• ENAM BELAS •

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tok tok tok

"Yang Mulia Putra Mahkota, para Pangeran sudah tiba."

Gopal yang berjaga didepan membuka pintu dan membiarkan para Pangeran masuk.

"Kami menyapa Matahar--"

"Sudahlah, duduk saja." Aku berujar.

"Okay deh."

"Oh, kau kedatangan tamu?" Blaze berbicara sembari melirik para bangsawan bingung.

"Kami menyapa Bintang-Bintang Muda Kekaisaran." Para bangsawan dan ksatria membungkuk hormat pada para pangeran yang masuk.

"Ya. Apa yang kalian lakukan disini?" Gempa menatap mereka dan bertanya.

"Kami sedang berdiskusi mengenai wilayah Serlon, Pangeran." Marchioness Herla menjawab dengan senyum ramah.

Gempa dan yang lainnya mengangguk.

"Berdiskusi? Lalu kenapa wajah Al terlihat kesal begitu?" tanya Solar yang melihat Al menatap para bangsawan itu dengan tatapan tak suka.

Al yang menyadari hal itu langsung saja terbang kearah Solar. Solar langsung mengarahkan tangan kanannya kedepan, membiarkan Al mendarat ditangannya.

Gempa dan yang lainnya melongo.

Bukannya dia yang paling menolak keberadaan dragbel itu?!

"Kau ringan padahal dari kemarin kudengar kau banyak makan," ujarnya.

'Maksudmu aku gendut?' mindlink Al pada Solar.

"Jika kau gendut, tanganku pasti patah," balas Solar lagi.

'Aku tidak gendut!'

"Aku nggak bilang kalau kau gendut loh," balas Solar kesal.

"Apa anda barusan.. mengobrol dengan monster itu, Pangeran Ketujuh?" Marchioness Herla menatap ngeri kearah Solar.

"Iya. Kenapa?"

"Bagaimana bisa anda melakukan itu?" Marchioness Herla terlihat bingung.

"Bisa saja, aku kan jenius," balas Solar datar.

Marchioness Herla hanya menatap Solar kaget. Bukan hanya para bangsawan, namun juga pangeran lainnya terkejut. Aku hanya tersenyum tipis.

"Pangeran, duduklah dan dengarkan baik-baik."

Aku memanggil mereka dengan formal.

"Pangeran Asern, duduklah dengan tenang, jangan memandang Al sinis," ucapku, melihat Blaze dan Al yang saling adu mata.

"Panggil saja seperti biasa," ucap Blaze.

"Nanti saja, kita sedang berbicara serius."

Blaze hanya memanyunkan bibirnya, mengangguk.

"Jadi, apa yang ingin anda bicarakan?" tanya Ice, yang sudah duduk dengan nyaman.

"Mereka ingin Pangeran Arzen mengambil alih wilayah Selatan," ucapku.

"Ya? Saya? Mengapa tiba-tiba?" Gempa yang namanya disebut merasa bingung.

"Marquis Saron, Marquis Ferone dan Marchioness Herla beranggapan bahwa aku gagal dalam mengawasi wilayah Selatan dan meminta agar Pangeran Ketiga mengambil alih itu."

"Aku berpikir untuk menyerahkannya jika kau mau," tambahku dengan serius.

Aku tidak tau apakah di novel Gempa menerima tawaran ini atau tidak.

'Arzen tidak menerima tawaran ini jika kau ingin tau,' ucap Al.

Jika Al sudah mengatakan itu, maka akankah kali ini Gempa juga menolaknya?

"Jika kau menerimanya, aku akan bicara dengan Yang Mulia Kaisar mengenai hal ini."

"Mengapa anda melakukan ini Halilintar?"

"Pangeran, bukankah lebih baik memanggil beliau Putra Mahkota?" Marchioness Herla menyela.

"Diamlah Marchioness, saya sedang bicara dengan kakak saya," ucap Gempa dingin.

Wow, aku terharu secara tiba-tiba.

"Akh, ma-maafkan saya sudah lancang Pangeran."

Marchioness Herla sepertinya kena mental hahaha!

"Halilintar, anda tidak ingin menjawab pertanyaan saya lagi?"

Ah, aku sudah beberapa kali mendengar pertanyaan itu dari Gempa.

"Pangeran Arzen, dengarkan dulu. Apa kau menolak ini?"

"Saya bertanya, mengapa anda melakukan ini."

Gempa tetap mengulang pertanyaan yang sama. Aku menghela napasnya, ada apa dengannya?

"Arzen, para bangsawan mengeluh, karena itu aku--"

"Sejak kapan anda mendengarkan mereka?"

Eh🙃

Iya sih, sejak kapan ya Halilintar mendengarkan saran para bangsawan yang tidak berpihak padanya? Bukannya ia lebih sering mengusir mereka?

"Aku tau. Namun aku juga merasa gagal mengenai kejadian Serlon kemarin," jawabku.

Aku tidak berbohong, melihat orang-orang yang terluka dan tewas membuat hatiku terasa nyeri.

"Kau kenapa lagi sih? Padahal kupikir kau sudah lebih baik," ujar Ice, yang bergabung dengan pembicaraan.

Wajahnya yang mengantuk menatapku serius.

"Arter, kau itu yang berjasa paling besar kemarin."

"Apa maksudmu Pangeran Azer, kita melakukannya secara bersama. Kita bersama-sama melakukan pembersihan untuk Serlon." Aku berujar pada Ice.

"Berhentilah memanggil kami seperti itu!" Blaze akhirnya merenggut kesal.

"Kita sedang berbicara serius Pangeran Asern."

"Ayolah, kau bahkan tidak pernah memanggil kami dengan kata Pangeran sebelumnya, kakak pertama." Taufan berbicara sambil menatapku aneh.

"Dan lagi sekarang, mengapa anda ingin memindahkan kekuasaan wilayah Selatan pada saya? Anda tau bahwa saya sudah mengurus wilayah Utara, itupun anda yang menyuruhnya beberapa bulan lalu."

Aku?

Aku melirik Gopal, bertanya apakah itu benar.

Gopal yang menyadarinya mengangguk pelan.

"Aku tau, kupikir jika Arzen mau, aku bisa memberikannya. Bukankah itu juga bagus?"

"Halilintar, saya paham maksud anda. Tapi saya tidak bisa menerimanya," ucap Gempa tegas.

"Beri aku alasan Arzen, mengapa kau menolaknya."

"Itu adalah hak anda, saya hanya membantu anda. Saya benar-benar berterimakasih karena waktu itu anda mengizinkan kami untuk membantu anda."

"Apa aku memaksa kalian untuk ikut?" tanyaku, menatap kearah ketiga bangsawan itu.

"Apa? Memaksa? Bukannya kami yang meminta agar kakak membawa kami?" jawab Thorn.

"Kau tidak memaksa kami, kami kan yang memaksamu agar memberi izin. Memangnya kenapa?" bingung Blaze.

"Bukan apa-apa," jawabku, melirik penuh kemenangan ke para bangsawan yang terkejut.

"Pangeran, saya rasa ini adalah hal yang bagus apabila Pangeran Arzen bisa menangani kedua wilayah ini," ucap Marquis Saron, yang kemudian di pelototi oleh Gempa dan Ice.

"Ada ribuan korban yang--"

"Ribuan? Kau berniat membodohi kami huh?" Solar menatap Marquis Saron tajam.

Ia yang sedari perang mata dengan Al bersama Blaze akhirnya bicara.

"Sepertinya kau meremehkan kami ya," ucap Taufan, ia memainkan bola angin kecil ditangannya.

"Wah, ribuan? Konyol sekali ucapanmu," lanjut Taufan, dengan wajah nakal.

"Marquis Saron," panggil Thorn.

"Ya Pangeran Keenam."

"Kau tau, sepertinya kau sedang bermain-main hanya karena kau berada di pihak kami hmm?" kata Thorn dengan nada pelan, namun serius.

"Pangeran, apa yang kami lakukan ini untuk membantu anda. Bukankah Anda semua selama ini juga merasa bahwa Putra Mahkota secara perlahan merebut hak kalian?"

"Merebut?" kali ini Taufan dengan senyuman manis, tangannya terus memainkan bola angin yang entah mengapa semakin menguat.

"Benar, bukankah Anda semua yang sangat tau bahwa Putra Mahkota selama ini semena-mena pada anda semua?" Marquis Ferone berbicara.

"Kami hendak membantu anda semua agar mendapatkan hak kalian."

"Bahkan Count Argan pun sangat mendukung hal ini Pang---"

Brakkk!!

Solar, yang memukul meja dengan kuat, menatap tak suka Marquis Ferone.

Manik silver dibalik kacamata kuning itu terlihat marah.

"Apa urusan kalian? Dan jika memang Count Argan mendukung, mengapa dia tidak datang kesini dan mengatakannya langsung hah?!"

"Hei hei, kenapa kau tiba-tiba marah?" tanya Blaze.

Blaze semakin merasa bingung kalah Al juga ikut marah disebelah Solar.

"Hei anak kecil, kenapa kau marah juga?" tanya Blaze pada Al.

Aku yang paham mengapa Solar sangat marah hanya tersenyum tipis. Al sudah menceritakan apa yang terjadi, dan aku merasa terharu dengan itu.

Karena itu aku berdiri dan bangkit dari dudukku.

"Ah, sepertinya aku sudah membuat kesalahan." Aku menatap ketiganya.

"Marquis Saron, Marquis Ferone dan Marchioness Herla."

Aku memanggil mereka dengan nada tegas.

"Kalian tentunya tau bahwa kalian sudah melewati batas bukan?"

"Kegagalan yang kalian bicarakan itu, berarti juga kegagalan para Pangeran bukan? Karena kami memperbaiki Serlon bersama-sama," aku menekan ucapnku.

"Sepertinya pembicaraan kita sampai disini saja. Aku akan menolak permintaan kalian sebelumnya."

"Putra Mahkota! Anda tidak bisa menolaknya! Apa anda tau berapa banyak kerugian yang anda buat akibat hal ini?!"

"Jika anda tidak bisa memberikannya pada Pangeran Ketiga, anda bisa menyerahkannya pada Pangeran Kelima yang merupakan pewaris kedua!" Marquis Saron berdiri dan berteriak kearahku.

Sringg!

"Sebaiknya kalian jaga mulut kalian itu," ucapku dingin, mengarahkan pedang Halilintar ke leher Marquis Saron.

Para ksatria dibelakangnya hendak melawan namun aku menahan mereka dengan elemen Daun, melilit mereka.

"Ini istanaku. Jangan melakukan hal bodoh yang membuatku marah."

"Sir Acrowl."

"Ya, Yang Mulia."

"Segera laporkan ini pada Kaisar. Laporkan apa yang terjadi saat ini dan minta Kaisar untuk memberikan hukuman pada mereka karena menipu Pangeran."

"Putra Mahkota! Kami tidak menipu anda!" Marchioness Herla berdiri dari duduknya dan berteriak dengan sedikit takut.

"Kalian memanipulasi jumlah korban untuk menjatuhkanku, kalian pikir aku sebodoh itu?" ujarku dingin.

"Itu karena anda adalah anak kecil yang taunya hanya berperang! Anda adalah tirani yang sebenarnya bagi rakyat!"

"Anda tau bukan kalau anda tidak pantas menjadi raja dengan sifat gila darah anda itu!"

"Anda-- UARGGHHH!! ARGHH!"

Marquis Saron yang terus berbicara akhirnya membuatku hilang kesabaran.

Aku menggunakan kekuatan elemen Petir dan menyetrumnya hingga sedikit, uhm tidak, cukup berantakan.

"Apa kalian ingin merasakannya juga?" Aku menatap dingin Marquis Ferone dan Marchioness Herla yang hanya bisa terdiam.

"Yang Mulia Putra Mahkota, lepaskan Marquis Saron! Anda bisa membunuhnya!"

Gopal dengan segera mendekat dan menghentikanku.

Mau tak mau akupun melepaskan kekuatanku, membuatnya terjatuh dan lemas.

"An-anda! Beraninya..!"

"Kau lah yang sudah lancang. Beraninya kalian menghina bahkan menipu kami."

Taufan mendekat dengan wajah serius. Ia lalu melemparkan bola angin yang sedari tadi ia mainkan kearah mereka, membuat sebuah pusaran angin dengan para bangsawan dan ksatria didalamnya.

"Pangeran Kedua!" teriakan dari Marquis Ferone terdengar keras. Taufan tertawa.

"Hahhh, Axer, berhenti. Biar aku yang--"

"Hahahaha! Bagaimana Halilintar!? Bukankah ini menyenangkan!"

Sebuah ingatan masuk kedalam pikiranku secara tiba-tiba. Suasana yang mengerikan, sebuah tubuh yang terikat rantai dengan luka dimana-mana. Kepala yang terkulai lemah dengan bibir pucat berusaha berbicara.

"Hentikan... Axer.."

"Berhenti? Astaga, dimana sifatmu yang menyukai darah itu? Ini menyenangkan."

"Berhenti.."

"Axer.."

"AXER BERHENTI!" Tanpa kusadari, aku berteriak. Wajahku sedikit berkeringat, dan mataku sedikit berair.

Taufan memandangku kaget, ia menghentikan kekuatannya dan menatapku bingung.

Dan kemudian, pertemuan ini pun selesai dengan kacau. Para bangsawan yang kembali dengan keadaan kotor karena debu dan malu. Sedangkan para pangeran kembali ke istana mereka dengan raut puas.

~•~•~•~•~•~•~

Ingatan saat itu.. apa itu ingatan Halilintar? Aku merinding sekali ketika mengingat itu.

"Yang Mulia, ini dokumen yang anda minta pada saya."

Sudah lewat seminggu, dan hari ulang tahun para pangeran hanya tinggal menghitung hari. Istana mengadakan acara besar-besaran untuk memperingati ulang tahun para Pangeran.

Lalu seminggu atau sebulan setelah acara ulang tahun, debutante akan dilaksanakan. Normalnya debutante dilaksanakan secara bersamaan dengan acara ulang tahun, namun di kekaisaran Elemental Glacius debutante bisa dilaksanakan setelah ulang tahun ke-16.

"Gopal, bagaimana persiapan pesta di Istana utama?"

Istana utama, De Glacius adalah istana tempat kaisar dan ratu tinggal. Tempat dimana seluruh acara besar kekaisaran diadakan.

"Bagaimana keadaan para Pangeran?"

"Pangeran Kedua, Keempat dan Keenam sedang berlatih kuda. Pangeran Ketiga sedang rapat dengan Duke wilayah Utara, dan Pangeran Kelima dan Ketujuh sedang berada di Laboratorium 3."

Aku menganggukkan kepalaku. Besok adalah waktu rapat untuk membahas permasalahan Serlon. Dan Count Argan akan datang dan mungkin akan muncul masalah tak terduga.

Aku melihat dokumen yang kudapatkan, mungkin ini tidak cukup untuk mengatakan bahwa Count Argan adalah dalang dibalik permasalahan wilayah Selatan, namun aku akan mencobanya dulu.

"Al, berhenti makan dan kemarilah." Aku memanggil Al.

Al nampak mendengus kemudian terbang ke meja.

"Ada apa?"

Aku menunjukkan salah satu dokumen pada Al.

"Air Mata Ratu Peri, aku yakin mereka mempunyai kemampuan lain yang sengaja disembunyikan oleh Leiron Argan."

"Apa kau mengingat ingatan sebelumnya?"

Al yang tiba-tiba berubah ke wujud manusianya mengambil dokumen itu.

Aku menggeleng.

"Al, saya harap beri tanda jika anda ingin berubah. Anda beruntung hanya saya dan Putra Mahkota yang ada disini," ujar Gopal, yang terkejut.

Ia adalah salah satu orang yang mengetahui wujud manusia Al.

"Baiklah, aku akan beri tanda lain kali."

Al membalas tanpa mengalihkan matanya dari dokumen yang dibacanya. Gopal hanya menghela napasnya pasrah.

"Tidak, aku hanya menebak." Aku berujar.

Al menatapku sekilas. Aku kembali fokus ke menyelesaikan beberapa tugasku, hingga kemudian sadar akan suatu hal.

"Gopal, pergilah dulu. Ada hal yang ingin aku bicarakan berdua dengan Al."

"Baik Yang Mulia, silakan panggil saya nanti. Salam pada Matahari Muda Kekaisaran."

Setelah Gopal keluar, aku menatap Al.

"Mengapa kau berpikir begitu?"

"Aku tidak terlalu mengingat ini sejujurnya, namun aku yakin ada satu lagi kekuatan besar yang bisa dipakai dengan menggunakan Air Mata Ratu Peri ini."

"Kekuatan?"

"Iya, aku tidak tau kekuatan apa itu."

Kami terdiam selama beberapa saat. Aku mencoba mengingat isi novel mengenai rapat penting besok. Walau aku mengingatnya pun, akan terjadi perubahan yang terlihat jelas.

Jika di novel, jelas Halilintar akan dipojokkan oleh Count Argan, ditambah dengan permasalahan Dragbel dewasa yang dia bawa dan dia jadikan sebagai tunggangan pribadi.

Kekacauan terjadi, kekecewaan Kaisar Azarn, semakin merenggangnya hubungan ia dengan para Pangeran. Di novel, dikatakan pada akhirnya dia tinggal di Serlon selama beberapa bulan sembari mengawasi pembangunan disana.

"Air Mata Ratu Peri memiliki kemampuan untuk memanipulasi pikiran orang bukan?"

"Iya."

"Al, apa menurutmu ada batas tertentu agar bisa terpengaruh?"

"Hm? Kupikir jika kau mampu menjaga kewarasan dan mengontrol pikiranmu dengan baik, kau tidak akan terpengaruh oleh kekuatan itu," jawab Al.

Ia memeriksa beberapa dokumen lainnya. Manik violet itu memeriksa tumpukan dokumen itu dengan cepat, seolah sudah berkali-kali melihatnya.

"Gopal mendapatkan dokumen yang sama rupanya," ujar Al.

"Saat bersamamu?" tebakku.

"Iya, namun ada beberapa juga yang baru kulihat. Seperti dokumen mengenai Baron Zewid yang mati dibunuh dan beberapa dokumen lainnya."

"Aku sudah menyimpulkan beberapa hal untuk rapat besok."

"Apa saja?"

"Pertama, aku akan menyudutkan sedikit Count Argan mengenai tuduhan yang dia berikan padaku sebelumnya. Kedua, aku akan menjelaskan tentang keberadaanmu. Ketiga, aku akan sedikit memanipulasi hasil."

"Apa!? Kau mau memanipulasi apa hah?" kata Al yang marah dengan perkataanku.

"Bukan mengenai kita Al, tapi mengenai para bangsawan itu."

"Apa?"

"Seperti yang dilakukan ketiga bangsawan waktu itu, bukankah kita bisa membalasnya."

Aku menyeringai tipis. Karena itulah kita memerlukan bantuannya."

"Maksudmu Putri Mahkota?"

"Sebagai informasi, Nona Douter bukanlah tunanganku, Al," ucapku sarkas.

"Hei, yang benar saja?"

Aku hanya mengangguk dan tak peduli.

"Mereka akan datang, jadi aku harap kau bisa bersikap tenang besok."

"Aku tidak yakin tentang hal itu," kesal Al.

"Hohoho, lihat saja besok."

~•~•~•~•~•~

"Salam pada Matahari Muda Kekaisaran."

Halilintar yang berjalan bersama Al dan Gopal berbalik begitu mendengar sapaan untuknya.

"Oh, Duke Douter dan Nona Douter." Halilintar tersenyum tipis.

"Kita bertemu lagi, Putra Mahkota," balas Yaya, yang tersenyum tipis.

"Ya, terima kasih untuk bantuanmu saat itu Nona Douter," balas Halilintar, menjabat tangan Yaya.

"Tentu, sebuah kehormatan untuk saya."

Kedua mata itu saling menatap tajam namun tersenyum, memancarkan percikan listrik diantara keduanya.

"Ah ternyata anda sudah mengenal putri saya," ujar Duke Douter, tersenyum lembut.

"Ya, kami bertemu beberapa hari yang lalu," balas Halilintar.

"Astaga, pertemuan tak terduga seperti itu bisa saja adalah pertanda jodoh, hohoho," ungkap Duke Douter bahagia.

Itu terdengar menyeramkan, batin Halilintar dan Yaya bersamaan.

"Sir Acrowl, lama tak berjumpa ya," sapa Duke Douter pada Gopal.

"Lama tak berjumpa juga Tuan Duke, anda terlihat semakin sehat dan bersemangat." Gopal membalas dengan sopan.

"Hohoho, tentu saja. Umur tua namun semangat tidaklah tua," balas Duke Douter.

"Ah benar, Putra Mahkota. Saya sudah mendengar penjelasan dari putri saya mengenai Dragbel yang anda bawa, dan juga masalah 'lainnya'," ujar Duke Douter, tersenyum sembari menatap penuh penasaran Al.

Halilintar paham maksud kata 'lainnya' yang Duke Douter katakan.

Sihir Cahaya yang dimiliki oleh Yaya Einsya Douter.

"Baguslah jika kau paham, kuharap ini bisa membantuku nantinya." Halilintar menatap serius Duke Douter.

"Mungkin akan ada gangguan mengenai hal ini. Dan karena itu, saya juga menjelaskan persoalan ini pada Count Nevara."

Halilintar mengangguk paham, mereka berbicara beberapa hal sebelum memasuki ruangan rapat.

"Salam pada Matahari Muda Kekaisaran."

Halilintar dan Duke Douter berbalik, menatap seorang pria muda, mungkin berumur 20an, berjalan dengan langkah tegas kearah mereka.

"Lama tidak bertemu, Putra Mahkota. Saya Luke Nevara, dari County Nevaras wilayah Utara."

"Oh, dan halo juga untuk Duke Douter dan Nona disebelahnya, dan juga kau Sir Acrowl," lanjut Count Nevara.

Halilintar mengenalnya. Count Luke Nevara, sepupu dekatnya.

"Lama tak jumpa Luke." Halilintar tersenyum tipis.

"Hei, bukankah kita sedang di pertemuan resmi?" Count Nevara terkikik.

"Ya, tidak masalah. Kita bahkan belum masuk." Halilintar menjawab.

Dalam novel, hanya sedikit dijelaskan mengenai hubungan keduanya.

Luke Nevara adalah seorang penyihir elemen petir. Dia adalah anak dari adik kedua Ratu Althea. Hubungan keduanya cukup baik karena mereka memiliki elemen yang sama, dan Luke juga salah satu orang kepercayaan Halilintar.

Namun, naasnya, diusianya yang ke-25, Luke tewas akibat serangan dari pembunuh bayaran yang dikirim oleh para bangsawan dari pihak Pangeran Asern.

Dan, Luke juga adalah pria yang bersikap santai dan ramah pada Halilintar. Walau terkadang Halilintar tak bereaksi dengan candaannya, ia tak mempermasalahkan itu.

"Count Nevara, selamat untuk kelahiran anak perempuanmu. Saya ingin sekali bertemu dengan nona muda rasanya," ujar Duke Douter.

"Anak perempuan?" Halilintar terlihat bingung.

"Terima kasih Duke Douter, oh dan kau! Dasar keji, bagaimana bisa kau tidak tau kalau keponakanmu sudah lahir?" ucap Count Nevara dengan wajah sedih.

"Well, maafkan aku. Aku sibuk akhir-akhir ini."

Count Nevara mengangguk lalu bercerita mengenai putri kecilnya. Halilintar tersenyum kecil.

Yaya yang menyadari bahwa mungkin ini akan terus berlanjut menyenggol Halilintar dan memberi kode.

"Oh benar." Halilintar yang paham langsung memotong.

"Luke, kau sudah menyiapkan apa yang kita perlukan bukan?"

"Tentu saja Arter, hanya saja aku yakin Tuan Duke sudah memberitahumu sebelumnya. Para bangsawan yang tidak mendukungmu mungkin saja akan membuat masalah," kata Count Nevara serius.

'Katakan pada Luke, apa dia membawa Kristal Lighting.' Al berbicara dengan tenang melalui mindlink.

"Apa kau membawa Kristal Lighting?" tanya Halilintar.

"Ya, tentu. Untuk apa kau menyuruhku membawa ini?"

"Untuk Al."

"Al? Apakah itu nama Dragbel kecil ini?" tanya Duke Douter, menatap penuh minat Al.

"Ah, dia lebih kecil dari yang kukira," tutur Count Nevara.

Al menatap kesal Luke, namun ia tetap nyaman dengan sepupunya itu.

"Oh, dia jinak." Count Nevara menyentuh pelan sayap Al.

💢💢💢

Plakkk

"Ehem! Sebagai tambahan, dia tak suka disamakan dengan hewan peliharaan." Halilintar berdeham pelan ketika melihat Al menabok (?) Count Nevara dengan sayapnya.

"Wow wow wow! Tenang Al, aku adalah pria yang baik, tidak seperti Arter~"

Kali ini Halilintar juga ikut kesal.

"Yang Mulia, sudah hampir waktunya kita masuk." Gopal mengingatkan

"Baiklah." Halilintar mengangguk paham.

"Baiklah, kalau begitu, aku dan Duke Douter serta nona ini akan masuk terlebih dahulu," ucap Count Nevara.

"Semoga berhasil, Putra Mahkota Arter," kata Duke Douter lalu pergi bersama Count Nevara.

"Aku akan berusaha membantumu nanti," bisik Yaya kemudian mengikuti ayahnya.

"Ya, kita juga harus berusaha bukan Al?"

'Tentu. Kita harus berhasil.'

~•~•~•~•~

"Sang Matahari Kekaisaran akan memasuki ruangan!"

Suasana ruangan seketika menjadi hening ketika Kaisar Azarn masuk bersama para bawahannya.

Para bangsawan langsung berdiri dan memberi hormat.

"Salam pada Matahari Kekaisaran yang Agung!"

Kaisar Azarn, dengan wajah penuh senyum dan tegas mengangguk.

"Tentunya kalian semua tau alasan pertemuan kali ini diadakan."

Kaisar Azarn menatap para bangsawan satu persatu. Termasuk Count Argan yang duduk disebelah kanannya, berbeda 3 kursi darinya.

"Mengenai permasalah wilayah Selatan, tepatnya Serlon yang mengalami bencana alam dan serangan monster. Dan juga mengenai kemunculan Dragbel," ujar Kaisar Azarn.

"Dan yang terakhir, tentang bagaimana seharusnya kalian, para bangsawan menyadari bahwa tidaklah bagus jika kalian berani untuk menyerang, menipu ataupun mengkhianati keluarga Kaisar," ucap Kaisar Azarn dingin.

Suasana menjadi sedikit tegang setelah Kaisar menyelesaikan ucapannya.

"Pertama, mari kita bahas mengenai Serlon. Kalian semua sudah mengetahui bahwa Serlon berdampingan langsung dengan Hutan Kegelapan, tempat tinggal para monster kuno dan monster liar lainnya."

"Beberapa waktu yang lalu terjadi keretakan segel terparah setelah hampir 300 tahun segel itu diperbaiki oleh leluhur kita sebelumnya."

Kaisar Azarn lalu melirik satu persatu para bangsawan.

"Aku sudah memerintahkan Putra Mahkota untuk menyelidiki hal itu bersama dengan para Pangeran lainnya. Karena itu, mari kita dengar lebih jelas mengenai hal itu."

Kaisar Azarn langsung menoleh kearah Halilintar yang duduk tepat disebelah kanannya.

"Putra Mahkota, jelaskan secara rinci."

Halilintar langsung berdiri dan menatap ke semua orang disana.

"Terima kasih untuk izin anda, Yang Mulia Kaisar."

"Permasalahan ini dimulai sejak beberapa bulan yang lalu. Keretakan segel ini pada awalnya masih dibereskan oleh para Penyihir Elemen, namun nampaknya hal itu tidak bertahan lama."

Manik rubi Halilintar bersinar samar, menatap manik tajam yang sedari tadi menatapnya dengan senyuman sinis.

"Masalah mulai muncul ketika saya mendapat laporan dari para prajurit penjaga Serlon, yang meminta bantuan pada istana. Laporan itu muncul setelah kami mendapat rekaman dari kristal Zygard."

Halilintar lalu mengeluarkan kristal berwarna hijau zamrud yang pernah ia tunjukkan pada para pangeran sebelumnya. Kristal itu bersinar pelan sebelum akhirnya cahaya melebar dan menampilkan keadaan Serlon saat itu.

"Seperti yang anda semua lihat, ini adalah keadaan Serlon sebulan yang lalu."

Halilintar kemudian menunjuk satu titik di rekaman itu.

"Lalu kita akan melihat keadaan Serlon secara perlahan dari yang sebelumnya masih terasa baik-baik saja hingga dalam keadaan genting beberapa hari yang lalu. Hujan turun hampir setiap hari, menyebabkan air dari sungai Berdeaf meluap dan banjir dengan skala besar pun terjadi."

"Bukan hanya itu," gambar berganti ke suasana saat para monster mulai menyerang pemukiman warga.

"Pada awalnya, hanya para monster tingkat rendah lah yang memasuki pemukiman, yang masih bisa diselesaikan oleh para prajurit penjaga Serlon. Namun, kemudian terjadi hal ini."

"Apa anda bisa menebak siapa pria berjubah hitam ini?"

Halilintar menatap semua orang di ruangan ini dengan dingin.

Gambar pada kristal itu berubah menjadi gambar seseorang dengan jubah hitam.

"Apakah anda semua tau mengenai penyihir gelap terakhir yang muncul 100 tahun yang lalu?"

Seorang bangsawan mengangkat tangannya, Halilintar pun meliriknya.

"Maaf Putra Mahkota, mengapa anda tiba-tiba membahas penyihir gelap? Apakah orang itu adalah penyihir gelap?"

Itu adalah Duchess Alexia Orvan, Duchess dari wilayah Barat, yang berada di fraksi bangsawan Halilintar.

"Pertanyaan yang bagus Duchess Orvan."

Halilintar tersenyum tipis. Bukan senyum manis ataupun ramah, namun senyum kecil yang penuh kelicikan.

"Benar. Sosok itu adalah penyihir gelap. Dan saya juga pasukan saya masih mencari tau mengenai identitas orang itu. Dan juga.."

"Saya yakin anda semua sudah mengetahui rumor yang beredar mengenai Dragbel bukan?"

"Maksud anda... rumor mengenai Dragbel yang anda bawa dari Serlon?" Leiron Argan, dengan senyum palsunya menatap Halilintar lekat.

Halilintar tiba-tiba saja memperkuat aura miliknya. Membuat satu ruangan itu merinding tiba-tiba.

"Tebakan yang bagus Count Argan."

Suasana diantara kedua orang ini memanas.

"Saya sudah menduganya. Alasan mengapa pertemuan kali ini membahas Dragbel, dan anda yang tiba-tiba mengangkat topik mengenai penyihir gelap," kata Count Argan, tetap tersenyum.

"Apakah mungkin.. anda memiliki hubungan terkait dua hal ini? Putra Mahkota Arter?"

Halilintar menatap manik biru milik Leiron Argan dengan tatapan dingin dan percaya diri.

"Hooo..."

.
.
.
.

To Be Continued

Halo~ Bagaimana chapter kali ini? Saya harap kalian menyukainya.

Oh, terima kasih @ElPhasma untuk saran namanya🥰 Dan untuk nama terakhir akan muncul beberapa chapter mendatang ya :)

Dan juga readers lain yang sudah memberikan saran juga, akan saya gunakan dengan baik nama yang sudah kalian sarankan🤍

Oh, semoga kalian menyukai chapter kali ini, dan maaf jika ada banyak typo👀

See you next chapter~🤍

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro