Bab 29. Pertemuan "Kawan" Lama

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Makasih, ya, Mas Gemuris. Tolong jagain Mas Klana supaya cepet sembuh," pesan Valeri sebelum perempuan itu turun dari mobil sesampainya diantar pulang oleh Gemuris.

"Iya, Mbak. Sudah pasti saya jagain."

Setelah itu, Valeri turun dari mobil dengan pikiran yang masih terbayang-bayang pelukannya tadi dengan Klana. Pipi Valeri mendadak terasa panas lagi, kemudian di dalam perutnya serasa ada sesuatu yang bergejolak.

"Mas Klana wangi banget." Valeri tanpa sadar membuka mulutnya saat berada di dalam pelukan Klana tadi.

"Rambutmu juga sangat harum, Cah Ayu," balas Klana yang berhasil membuat Valeri salting brutal pada saat itu juga.

"Mbak Valeri?" seseorang memanggil Valeri saat perempuan itu sedang sibuk tersipu dengan ingatannya sendiri.

Valeri menolehkan kepala ke luar pagar. Tampak seorang lelaki dengan potongan rambut pendek rapi, memakai kaos, dan celana jeans. Lalu juga membawa plastik putih, semacam plastik dari mini market. Awalnya Valeri tidak menyadari lelaki itu. Sampai kemudian sang lelaki kembali berbicara. "Mbak Valeri pasti lupa lagi sama saya."

"Astaga!" Valeri menepuk jidatnya sendiri. "Mas Jaya?"

Jaya tersenyum saat Valeri sudah mengingatnya. Valeri pun balas tersenyum ramah. "Habisnya Mas Jaya potong rambut, saya jadi pangling."

Jaya tertawa kecil. "Iya, Mbak. Soalnya habis bimbingan, setelah sekian purnama. Dosbing saya nggak mau ketemu kalau mahasiswanya nggak berpenampilan rapi."

Valeri ikut tertawa setelah mendengar penjelasan tersebut. "Eh, ngomong-ngomong. Mbak Valeri habis kencan, yaa ...," ucap Jaya dengan nada sedikit meledek.

"Hah? Kencan?"

"Iya, tadi saya nggak sengaja lihat Mbak Valeri diantar pulang. Pasti habis kencan." Kali ini Jaya benar-benar meledek Valeri dengan menaik-turunkan kedua alisnya.

"Apa, sih, Mas. Enggak, kok. Cuma ketemuan biasa." Valeri tidak bisa menahan dirinya untuk tidak senyum-senyum sendiri.

"Ketemuan apa ketemuan, nih, Mbak? Sampai merah begitu mukanya." Kalimat Jaya barusan membuat Valeri semakin salah tingkah.

Valeri tertawa malu-malu. "Apa, sih, Mas Jaya. Ketemuan doang, bukan kencan ... udah, ah, Mas. Udah malam saya masuk dulu, ya." Valeri buru-buru pamit untuk masuk ke dalam rumah karena takut dirinya semakin dibuat salah tingkah karena Jaya terus meledeknya.

Namun, perkataan Jaya mengenai kencan itu membuat Valeri berpikir. Bukankah selama ini yang dirinya dan Klana lakukan bisa dikategorikan ke dalam kencan? "Tapi, kan. Kencan itu buat orang yang lagi pdkt atau udah pacaran? Emang selama ini Mas Klana lagi pdkt-in gue?" Valeri berbicara kepada dirinya sendiri sembari menghapus riasan.

Perempuan itu menghela napas dalam. Jika benar Klana mencoba mendekati Valeri, kenapa sudah salama ini tetapi Klana tidak kunjung mengajak Valeri berpacaran. "Apa gue aja yang geer, ya?"

TING. Ponsel Valeri yang tergeletak di atas tempat tidur itu berbunyi, menandakan bahwa ada sebuah pesan yang masuk. Valeri sungguh berharap bahwa pesan itu dari Klana. Kemudian saat dibuka, benar saja. Pesan tersebut ternyata dari Klana, "Sudah sampai rumah, Cah Ayu? Kalau sudah, kabari, ya." Klana mengakhiri pesan tersebut dengan emotikon hati di belakangnya.

Valeri menghela napas. Terakhir kali dirinya patah hati, dia sudah berjanji kepada diri sendiri untuk tidak terlena hanya karena pesan singkat dari seorang lelaki. Akan tetapi, pesona pria usia matang yang satu ini benar-benar sudah memabukkan Valeri hingga membuat perempuan itu senyum-senyum sendiri, bahkan di dalam tidurnya.

Sementara itu, di ruang kerja Klana. "Ini, Gusti Prabu. Sudah beres. Mbak Valeri pasti langsung klepek-klepek setelah baca chat ini. Makin jatuh cinta sama Gusti Prabu."

"Iya ... sudah sana pulang. Aku masih banyak kerjaan," ucap Klana sembari membaca setumpuk dokumen yang tergeletak di atas meja kerjanya.

"Loh?! Gusti Prabu tidak mau istirahat? Kalau saran saya, Gusti Prabu lebih baik istirahat terlebih dahulu. Itu masih bisa dikerjakan besok pagi."

Klana menatap gemuris dengan salah satu alis terangkat, tatapan yang berhasil menciutkan nyali Gemuris. "Eh ... maksud saya. Nggak ada salahnya kalau lagi kurang enak badan terus istirahat, Gusti Prabu."

"Santai aja, aku juga udah hidup ratusan tahun, begini doang perkara sepele."

"Justru karena sudah hidup ratusan tahun itu, Gusti Prabu. Tidak apa-apa istirahat sebentar karena selama ini hidup Gusti Prabu isinya hanya bekerja, bekerja, dan bekerja."

Klana terdiam sejenak memikirkan kalimat Gemuris. Benar apa yang dikatakan orang kepercayaannya itu. Selama ini yang Klana lakukan hanya bekerja dan bekerja untuk mengalihkan diri dari perasaan tidak nyaman yang bertahan di dalam hatinya selama ratusan tahun. Dia tidak pernah sempat memikirkan orang lain di sekitarnya.

"Gemuris."

"Emmm ...." Mendadak Gemuris merasa gugup saat mendengar suaranya dipanggil. "Iya, Gusti Prabu. Bag-"

"Apa kamu pernah merasa lelah?"

"Hah? Tidak! Tentu saja saya tidak pernah merasa lelah untuk setia dan menjalankan tugas saya melayani Gusti Prabu!" Gemuris menjawab dengan penuh ketegasan.

"Bukan, bukan itu maksudnya, tetapi tentang dirimu sendiri. Aku yang selalu sibuk bekerja, sibuk dengan perasaanku sendiri, orang-orang yang dulu kita kenal, saudara-saudara kita, mereka juga sudah meninggal. Hidup ratusan tahun sendirian, apa kamu tidak pernah merasa putus asa dengan semua itu?"

Gemuris menghela napas, kemudian sebuah senyum tipis tergaris dalam wajah lelaki itu. "Mungkin empat atau lima ratus tahun lalu, saya akan menjawab bahwa; iya, saya putus asa dengan semua itu. Gusti Prabu juga tau sendiri, saya dulu sering berusaha bunuh diri karena lelah dengan hidup ini. Akan tetapi, Gusti Prabu tidak perlu merasa khawatir lagi sekarang. Saya sudah belajar cara menikmati hidup ini dan merelakan yang sudah berlalu. Jadi sekarang Gusti Prabu bisa tenang memikirkan apa yang akan Gusti Prabu lakukan."

Klana menatap Gemuris dengan lekat untuk beberapa saat. Dia mengetahui bahwa Gemuris mengatakan semua itu dengan tulus, bukan sekedar untuk menenangkan tuannya saja. Akan tetapi, kalimat Gemuris justru membuat Klana semakin kepikiran. Dia merasa sudah mengulur terlalu banyak waktu, dia harus segera menyelesaikan semuanya.

***

"Valeri, apa kamu bisa makan malam bersama saya malam ini?" Valeri melongo begitu saja saat mendapatkan pesan tersebut pagi-pagi sekali. Ya, benar. Tentu saja pesan itu asalnya dari Klana. Mau dari siapa lagi memangnya?

Apa ini? Valeri mulai membayangkan hal-hal yang mungkin terjadi pada sebuah makan malam antara dua orang yang beberapa waktu terakhir saling mendekat dan memberi perhatian satu sama lain. "Hemm ... tapi kayaknya nggak mungkin, deh. Meskipun mungkin aja, sih ... tapi terlalu berharap nggak bagus," gumam Valeri pada dirinya sendiri.

TING. Belum sampai Valeri membalas pesan yang sebelumnya, Klana sudah mengirimi sebuah pesan lagi kepada Valeri. "Ada yang mau saya sampaikan sama kamu, Valeri."

"AAAA!" Valeri spontan melempar ponselnya. Untung ponsel tersebut masih mendarat di atas tempat tidur.

Kemudian tanpa berpikir lebih lama lagi, Valeri memutuskan untuk menyetujui ajakan makan malam dari Klana. Lalu pada malam harinya, seperti biasa. Klana menjemput Valeri di depan rumah.

Valeri buru-buru keluar rumah saat mendengar bel rumah berbunyi. Akan tetapi, ternyata yang menekan bel dan sedang berdiri di luar pagar bukanlah Klana, melainkan Jaya. Lelaki itu tersenyum ramah kepada Valeri.

"Mas Jaya? Ada perlu apa ke sini?"

"Eyang ada, Mbak Valeri? Saya mau bawain pesenan Eyang," jelas Jaya sembari menunjukkan tentengannya yang dimasukkan ke dalam plastik berwarna putih.

"Pesenan Eyang?" tanya Valeri sembari memiringkan kepalanya sedikit.

"Iya, Mbak. Tadi pagi waktu mau berangkat kerja, saya cerita ke Eyang kalau saya ambil part time di restoran yang jual olahan sapi, terus Eyang bilang pengen nyoba dan nitip ke saya untuk dibawain."

"Ohhh ...." Valeri mengangguk-anggukkan kepala. "Ya, udah. Saya panggilin Eyang dulu, ya, Mas."

Namun, tepat sebelum Valeri masuk kembali ke dalam rumah. Sebuah mobil berhenti di depan rumah Eyang. Bisa ditebak, siapa lagi jika bukan Klana. Lelaki itu turun dari mobil sembari menatap Jaya dari atas hingga bawah, lalu kembali ke atas lagi.

"Mas Klana," sapa Valeri lebih dahulu sembari tersenyum. "Bentar, ya. Valeri mau manggil Eyang dulu."

Klana baru mengalihkan pandangannya pada Valeri setelah mendengar suara perempuan itu. Klana balas tersenyum sembari menganggukkan kepala. "Iya, saya tunggu sini, ya, Cah Ayu."

Kemudian Valeri meninggalkan Klana dan Jaya berdua saja di luar rumah Keluarga Handoko. Jaya memiringkan senyumnya sembari menatap Klana. "Sudah lama tidak bertemu, ya, Inu Kertapati ... oh, apa harus kupanggil Klana Jayengsari?"

"Apa yang mau kamu lakukan di dekat Valeri?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro