak perlu khawatir. Arven tidak selemah itu untuk dikalahkan dengan mudah. Dan juga, kurasa peringkat kekuatan mereka sama."

"Jadi itu akan seri jika mereka bertengkar."

Aku dengan nada malas memberi penjelasan sembari menarik Al agar lepas dari Solar.

"Kalian segeralah berkenalan. Dan Yvone, jangan melakukan hal bodoh jika kau tidak mau kehilangan 'sangkar emas' itu."

Aku berbicara dengan nada memerintah, manik rubi milikku menatapnya tajam.

Ia hanya mengangguk dengan malas. Dasar.

"Baiklah aku pergi."

"Ya... hati-hati dijalan.. Arter..." ujar Solar dengan ragu.

Aku tersenyum tipis lalu mengusap kepalanya.

"Aku akan mengirim hadiah misi nanti," jawabku.

Ia hanya mengangguk.

Aku berbalik dan pergi meninggalkan rumah kaca bersama Al.

Aku hanya berdua dengan Al, karena Gopal sedang kutugaskan untuk menyelesaikan sebagian pekerjaanku.

Aku melirik Al yang terbang rendah disebelahku. Beberapa pelayan dan prajurit yang melihatnya sedikit menjaga jarak walaupun mereka tetap memberi hormat padaku.

Apa karena wujud Al saat ini adalah Dragbel?

Apa benar Al itu 'Halilintar' juga? Jika iya, dimana sifat dingin dan kejam itu? Aku tidak melihatnya. Hanya ada sifat menyebalkan yang kulihat-,-

Padahal jelas sekali di novel dia pangeran kejam, apa itu hanya topeng palsunya? Atau sebenernya ia menyembunyikan sifat menyebalkannya?

Aku menatap Al dengan raut ingin tau yang tajam, membuat Al merasa tak senang dan berbalik menatapku tajam.

'Apa maumu? Kenapa melihatku begitu huh?' ujar Al melalui mindlink.

"Bukan apa-apa, hanya penasaran saja."

Ia menatapku dengan manik violet berkilau itu.

"Al, untuk beberapa waktu ini mungkin kau belum bebas berkeliaran, hanya bisa saat bersamaku. Tapi, secara diam-diam, coba dekati para pelayan dan prajurit dan bertingkah luculah."

"Woy! Kau bercanda ya!? Bagaimana bisa aku melakukan hal bodoh seperti itu?!"

Aku langsung melirik sekitar begitu Al tiba-tiba berteriak penuh kekesalan.

Sepi.

"Hei! Lihat situasi dong! Yang tau kau bisa bicara itu hanya aku, Solar, Yvone dan Gopal!"

"Persetan Halilintar! Kau pikir aku kucing atau anjing hah?" kesal Al.

"Aku tidak mengatakan itu, kau yang mengatakannya sendiri."

Aku berujar santai. Al nampak kesal dengan ucapanku hingga dia terbang lebih dulu didepanku.

Sejujurnya aku ingin bertanya mengenai sifat 'Halilintar' yang sebenarnya, tapi kupikir ini bukan waktu yang pas.

Al yang terbang didepanku, berhenti dan menatap sekumpulan orang-orang yang berada di aula utama Istana Ruby Diamond.

"Kami menyapa Matahari Muda Kekaisaran."

Ini memuakkan, akhirnya bertemu juga. Para Bangsawan yang mendukung para Pangeran di novel.

"Ya."

Aku hanya mengangguk, mengiyakan sapaan formal itu.

"Lama tidak berjumpa, Yang Mulia. Senang melihat anda sehat," ujar Marchioness Herla, Diane Herla.

"Benar, Anda nampak semakin gagah dan keren Putra Mahkota," puji Marquis Ferone, Glen Ferone.

"Ada urusan apa?" ucapku dingin.

Aku tidak menyukai mereka. Sangat tidak suka. Para bangsawan yang hanya memanfaatkan adik-adikku.

"Kami mendengar bahwa anda mendapatkan sesuatu yang luar biasa saat anda berkunjung ke wilayah Selatan, Putra Mahkota." Marquis Saron, Fred Saron, menjawab dengan seringai tipisnya.

Manik hitam milik Marquis Saron menatap Al sinis.

"Yang Mulia, saya paham anda adalah sosok yang hebat, tapi bukankah ini sudah berlebihan?"

"Monster kuno yang kembali bangkit, dan kemudian anda menjadikannya sebagai peliharaan pribadi."

Marquis Ferone menatapku dengan senyum. Namun aku tau itu senyum sinis.

"Lantas?"

"Astaga Yang Mulia. Mungkin anda lupa karena sudah lama tidak bersama para Pangeran lainnya." Marchioness Herla menjawab.

"Fakta bahwa Dragbel bisa menyerap kekuatan musuh, bukankah Anda sudah mengetahui fakta itu?" lanjut Marchioness Herla, ia menutup kipas tangan yang dipakainya dan menunjuk Al dengan kipas itu.

"Anda mungkin masih kurang dewasa, Putra Mahkota, tapi kami bisa membantu anda jika anda tidak bisa--"

"Luar biasa, kalian datang kesini hanya untuk berkicau dengan suara jelek?" Aku menatap mereka, seringai muncul diwajahku.

"Yang Mulia, perkataan anda sangat kasar," ujar Marquis Ferone tak suka.

Aku tertawa kecil, membuat mereka terkejut.

"Benarkah?" Aku mendekati Al, memintanya agar tidak melakukan hal bodoh.

'Para bajingan ini tak berubah. Bolehkah aku membakar mereka?'  mindlink Al padaku.

'Kita lihat dulu apa mau mereka Al.'

"Apa salah? Kalian tidak mendapat izin untuk sembarangan masuk ke istanaku."

"Sepertinya kalian perlu mengulang kelas Tata Krama dari awal," kataku datar.

Fred Saron, Marquis wilayah Timur, yang merupakan Ksatria Sihir elemen Api. Ia adalah pendukung terbesar Pangeran Keempat.

Diane Herla, Marchioness yang mengambil alih March Herlin setelah suaminya meninggal. Seorang Penyihir Elemen Angin, pendukung Pangeran Kedua.

Sedangkan Glen Ferone, Marquis dari March Feron yang merupakan seorang Penyihir Elemen Tanah.

Dari ketiga bangsawan ini, aku lebih mencurigai Marquis Feron, karena keterkaitan dirinya dalam debutante Gempa.

"Aku sudah mengatakan tidak menerima tamu, siapapun itu. Beraninya kalian menginjakkan kaki kalian disini," ucapku dingin.

Manik rubi milikku bersinar, menunjukkan bahwa aku tidak menerima mereka.

"Astaga Putra Mahkota, bagaimana bisa anda mengusir kami?" Marquis Ferone menyangkal ucapanku.

Aku menghela napasnya berat.

"Al, sepertinya para tamu kita ini sangat bersemangat."

Al mengepakkan sayapnya, manik violet itu menatap ketiga orang itu tajam.

"Bagaimana jika kau mengajak mereka masuk juga? Aku tau kau anak baik yang bisa menjamu tamu."

'Kau bajingan Halilintar.'

'Aku tidak akan menyangkal itu.'

Al dengan segera terbang mendekati mereka yang mulai siaga, para ksatria dibelakang mereka langsung maju, melindungi tuannya.

"Beraninya kalian." Aku mendengus.

"Al hanya ingin menjamu, tapi kalian berniat menyerangnya?" ujarku datar.

Para ksatria itu terdiam dan saling menatap ragu.

"Al, bawa mereka dengan sangat baik~" Aku tersenyum lebar, lebih tepatnya menyeringai bak psikopat (sepertinya).

Orang-orang itu hendak pergi namun Al dengan cepat mengeluarkan kekuatan apinya, mengurung orang-orang itu dalam kubah api dan berteleportasi bersamaku.

Ini akan menyenangkan( ◜‿◝ )

~•~•~•~•~•


"Hahahahahaha!" Aku tertawa terbahak-bahak.

Gopal yang berada didepanku hanya bisa menatapku dengan wajah pucatnya.

"Dasar bajingan gila."

Al menatapku. Ia hinggap dibahu kanan Gopal dengan nyaman.

"Yang Mulia, mungkin saja mereka akan membuat masalah lagi nantinya," ujar Gopal, merasa khawatir.

"Gopal, Al, kalian juga melihat kan bagaimana raut ketiga bangsawan itu? Pffftt---"

Aku berusahan menahan tawaku mengingat kejadian tadi.

Sejujurnya aku merasa kasihan, namun aku tak terlalu memperdulikan itu.

Saat kami tiba ruang tamu utama Istana Ruby Diamond tadi, para bangsawan beserta ksatria mereka terjatuh akibat ketidaksiapan mereka karena teleportasi tiba-tiba.

"Putra Mahkota! Apa anda sudah gila secara tiba-tiba memindahkan kami seperti itu!?" Marquis Ferone berteriak penuh amarah.

Aku hanya menatap mereka. "Bukankah kalian ingin bicara denganku?"

Aku memanggil para pelayan dan meminta agar menyiapkan teh dan beberapa kue untuk kami.

Al terbang diatas kami dan kemudian hinggap di salah satu patung.

"Jadi, katakan tujuan kalian."

"Kalian kesini bukan hanya karena ingin melihat dragbel-ku bukan?"

Ketiga bangsawan itu, dengan keadaan sedikit berantakan memperbaiki riasan mereka. Para ksatria mereka berdiri dibelakang masing-masing tuannya, namun tangan mereka sigap dipedang mereka.

"Duduklah, aku yakin pembicaraan ini akan panjang."

Pelayan dan mulai menghidangkan teh, aku memandang mereka sembari berbicara dengan Al.

'Bagaimana di kehidupan sebelumnya? Apa mereka datang?'

'Iya, mereka datang untuk protes mengenai wilayah Serlon dan meminta agar penanganan bencana wilayah Serlon selanjutnya diserahkan pada Arzen.'

Ini tidak ada di novel, batinku. Berarti, ini adalah pembicaraan yang berada diluar novel.

"Katakan sekarang."

Ketiganya saling berpandangan.

"Yang Mulia, kami sudah mendengar berita mengenai wilayah Selatan. Kami merasa cemas dengan permasalahan yang terjadi."

"Berita mengenai kaum Dragbel yang kembali muncul dan menghancurkan Segel Kekaisaran membuat banyak masyarakat yang berspekulasi, bahwa kejadian di Serlon ini adalah hal yang disengaja."

Marchioness Herla berbicara dengan nada sombongnya.

"Kami sebelumnya melakukan rapat dengan para bangsawan lainnya, membahas mengenai wilayah lain selain Serlon yang mungkin saja akan mengalami nasib yang sama dengan Serlon nantinya."

Marquis Saron menambahkan dengan wajah liciknya.

"Yang Mulia, kami berpendapat bahwa ada baiknya jika anda memberikan tugas penjagaan wilayah Selatan pada Pangeran Ketiga."

Hoo, wajah rubah mereka mulai terlihat.

"Mengapa?"

"Melihat kegagalan anda dalam melindungi Serlon membuat kami--"

"Gagal?"

Ketiga bangsawan itu menatapku yang memotong perkataan Marquis Ferone.

"Apa kau baru saja mengatakan bahwa aku gagal, Marquis Fred Saron?"

Manik rubiku menatap tajam ketiga orang itu.

"Te-tentu saja Yang Mulia. Anda gagal dalam melindungi Serlon, menyebabkan ribuan nyawa melaya--"

"Ribuan? Kau berani menipuku?"

"Ti-tidak mungkin Yang Mulia. Kami mendapatkan laporan pasti bahwa jumlah penduduk yang meninggal akibat serangan monster itu mencapai rib--"

"Mereka adalah pasukanku, bukan penduduk sana. Sangat aneh bukan, para penduduk yang terluka hanya sekitar 30 orang saja, dimana itu diantara mereka adalah anak buah dari Baron Zewid."

"Dan jumlah korban dari pasukanku ada 50 orang. Dan jika ditotal ada 80 orang, apa kau sedang melakukan penipuan di hadapanku sekarang?"

Wah, mereka benar-benar bajingan tikus. Mereka pikir mereka bisa menipuku hanya karena Halilintar terkadang tidak ingin terlibat masalah dengan mereka?

Wah, mereka meremehkan ku ternyata💢💢

"Apa maksud anda? Untuk apa kami menipu Anda Putra Mahkota?" Marchioness Herla mencoba bersikap tenang.

"Brengsek," aku mengumpati mereka.

"Yang Mulia, tolong jaga tutur kata anda. Anda benar-benar kasar," ujar Marchioness Herla, mencoba memojokkanku.

"Kami mendapatkan bukti terpecaya, bahkan kami mendapatkan bukti bahwa anda memaksa para Pangeran agar membantu anda memperbaiki wilayah Serlon, sangat kejam sekali."

Hah! Memuakkan. Memaksa?! Mereka yang maksa! Brengsek emang.

Grrrrr

Al menggeram pelan, tanda tak menyukai perkataan mereka.

Ia lalu terbang dan mendarat di bahuku. "Ada apa Al? Haruskah kita memanggil para Pangeran dan menjelaskan apa yang terjadi?"

"Saya yakin mereka tidak akan menjawab panggilan anda Yang Mulia." Marquis Saron menatapku dengan percaya diri.

"Oh iya?"

"Mungkin anda tidak menyadarinya karena anda selalu sibuk berperang, namun nyatanya para Pangeran tidaklah terlalu menyukai anda. Bahkan rakyat pun sudah tau mengenai hal ini," ucap Duke Saron.

"Benarkah?" Aku mengeluarkan kristal pemanggil milikku.

"Hei, kalian sibuk?"

"Aku sibuk bermain."

Wajah Blaze lah yang pertama kali muncul.

"Kau bersama yang lain?"

"Ya, kecuali Solar. Ada apa?"

"Datanglah ke istanaku. Ada yang ingin aku bicarakan."

"Sekarang? Apa itu penting Halilintar?" Wajah Gempa muncul dan bertanya dengan raut bingung.

"Ya. Kurasa seharusnya ini tamu untuk kalian," aku berujar datar sembari menatap sinis ketiga orang itu.

"Kami akan segera kesana, oh Solar! Kita dipanggil ke istana Arter!" Taufan, yang menjawab langsung menoleh begitu melihat Solar.

"Ehhh??? Bukankah itu si Yvone!? Kenapa dia dibelakangmu?"

"Hahhhh! Arter memberikan dia sebagai Ksatria pribadiku."

"Apa!? Sungguh? Kakak pertama yang melakukannya?"

"Kakak! Aku juga! Berikan aku juga!"

Thorn yang nampaknya iri dengan Solar langsung menatapku dengan wajah anak kecil.

"Kakak! Aku juga mau dipilihkan oleh kakak🥺"

Kenapa mereka malah berdebat dan tidak segera datang sih?

"Hah, baiklah. Sekarang cepat kesini."

"Iya. Kami kesana."

Dan panggilan pun selesai. Aku menatap para bangsawan itu.

"Mari kita dengarkan, apakah benar aku memaksa mereka, atau tidak."

Aku menyeringai tipis, puas melihat wajah kaget mereka saat aku berbicara dengan para Pangeran.

.
.
.
.
.

To Be Continued

Halo, sedikit demi sedikit saya akan menceritakan hubungan Arter dengan para bangsawan yang berpihak pada keenam Pangeran lainnya.

Sebenarnya ada 2 slot lagi untuk para bangsawan itu, namun saya masih memilih nama. Mungkin ada yang ingin memberi saya saran nama yang bagus 😀

Lalu, kita akan fokus pada Arter, Al dan juga Arven mengenai misi sebelumnya.

Semoga kalian suka chapter kali ini :D

See you next chapter~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro