• EMPAT PULUH TIGA •

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Suasana menjadi semakin menegang. Dengan Kaisar Azarn yang terlihat percaya diri sedangkan Halilintar terlihat mencoba untuk menahan kekesalannya.

"Kupikir kau cukup kuat hingga melakukan pengkhianatan seperti ini, Leiron. Tapi ternyata kau lemah ya," ejek Kaisar Azarn pada Leiron Argan.

"Diam kau, Amato! Karena kau lah semuanya tidak berjalan sesuai keinginanku!"

"Hm benarkah? Kupikir kau akan tetap menjadi pengecut yang hanya berdiam diri."

"Diam! Kaulah yang pengecut! Berlari seperti anjing yang ketakutan!"

Halilintar hanya bisa menghela napasnya pusing. Ia menatap tajam kearah Al yang kini masih berusaha melepaskan ikatan rantai yang ada di tubuhnya.

Rantai emas itu adalah salah satu kekuatan milik Kaisar Azarn. Salah satu kekuatan pengekang yang kuat yang bahkan Halilintar pun kesulitan melawannya.

Halilintar melirik Penyihir Gelap yang menyeringai kearahnya. Ia menyentuh tangan ayahnya, menatapnya dingin.

"Cepat pergi dari sini. Ini kesempatan terakhir Ayah," ucap Halilintar dingin.

Kaisar Azarn tersenyum. Ia menggelengkan kepalanya.

"Tenanglah Arter, aku tidak akan mati. Nah kau urus penyihir itu, aku akan mengurus Leiron Argan."

"Ayah!"

'Kita harus bagaimana? Ayah benar-benar menyebalkan.'

Halilintar menyetujui ucapan Al. Halilintar paham jika ayahnya itu ingin melindunginya, tapi bukankah sebelumnya ia sudah memberitahu strategi yang akan ia lakukan hari ini? Seharusnya Kaisar Azarn bersama Gopal Acrowl menyelesaikan bagian lain, tapi karena kebodohan kaisar satu ini membuat Halilintar mau tak mau harus bisa mempercayakannya pada Ratu Althea dan Gopal Acrowl.

Halilintar menyentuh anting komunikasi miliknya.

"Acrowl, setelah semua ini selesai. Bersiaplah untuk berlatih denganku ditengah badai salju."

"Yang Mulia tolong maafkan sayaaa ╥╥"

Balasan penuh rengekan itu membuat Halilintar semakin kesal.

"Luke, kau pergi dengan Kaisar, aku akan mengurus Penyihir Gelap itu dengan Al."

Luke mengangguk dan dengan cepat melesat membantu Kaisar yang sudah menyerang Leiron Argan duluan.

Al dengan cepat mengibaskan sayapnya, mengirimkan serangan listrik kearah Penyihir Gelap itu. Aku langsung mengeluarkan pedang milikku dan melesat ke belakang Penyihir Gelap itu.

Klanggggg!!!

Seranganku dihalau olehnya dengan menggunakan pedang yang secara tiba-tiba muncul dibelakang Penyihir Gelap itu. Aku tersentak ketika melihat pedang itu.

"Tak.. tak mungkin.."

"Kau! Bagaimana bisa kau punya kekuatan Spirit Cahaya hah!?"

"Hm? Kau masih tidak sadar?" Penyihir Gelap itu tertawa. Seolah meledek Halilintar yang terlihat terkejut. "Kupikir kau pintar, ternyata tidak ya?"

Halilintar menggeram, ia dengan cepat kembali melayangkan serangan bertubi-tubi pada Penyihir Gelap itu. Al dengan cepat terbang ke langit dan mengirimkan napas api kearahnya.

Namun sayangnya seperti dugaan Halilintar, Penyihir Gelap itu cukup kuat. Ia dengan cepat melesat dan tiba-tiba saja sudah dibelakang Al dan menyerangnya dengan sihir gelap. Tentu saja Al berteriak kesakitan begitu tubuhnya terkena serangan itu hingga jatuh ke tanah.

Tak tinggal diam, Halilintar membalasnya dengan mengirimkan serangan bola es dari Spirit Es miliknya dan mengirimkan ombak raksasa dari Spirit Air.

Lagi, serangan Halilintar bisa dipatahkan dengan mudah oleh Penyihir Gelap itu, membuat Halilintar berteriak frustasi.

Ditengah-tengah rasa frustasinya, Luke Nevara terlempar kearahnya, Halilintar dengan cepat menghindar.

"Luke!"

Luke Nevara terlempar hingga menabrak patung yang ada didekat air mancur hingga hancur. Halilintar dengan cepat menoleh kearah Kaisar Azarn dan melotot begitu sang Kaisar saat ini sedang melawan Leiron Argan dan dua makluk iblis.

"Al! Pergi ke tempat Ayah cepat!"

Al dengan cepat kembali bangkit dan membantu sang Kaisar. Halilintar menatap penuh kemurkaan Penyihir Gelap itu.

"Sebenarnya siapa kau!? Kenapa kau menyerang kami dan membantu Leiron Argan?! Apa yang kau dapatkan dari semua ini?!"

Penyihir Gelap itu tak menjawab. Ia hanya memandang Halilintar dengan senyum sinis, menikmati ekspresi marah yang ditampilkan Halilintar.

Halilintar menggeram marah dan kembali mengayunkan pedangnya. Ia mengayunkan pedangnya secepat kilat berusaha sekuat tenaga untuk melukai Penyihir Gelap itu.

"Berhentilah menghindar! Sambaran Petir!"

Sebuah petir dengan cepat muncul dari langit dan menyambar Penyihir Gelap itu. Halilintar mengatur napasnya, merasakan sesak karena ia nyaris kehabisan tenaga.

"Kau.. beraninya kau!"

Setelah serangan itu menghilang, terlihat Penyihir Gelap itu berdiri dengan luka di bagian lengan dan wajahnya. Luka bakar yang muncul akibat dari serangan Halilintar.

"Aku sudah mulai muak, nikmatilah kesengsaraanmu, Arter."

Tiba-tiba sebuah lingkaran sihir hitam muncul di langit. Itu sangat besar hingga membuat semua orang yang sedang berlindung pun bergidik takut.

Halilintar menatap lingkaran sihir itu dengan wajah dingin. Ia mengeluarkan Spirit Api miliknya dan dengan cepat melemparkan puluhan bola api kearah lingkaran sihir itu.

"Halilintar awas!!"

Tiba-tiba saja Halilintar kembali terdorong dan tempat ia berdiri sebelumnya hancur akibat serangan dari lingkaran sihir itu.

"Al!?"

Halilintar membelalakkan matanya ketika melihat wujud manusia Al.

"Aduh nak, kenapa kau merahasiakan wujudnya itu?"

Kaisar Azarn muncul sambil menatap kesal Halilintar. "Ayah terkejut tau saat Al tiba-tiba berubah."

Kaisar terlihat menghela napasnya. Al hanya bisa menatap Halilintar dengan pandangan sedikit bersalah.

"Maaf, aku terpaksa. Leiron Argan tadi mengirimkan sihir tinggi jadi aku menghalanginya," kata Al.

-------

Jadi sihir milik Leiron Argan bahkan berhasil menembus sihir milik Al? Gila, apa dia menjadi kuat karena bergabung dengan Penyihir Gelap dan Iblis?

Aku melirik kearah Luke yang juga mendekatiku dengan susah payah.

"Luke, pergilah bersama Al. Tolong kosongkan istana sekarang. Berlindunglah di tempat itu."

Luke mengangguk, Al dengan cepat merubah dirinya lagi dan membawa Luke pergi dari sini.

"Mau kemana kalian!?" Leiron Argan berteriak dan melempar sihir kearah mereka.

"Dinding Tanah!" Aku menghalangi serangan itu.

"Rasakan ini! Hantaman Tanah Tajam!"

Leiron Argan terpukul kuat hingga terlempar lagi. Ia bangkit dan menatapku murka.

"Kau benar-benar mengganggu, Arter!"

Leiron Argan menatapku serius lalu menancapkan tongkat sihirnya ke tanah. Tongkat itu bersinar lalu muncul cahaya yang mencuat ke langit, membentuk lingkaran sihir yang sama seperti milik Penyihir Gelap.

Sial, sekarang ada 2 lingkaran sihir yang sama dan aku kesulitan untuk menghancurkan itu.

Haruskah aku menggunakan kekuatan penuh sekarang? Tidak tidak, jika aku gunakan sekarang aku pasti akan segera kehabisan tenaga. Aku harus tenang.

Aku melirik Ayah yang sudah menyiapkan serangannya. Ditangannya sudah ada panah mechanize yang ia buat dengan kekuatan sihirnya.

"Ayah."

Ayah menatapku. "Iya nak?"

"Tolong coba untuk hancurkan sihir milik Leiron Argan dengan kekuatanmu. Tapi kau harus pergi sendiri. Karena setelah ini Al harus bersama saya."

"Jadi, bisakah Ayah berhati-hati?"

Aku tertunduk. Mengepalkan tanganku. Tiba-tiba aku merasakan sebuah tangan yang mengusap kepalaku. Kulihat Ayah mengusapku sambil tersenyum lembut.

"Kau juga, Halilintar. Jangan sampai mati."

Aku mengangguk dengan cepat. Kami kembali berpisah. Aku terbang dengan kekuatan Spirit Anginku dan menyerang Penyihir Gelap itu dengan sekuat tenaga. Al juga sudah mencoba menyerangnya dari bawah secara langsung.

Aku mencoba mencari cela dari atas. Aku benar-benar menahan emosiku sekarang. Aku harus cepat sehingga waktuku tidak terbuang.

Kutatap dingin lingkaran sihir milik Penyihir Gelap itu. Itu terlihat rumit. Pola sihir didalamnya tak pernah kulihat sebelumnya. Bahkan meski aku mencoba mengingat apa yang terjadi di novel pun, aku tidak ingat bahwa akan ada serangan seperti ini.

Aku sudah mengubah terlalu banyak hal yang ada di novel, tidak aku tidak bisa terus menerus berkata bahwa ini adalah novel. Ini kenyataan.

------------

Aku kembali mencoba menyerang Penyihir Gelap itu sembari berusaha untuk menghancurkan lingkaran sihir yang dibelakangnya.

"Berhentilah mengelak sialan!"

Aku akhirnya kehabisan kesabaran. Aku menyerangnya membabi buta tanpa memperdulikan apa aku akan merusak sekitar atau tidak.

Kenapa? Padahal kupikir aku sudah cukup yakin dengan persiapanku. Aku yakin kalau aku bisa menang. Tapi, melihat seberapa kuatnya Penyihir Gelap itu, itu membuatku menjadi marah.

Aku mencoba melemparkan puluhan sihir padanya dan juga lingkaran sihir itu, namun tak ada perubahan.

Sebenarnya siapa dia? Kenapa dia bisa memiliki Spirit Petir dan Spirit Cahaya? Al bilang dia tidak pernah bertemu dengan Penyihir Gelap. Lalu, apakah mungkin aura mana yang mirip dengan 'Halilintar' itu adalah mana milik Penyihir Gelap?

Tidak. Itu bukan dia. Aku yakin, karena meski dia mengeluarkan kekuatan itu, aku tak bisa merasakan mana miliknya, bahkan sekarang pun tak ada aura mana yang bisa kulihat darinya.

Jadi, sebenarnya dia itu apa?

Tanpa kusadari, aku berdiri terlalu dekat dengan lingkaran sihir itu. Serangan muncul dan langsung mengenaiku hingga aku terlempar cukup jauh.

"HALILINTAR!"

Aku mencoba bangkit, melirik Al yang mendekat padaku namun harus kembali menjauh karena serangan dari Penyihir Gelap.

"APA YANG KAU PIKIRKAN HALILINTAR!? CEPAT BANGUN!"

Aku melirik kearah dimana Ayah berada. Sebuah dinding tanah terbentuk dan terlihat aliran sihir dibalik dinding tanah itu. Lalu, aku kembali menatap Penyihir Gelap yang masih menyerang Al.

"Sebenarnya kau itu apa?" kataku pada Penyihir Gelap itu.

"Apa kau boneka? Kenapa setiap aku menyerangmu kau bisa memulihkan diri dengan cepat?"

Aku dengan cepat menyerangnya dengan Spirit Tanah, menghancurkan pijakan disekitarnya.

"Guhh, kau akhirnya bergerak huh?" Penyihir Gelap itu menatapku dengan tajam.

Aku menyeringai tipis. "Ya, aku harus bergerak. Jika tidak, bagaimana aku bisa menghancurkan boneka ini?"

"BOLA PETIR MAKSIMAL!"

"BOLA API MAKSIMAL!"

Dua buah serangan besar hendak ku lemparkan kearah lingkaran sihir itu. Penyihir Gelap itu mau menghalangi seranganku, namun aku menahannya.

"Ikatan Akar Berduri!"

Aku dengan cepat mengikatnya dan melemparnya kearah Al. Al langsung berubah menjadi dragbel dan memberikan napas berapi ke Penyihir Gelap itu.

Aku dengan cepat melayangkan 2 seranganku sebelumnya dan menambah frekuensi ledakan didalamnya dengan kekuatan Spirit Petirku.

"Hancurlah! Sambaran Halilintar!"

BOOOOOMMMMM!!!

Ledakan besar terjadi. Aku mencoba menahan tubuhku agar tidak terlempar akibat ledakan itu. Setelah asap-asap menghilang, lingkaran sihir milik Leiron Argan dan Penyihir Gelap itu hancur.

"Kau!"

Grepp!!

"Ughh!"

Aku berusaha melepaskan tangan Penyihir Gelap itu dari leherku. Melirik kearah Al yang tergeletak lemas dengan luka disekujur tubuhnya.

"Le-lepaskan aku! Kejut Listrik!"

Tubuhku langsung mengeluarkan energi listrik. Ia langsung melemparkanku dan aku dengan cepat langsung mengeluarkan pedang milikku lagi.

Aku dengan cepat melayangkan serangan bertubi-tubi. Ia juga menyerangku dengan sihir miliknya.

"Aku memang harus membunuhmu sepertinya!"

Teriakan penuh amarah itu membuatku was-was. Penyihir Gelap itu tiba-tiba saja mengeluarkan aura hitam disekitarnya. Aku melirik sekitarku, mencoba mencari Ayah.

Ayah, dimana Ayah? Kenapa aku tiba-tiba tak bisa merasakan kehadirannya?

"Huh?"

Tiba-tiba saja sebuah rantai emas bergerak cepat kearahku, mencoba untuk mengikatku jika aku tidak menghindarinya.

"Rantai emas? Kenap-- AYAH??!"

Aku dengan cepat menoleh keatas, dimana Ayah terbang dengan wajah penuh luka dan mata yang tak fokus. Ini... sama seperti kejadian Blaze dan Solar kemarin!

"AYAH! ARGHH! SUDAH KUBILANG KAN!!!"

Aduh kejadian kan! Dasar Ayah bodoh!

"Apa yang kau lakukan pada ayahku, Leiron Argan!?"

Leiron Argan tersenyum sinis. Ditangannya tongkat sihirnya bersinar, mengontrol Ayah yang sekarang menjadi boneka.

"Kenapa kau begitu kaget? Katakan padaku, Putra Mahkota, dimana kau menyembunyikan para Pangeran sekarang? Apa kau berniat membunuh keponakanku secara diam-diam?"

Aku menggeram penuh amarah. "OMONG KOSONG! Kau yang berniat melakukan itu pada mereka! Lepaskan ayahku sekarang juga!"

"Aku? Itu kau Arter! Aku tau kau berencana untuk mengambil semua kekuatan milik para Pangeran itu sendiri!"

Apa dia gila? Aku melakukan itu? Untuk apa coba?

"Sepertinya kau sudah kehilangan akalmu, Leiron Argan. Cepat lepaskan ayahku!"

Aku dengan cepat menyerang Leiron Argan sambil berusaha menghindari rantai milik Ayah yang mencoba menangkapku.

"Ayah! Ini saya, Arter!"

Aku mencoba menyerang Penyihir Gelap dan Leiron Argan tanpa mengenai Ayah. Meski aku mencoba menghindarinya, pada dasarnya Ayah memang jauh lebih kuat dariku.

Aku benar-benar kesulitan.

"Al!"

Al kembali berubah menjadi dragbel dan terbang diatasku. Aku melompat dan menaiki tubuhnya. Kami terbang tinggi dengan Ayah yang masih berusaha menjangkau kami.

"Sial! Masa aku harus menyerang Ayah?! Bola Petir! Bertubi-tubi!"

Aku melemparkan bola sihir kearah Ayah yang dihindarinya dengan mudah.

"Al! Apa ini pernah terjadi!?"

"Tidak. Ayah tidak pernah terpengaruh sekalipun."

"Lalu bagaimana dengan sekarang!! Apa ini karena Ayah yang nekat kembali atau karena kelalaian kita?!"

Al tidak menjawab. Ia sibuk menghindari serangan dari Ayah serta Leiron Argan yang juga ikut melemparkan serangan pada kami.

"Halilintar, kita harus mundur dulu dari sin--"

"Al didepanmu!"

Tiba-tiba saja Penyihir Gelap itu sudah ada didepan kami dan langsung menyerang kami dengan sihir gelap miliknya.

Kami terjatuh dengan keras ke tanah. Al langsung berubah kembali ke wujud manusianya dan mengerang kesakitan.

Rantai emas milik Ayah langsung mengikatku erat. Ditangan Ayah ada sebuah Pedang bermata tiga yang dibuat dari Sihir Mechanize yang diarahkannya ke kedua sisi dan depan leherku.

Aku mencoba untuk melepaskan diri, namun rantai itu semakin mengikatku erat.

"Halilintar!"

Suara teriakan Al terdengar ketika pedang-pedang itu menggores leherku secara perlahan. Aku menatap Ayah yang kini memiliki tatapan kosong.

"Ayah! Anda bilang anda mau melindungi saya!"

"Apa itu hanya pura-pura!? Cepat sadarlah dan lepaskan rantai ini!!!"

Seolah tak mendengar teriakanku, Ayah tetap merantaiku dengan kuat.

Aku membawa cairan Air Mata Ratu Peri yang sudah kupisahkan sebelumnya. Meski itu tidak tercampur dengan kristal sihir milik Ibu, apakah ini akan berhasil?

Aku berniat untuk mengeluarkan cairan itu sebelum tiba-tiba saja Penyihir Gelap itu mendekatiku. Pria itu menyentuh dahiku, menekannya kuat, membuatku memberontak seketika.

"Apa yang kau lakukan!? Lepaskan tangan kotormu itu!"

"Kau harus tenang Arter, fufufu."

Tiba-tiba cahaya hitam muncul dan masuk ke tubuhku.

"ARGHHH!!!"

Aku menjerit dengan keras. Aku menutup mataku, menahan rasa sakit yang muncul. Rasanya menyakitkan. Ini benar-benar menyakitkan.

Seolah ada sesuatu yang berusaha masuk dalam kepalaku. Ini benar-benar menyakitkan hingga rasanya aku ingin menghilang. Saat aku mencoba membuka mataku, manik emas Ayah yang diselubungi sedikit aura hitam itu menatapku lekat.

"Apa menurutmu Ayah selemah itu?"

"Arter, kau juga anakku. Pergilah berlindung bersama Arlen."

"Tidak, silakan anda pergi berlindung dengan Pangeran Arlen, Yang Mulia. Saya akan mengatasi Leiron Argan."

...

"Yang Mulia Kaisar, pergilah ke tempat yang aman!"

"Arter!"

Saat itu, aku bisa merasakan ada seseorang yang melindungiku. Ketika jeratan akar itu memudar, aku melihat seseorang didepanku, memegang kuat akar berduri yang menusuk sebelumnya.

"Arlen, dia tetap kakakmu. Kau tidak boleh melukai saudaramu."

Aku membelalakkan mataku ketika darah menetes dari tangannya.

"Yang Mulia Kaisar!"

...

"Arter, sepertinya Arlen kehilangan kendali pikirannya. Bisakah kamu melindungi adikmu?"

Aku menatap wajah tua yang penuh luka itu dengan pandangan yang sedikit buram.

"Apa yang ingin anda lakukan, Yang Mulia?"

"Ayah hanya ingin menebus kesalahan Ayah. Maafkan ayahmu ini, Arter, ayah benar-benar bukan seorang ayah yang baik kan?"

Aku tersentak ketika wajah itu menatapku dengan tatapan sendu.

"AKU BENCI ARTER! ARTER MENGAMBIL SEMUANYA DARIKU!"

Teriakan dari salah satu adikku itu membuatku mengepalkan tanganku. Sang Kaisar menatapku dengan pandangan lembutnya. Menyuruhku untuk pergi.

"Saya akan melindungi Arlen." Dengan tangan yang mengepal kuat, aku langsung berlari kearah Thorn.

Aku ingat wajah Thorn menatapku dengan penuh kebencian sebelum akhirnya aku kembali tertusuk dengan akar berduri miliknya.

...

"AYAHANDA!"

Tubuh yang tergeletak kaku itu membuatku terkejut. Aku berlari sambil mendekati Ayah dan Thorn yang tak sadarkan diri.

"Ayahanda! Sadarlah!"

Aku mencoba menggunakan kekuatan Spirit Daunku, namun tak ada perubahan yang terjadi.

"Arter.. jangan salahkan Arlen.. jangan salahkan dirimu.. juga.."

"Maaf.. ayah tidak.. bisa melindungi... kalian...."

Aku menggenggam tangan ayah yang dingin. Tidak, kumohon tidak lagi. Kenapa ini terjadi lagi?

"Ayah.. tidak.. maafkan saya.."

Air mata menetes dari pelupuk mataku.

...

"AKU MEMBENCIMU! KENAPA KAU HARUS HIDUP SETELAH SEMUA ITU TERJADI!? APA KAU INGIN MENGHINAKU KARENA AKU PANGERAN YANG LEMAH?!!"

Satu persatu luka muncul di tubuhku akibat serangan Thorn. Aku tak bisa menghindari itu. Aku harus menerimanya sebagai balasan atas kebodohanku.

"KAU JUGA INGIN BERTANYA KENAPA AYAH HARUS MATI KAN?! KAU JUGA INGIN MENYALAHKANKU KAN!?"

Ini kesalahanku. Maafkan aku.

"KAU JUGA MEMBENCIKU KARENA AKU MEMILIKI SPIRIT DAUN YANG JAUH LEBIH KUAT DARIMU KAN!? KAU MENGINGINKAN KEKUATANKU KAN!?"

Tidak. Aku tidak membutuhkan itu, Thorn. Aku hanya ingin kau selamat.

"BUKANKAH KAU PEMILIK SELURUH SPIRIT ELEMEN!? KENAPA KAU TAK MAMPU MENGHALANGIKU ARTER?! KARENA KAU YANG LEMAH AKU MENJADI SEORANG PEMBUNUH YANG MEMBUNUH AYAHNYA SENDIRI!!!"

Tidak. Itu bukan salahmu, ini salahku karena aku lemah dan tidak tau harus melakukan apa. Kau tidak bersalah. Semua ini benar-benar kesalahanku karena aku tidak mampu menggunakan kekuatanku.

...

"Bukankah itu Putra Mahkota? Kudengar Pangeran Arlen menjauhinya sejak insiden debutante kemarin."

"Bukankah itu hal yang wajar? Jika saja Putra Mahkota berhasil menghalangi penjahat yang menyerang saat debutante kemarin, Yang Mulia Kaisar pasti masih hidup."

"Dia bahkan memfitnah pamannya sendiri. Sungguh kejam."

Aku tidak peduli dengan semua itu. Bagaimana caranya aku mengatakan bahwa Leiron Argan benar-benar seorang penjahat?

Semua orang seakan kehilangan ingatan akan siapa pelaku kejadian hari itu. Aku mencoba mencari bukti-bukti lainnya. Mencoba mengatakannya pada Gempa dan Ice meski aku tau mereka akan tetap menatapku dengan pandangan penuh kebencian.

"Saya tidak tau apa yang anda pikirkan, Putra Mahkota."

Kalimat dingin itu membuatku tersentak.

"Berhentilah melakukan hal bodoh yang membuat kami semakin muak dengan anda."

Aku... apakah salah jika aku ingin melindungi mereka?

-------

"Jadi.. kita hanya perlu menghancurkan tempat ini?"

Ice menatap sebuah gua yang terletak di belakang mansion Argan. Tempat yang berbeda dengan tempat saat Solar dan Al mencuri benda pusaka sebelumnya.

Solar menganggukkan kepalanya. Sebelumnya ia sudah memberikan beberapa tetes cairan Air Mata Ratu Peri yang sudah tercampur dengan kristal Gavio pada Ratu dan juga para Pangeran lain sehingga sihir Pengendalian Pikiran tidak akan mempengaruhi mereka.

"Iya. Ini tempat utama Target A melakukan perjanjian dengan Iblis. Kita harus menghancurkannya jika ingin membatalkan perjanjian sihir diantara Target A, Penyihir Gelap dan juga Iblis." Solar memberikan penjelasan singkat.

Kini ia bersama dengan Ratu Althea, Yaya Douter dan para Pangeran lain sementara Gopal Acrowl dan ksatria yang lain fokus untuk menghalangi kawanan Iblis yang menyerang mereka di luar.

"Tapi bagaimana bisa Putra Mahkota mengetahui tempat ini?" tanya Gempa.

Solar berbalik, menatap Gempa datar. "Aku yang memberitahunya."

"Apa? Kau?"

"Iya, aku mengamati Target A secara diam-diam. Dan setelah mengetahui tentang perjanjian yang dilakukannya dengan Iblis, aku memberitahu Arter dan dia dengan cepat mencari tau tentang tempat ini."

Gempa terlihat kesal. "Kenapa kalian menyembunyikannya dari kami?"

Solar melirik Gempa sebelum akhirnya kembali menatap ke depan.

"Kau harus bertanya sendiri tentang itu pada Kak Arter nanti, Kak Arzen."

Gempa mengepalkan tangannya kuat.

"Pangeran Arven, tolong tunggu sebentar."

Yaya Douter maju dan tiba-tiba saja membuat perisai dengan sihir Cahaya yang dimilikinya. Setelah perisai terbentuk, Yaya Douter memberikan sebuah kristal kecil berwarna merah Ruby pada Ice.

"Pangeran, ini kristal berisikan kekuatan milik Putra Mahkota."

Ice menerima kristal itu dengan bingung. "Kapan dia mempersiapkan ini?"

"Saya tidak tau. Saya hanya ditugaskan untuk memberikan ini pada anda semua. Anda semua sudah membawa kertas teleportasi yang sebelumnya diberikan Pangeran Arven bukan?"

Semua orang mengangguk. Yaya Douter tersenyum tipis.

"Yang Mulia Ratu Althea, ini adalah perisai khusus milik Putra Mahkota. Beliau juga meminta saya untuk memberikan ini pada anda."

Ratu Althea mengambil sebuah jepit rambut berwarna merah Ruby berbentuk bunga mawar itu.

"Pffttt, anak itu selalu melakukan hal yang tidak terduga ya," ucap Ratu Althea, tersenyum tipis.

Setelah itu, mereka berdelapan masuk ke dalam gua itu. Semakin dalam mereka masuk, semakin dalam juga suasana gua semakin gelap dan mencekam.

Solar berjalan didepan bersama Thorn. Didepan mereka melayang 3 buah bola cahaya supaya mereka bisa melihat keadaan gua tanpa masalah.

"Arlen.. apa kau membenci Kak Arter?" tanya Solar.

Thorn menggeleng. "Aku tidak membencinya."

"Menurutmu, mengapa kita semua tiba-tiba menjadi jauh dengan kakak?" tanya Thorn.

Solar tak menjawab. Karena ia sendiri juga merasa bingung.

"Bukankah.. itu karena Arter yang menjauh pertama kali?"

Semua orang berbalik, menatap Ice yang terlihat tenang.

"Arter menjauhi kita sejak 8 tahun yang lalu. Setahun setelah ia mendapatkan seluruh Spirit miliknya."

"Maksudnya apa, Azer?" tanya Blaze, terlihat bingung.

"Asern, bukankah kau sendiri yang bilang tidak ingin menganggap Arter kakakmu lagi sejak kejadian Arven diserang dengan pedang itu?"

"Tidak! Kak Arter tidak melakukan itu padaku!" Solar langsung menggelengkan kepalanya kuat.

"Ak-aku juga tidak bermaksud begitu! Aku menyesal mengatakan itu pada Arter!" seru Blaze.

"Itu kesalahanku, aku yang mengganggunya pada saat itu. Kak Arter tidak pernah melukaiku, kecuali saat kami sedang berlatih sebelumnya," ujar Solar, namun memelankan ucapannya tentang latihannya.

"Tapi bukankah Arter itu..."

"Jika aku mengirimmu ke tempat lain, apa kau akan berhenti melakukan ini?"

Manik aquamarine itu menatap sosok yang ada dibalik jeruji besi itu. Ia terlihat lelah dengan luka disekujur tubuhnya. Namun tatapan tajam itu masih tetap ada.

"Aku.. hanya ingin... melindungi kalian."

"Aku tanya padamu. Jika aku mengirimmu ke tempat lain, apa kau akan berhenti?"

"Ak-aku.. akan tetap mel-melindungi.. ka-kalian.."

Suara yang seolah dipaksakan itu membuatnya mengepalkan tangannya. Ia menatap sosok lain yang berdiri disebelahnya dan kembali menatap sosok yang ada dibalik jeruji besi itu.

"Apa dia akan mati besok?"

"Tentu saja, Pangeran Azer. Penjahat ini akan dihukum mati besok."

Ice menatap dingin sosok disebelahnya, ia melirik tongkat sihir milik orang itu.

"Bisakah kau membunuhnya sekarang?"

"Bunuh tanpa ia bisa berteriak karena rasa sakit."

Ice memegangi kepalanya yang terasa sakit. Ia tidak mengerti apa yang tiba-tiba muncul di pikirannya barusan. Manik aquamarine itu terlihat kosong sesaat.

Solar menatap Ice bingung.

"Kak Arter apa?" tanya Solar.

"Ah, tidak, bukan apa-apa."

Solar menatap kesal Ice. "Azer, kau menyebalkan!" kesal Solar.

Ice tak memperdulikan kekesalan Solar, ia menatap lurus jalan yang sedikit gelap dihadapannya.

"Kita sampai."

Ice tersentak ketika suara Solar terdengar. Dihadapan mereka saat ini adalah sebuah tempat yang luas. Ditengah-tengah tempat itu ada sebuah batu altar dan sebuah kristal besar berwarna hitam.

"Itukah.. yang harus kita hancurkan pertama?" tanya Gempa.

"Gila, energinya kuat sekali! Apa kita bisa menghancurkan itu?" tanya Taufan, sedikit tak yakin.

"Kita bisa kok, Axer. Ayo hancurkan itu. Arzen, tolong gunakan kekuatanmu dulu," jawab Solar.

Gempa mengangguk lalu mulai menggunakan kekuatannya. Mereka mulai menggunakan kekuatan mereka. Termasuk Arlen yang mencoba untuk fokus.

Mereka semua langsung saja mengeluarkan kekuatan penuh mereka. Dibelakang mereka berenam, sang Ratu berdiri bersama Yaya Douter membangun perisai untuk melindungi mereka semua.

Tak lama, ledakan besar terjadi. Batu altar beserta kristal hitam itu hancur berkeping-keping. Mengakibatkan asap hitam muncul dari kristal yang hancur menyebar dan mengarah kearah mereka.

"Asap apa ini!?" seru Taufan merasa kaget.

"Yaya! Lempar cairan itu sekarang!" teriak Solar.

Yaya Douter dengan cepat mengeluarkan cairan Air Mata Ratu Peri yang sebelumnya diberikan Solar. Cairan itu hancur menyebabkan kekuatannya muncul dan membentuk perisai untuk melindungi mereka semua dari asap-asap hitam yang berusaha melingkupi tubuh mereka.

"Kristal hitam tadi adalah kristal sihir Pengendalian Pikiran. Jika kita terkena asap itu, kita akan kehilangan akal sehat kita." Solar menjelaskan.

"Itukah sebabnya kau memberikan kami cairan aneh itu sebelumnya?" tanya Taufan lagi.

Solar mengangguk. Gempa terlihat terkejut, ia hanya bisa menghela napasnya berat.

"Setelah ini kau dan Putra Mahkota harus menjelaskan semuanya pada kami, Arven," kata Gempa dingin.

Thorn dengan cepat mengeluarkan kekuatannya. Mencoba menetralkan udara disekitar mereka dengan kekuatannya.

Perlahan tapi pasti, udaranya tadinya terasa berat mulai terasa ringan. Hawa gelap yang sedari tadi mengusik mereka mulai hilang.

Tiba-tiba gua itu bergetar hebat. Membuat mereka semua panik.

"Yang Mulia! Cepat gunakan kertas teleportasi itu!"

Gopal Acrowl muncul bersama para ksatria yang lain.

Mereka semua dengan cepat menggunakan kertas teleportasi yang diberikan Halilintar dan dengan cepat berpindah tempat ke Istana De Glacius.

Semua orang langsung terkejut melihat betapa kacaunya keadaan istana saat ini..

"Semua berpencar! Cari dimana Putra Mahkota sekarang!"

"Ibu, pergilah dengan Sir Acrowl. Saya dan yang lainnya akan pergi mencari disisi yang lain."

Ratu Althea mengangguk dan langsung pergi bersama Gopal Acrowl.

"Arlen."

Ice menyentuh tangan Thorn lembut. Menatap adiknya itu dengan pandangan serius.

"Apa menurutmu.. Arter akan membenciku?"

Thorn menatap Ice sendu. "Justru orang yang dibenci Kak Arter sekarang adalah aku."

"Tidak, Arter tidak mungkin membencimu."

"Begitu juga denganmu, Azer. Kak Arter juga pasti tidak membencimu."

Thorn tersenyum. "Kau tau, aku sempat marah pada Kak Arter. Karena ini terjadi karena kebodohanku, tapi kakak tidak mengatakan apapun padaku. Kakak hanya berpikir kalau aku harus selamat apapun yang terjadi. Dan jika yang Solar katakan itu benar, itu artinya jika Kak Arter tidak menghentikanku, aku pasti sudah menghancurkan segalanya."

Ice menatap Thorn yang tersenyum tipis padanya. Ia menyentuh kalung berliontin kristal Atella yang diberikan Halilintar padanya saat ulang tahun kemarin.

"Apa menurutmu.. Arter akan memaafkanku?"

Thorn menatap bingung Ice. "Kau berbuat apa memangnya?"

Ice mengepalkan tangannya. "Aku.. mengabaikannya. Berkali-kali."

Thorn terlihat bingung. Ia menatap Ice yang tiba-tiba terlihat kacau itu. Tatapannya terlihat kosong.

"Arlen, maafkan aku. Seharusnya aku juga membantumu mengendalikan kekuatanmu."

"Eh? Tiba-tiba? Ada apa denganmu?"

Ice tak menjawab. Tangannya mengepal dan kepalanya terasa sakit. Ia mengingat sesuatu.

"Arven, Arlen, jika.. jika Ayah mati, apa yang akan terjadi di masa depan?" Ice bertanya.

Solar yang tadinya sedang memberikan perintah lainnya berbalik dan menatap kaget Ice.

Ice terlihat tidak baik. Kepalanya tertunduk, bahunya gemetar dengan mata yang seolah ingin menangis.

"Apa maksudmu, Azer?"

"Bagaimana jika.. Ayah tetap tidak selamat?" Ice berujar dengan suara bergetar.

Ice pada akhirnya sadar. Halilintar bukannya melihat masa depan, tapi dia mengulangi kehidupannya.

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Haloooo~ Apa kabar? Semoga kalian baik-baik saja. Saya sedang tidak baik-baik saja karena sedang pusing mempersiapkan OSCE dan juga PKL (⁠╥⁠﹏⁠╥⁠)

Karena selama Juli saya ada OSCE dan PKL, mungkin saya baru akan update lagi pertengahan atau akhir Juli ಥ⁠╭⁠╮⁠ಥ Maafkan saya yang masih kesulitan mengatur jadwal update iniಥ⁠_⁠ಥ

Terima kasih yang sudah bertanya mengenai update dan membaca TCPAHB hingga sekarang, bahagia sekali saya karena kalian masih mau membaca karya ini meski updatenya ngandet kek gini(⁠╯⁠︵⁠╰⁠,⁠)

Semoga kalian puas dengan chapter kali ini(⁠≧⁠▽⁠≦⁠)

Typo bertebaran 🚨

See you again in the next chapter ~~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro