Day 5 - Nocturn's Attack

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Page 6
Audrey's Journal - The Rabbit and The Beauty Ghost (?)

Aku sempat berpikir bahwa bertemu dengan sesama 'orang' di tempat antah berantah dan sepi adalah hal yang melegakan. Setidaknya, ada orang yang kuharap bisa diajak bicara dan kutanya macam-macam. Aku terlalu sungkan untuk berbicara dengan kru kapal, jadi kupikir lebih baik ada orang lain yang bisa kutanya-tanya. Syukur-syukur kalau penduduk setempat.

Namun, lelaki tua di dekatku itu bertingkah aneh. Dia diam saja dan hanya menunjuk lurus ke arah barat, bahkan dia tidak menatapku. Refleks, aku mengikuti arah tangannya menunjuk.

Dia tak berkata apa-apa, hanya menunjuk tempat gelap dengan banyak pepohonan tak jauh dari sana. Pandanganku bergantian menatapnya dan arah barat.

Serius?

Lalu, tanpa sadar saat itu, aku seakan terpaku pada arah yang ditunjuk lelaki tua itu. Ya ... Arah  tangannya menunjuk ke bagian barat Green Mist Forest, yaitu Misty Forest. Dari tempatku berdiri, aku bisa melihat suramnya tempat itu. Aku bisa berkata tempat itu suram karena banyak pepohonan rindang yang saling berdempet dan gelap. Menambah kesan dingin dari arah sana.

Hah? Apa maksudnya?

Namun, belum sempat aku bertanya, ketika aku menoleh ke arah lelaki tua itu lagi, aku sudah tidak menemukan sosoknya!

Hei? Ke mana dia?

Aku mencarinya, menatap sekeliling hingga beberapa kali memutar-mutar tubuh. Samping kanan, kiri, depan, belakang, bahkan menoleh ke atas kali saja dia naik pohon. Nihil. Tidak ada tanda-tanda keberadaannya, seakan-akan dia menghilang dalam waktu sepersekian detik.

Tiba-tiba saja bulu kudukku berdiri. Aku mengusap-usap tengkuk dan membatin bahwa lelaki itu sepertinya bukan orang.

Hiii... Apakah dia hantu?

Kemudian, aku mengingat tentang mitos makhluk penunggu pohon baobab yang disebut Wise. Lalu, aku juga sadar bahwa mana mungkin di tempat seperti ini ada penduduknya? Jadi ... Apakah lelakai tua tadi sang arwah penunggu pohon baobab?

Aku bergidik. Untung aku tidak dimakannya. Namun, setelah kupikir-pikir, dia tidak berbahaya atau berniat jahat. Kalau dia berniat jahat, sudah pasti aku langsung dilahapnya begitu ketemu. Aku kemudian mendekati pohon baobab sekali lagi, kuraba tulisan yang ada di batang besarnya.

Wise men speak because they have something to say, Fools because they have to say something.

Setelah coba kucerna baik-baik, kalimat itu ternyata bukanlah kalimat sembarangan. Kalimat itu merujuk pada sang arwah pohon baobab. Diam
dan memendam perkataan yang tidak berguna adalah bijak. Hindari berkata sesuatu yang tidak ada manfaatnya untuk orang lain. Baiklah, aku mulai mengerti arah dari petualangan ini.

Jika kalimat di pohon baobab arwah itu mencoba memberitahuku sesuatu. Aku melangkahkan kaki menuju Misty Forest. Perlahan tapi mantap. Ketika sampai di perbatasan, kedatanganku seakan disambut dengan pohon-pohon yang tumbuh bergerombol, juga membentuk lengkungan seperti pintu masuk.

Lalu, ada papan kayu dengan tulisan 'W3LCOM3' di gerbang masuk. Tulisannya tidak rapi, berwarna merah dengan huruf E menghadap ke kiri. Di atasnya, bertengger beberapa burung kecil. Sejenis burung gereja atau emprit. Entahlah. Namun, sepertinya, mereka hanya berkumpul di depan gerbang, tidak ada yang terbang masuk ke dalam sana.

Aku benar-benar disambut.

Hebat juga tempat ini?

Melihat ke depan, ada jalan setapak kecil. Tanpa berpikir panjang, aku melangkahkan kaki ke sana. Namun, baru satu langkah, tubuhku dengan cepat menghantam tanah. Aku terjerembab ke tanah. Setelah kuamati, ternyata jalan setapak itu banyak lumutnya.

Ah, sial!

Aku jengkel sekali. Sudah 2 kali terpeleset. Udara sekitar juga terasa lembab, aku bisa mencium aroma tanah dan pepohonan yang terkena air. Aku kembali melangkahkan kaki. Pohon-pohon yang tumbuh di sini tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 5 meter, tapi akarnya besar-besar timbul ke permukaaan tanah. Aku harus ekstra hati-hati. Jika tidak, bisa tersandung.

Aku sempat mengamati pohon-pohon itu sembari berjalan pelan. Daunnya sangat unik berbentuk seperti daun semanggi empat sisi, tapi ujungnya runcing. Pohon ini juga ditumbuhi lumut. Sepertinya, inilah yang disebut pohon Goblin.

Semakin berjalan ke dalam, area yang kulewati itu semakin gelap. Sinar matahari seakan sulit masuk ke daerah itu saking lebatnya pohon-pohon. Namun, tiba-tiba ada sesuatu yang bercahaya melintas di depanku. Setelah kuamati dengan saksama, itu adalah kunang-kunang. Aku merasa takjub karena kunang-kunang itu berukuran tiga kali lebih besar dari kunang-kunang biasa.

Aku berterima kasih dalam hati, kunang-kunang itu menemani perjalananku yang semakin gelap. Berjalan semakin dalam, udara semakin dingin dan tiba-tiba saja kabut tipis datang. Ada rintik-rintik kecil, entah itu hujan atau tetesan dari pohon, menambah kesan lembab di sekitar. Pandanganku jadi buram dengan kabut berwarna kuning dan hijau gelap. Perpaduan cahaya kunang-kunang dan hutan.

Entah kenapa saat itu aku ingin terus melangkah meskipun dengan hawa yang tidak menyenangkan. Sebenarnya, memang aku tidak ada pilihan lain. Jika memanh Wise benar, maka, memasuki Misty Forest ini juga keputusan yang benar. Aku berdoa semoga saja tidak ada bahaya.

Entah sudah berapa lama aku berjalan. Rasanya capek, sehingga aku memutuskan untuk istirahat sejenak. Aku duduk di akar-akar pohon goblin dan beristirahat. Namun, karena udara yang dingin dan suasana sepi, aku sempat ketiduran. Ketika bangun, perasaan sekitarku semakin gelap. Firasatku mengatakan bahwa hari itu sudah malam.

Aku melanjutkan perjalanan. Malam semakin datang dan aku harus mencari tempat berteduh atau istirahat. Setidaknya, bukan di sini. Aku tidak tahu apa yang sedang kulakukan atau kucari. Aku mengikuti insting saja. Ketika jauh masuk ke tengah Misty Forest, aku terkejut dengan kehadiran sesosok makhluk kecil dengan mata merah menyala di tengah gelap. Hampir saja aku terpeleset untuk ketiga kalinya. Dengan jantung yang berdebar cepat, aku berusaha menenangkan diri dan mendekatinya. Kuamati dengan saksama sosok kecil itu.

Ternyata adalah seekor kelinci yang melompat di depanku. Namun, bentuk kelinci itu tidak seperti kelinci pada umumnya. Telinganya bulat, tubuhnya kecil, dan tungkainya juga pendek. Bulu-bulunya berwarna hitam jadi agak sulit terlihat di tempat gelap seperti ini. Yang menonjol adalah mata merah menyalanya.

Sebenarnya, agak seram juga jika dipikir-pikir sekarang ada makhluk aneh seperti itu. Namun, saat itu, rasa legaku seakan mengalahkan rasa takutku. Setidaknya, aku tidak sendirian di hutan belantara ini. Aku menyapa kelinci kecil itu, tapi ketika hendak kusentuh, kelinci itu melompat pergi ke arah tengah, semakin ke dalam area Misty Forest. Sontak aku mengejarnya dengan bantuan cahaya dari kunang-kunang dan mengikuti kelinci itu hingga ke rawa.

Oh, ternyata kelinci itu kelinci rawa, kelinci yang tinggal di area rawa. Kulihat, ada beberapa kelinci lain. Mereka bisa berenang dan menyelam di dalam air. Aku baru pertama kali melihatnya. Ada rasa senang yang membuncah di dalam dada. Petualanganku sudah sejauh ini, aku bersyukur bisa keluar dari zona nyamanku. Ternyata, alam begitu luas dan indah. Banyak hal yang kupelajari meskipun aku belum pernah sekalipun berpetualang di alam bebas. Seakan naluriku sebagai manusia terasah ketika mengikuti sayembara ini, meskipun saat itu aku berada di hutan beraura seram dan misterius.

Melihat rawa yang penuh dengan air, aku tiba-tiba saja merasa dahaga. Setidaknya, aku bisa minum atau cucu muka di sana. Aku menghampiri rawa, tapi saat hendak mengambil air, ada sosok melayang di atas rawa yang mngejutkanku. Aku terhuyung ke belakang dan jatuh terduduk di tepi rawa.

Sosok itu adalah sosok perempuan cantik dengan rambut panjang bergelombang hingga pinggang. Perempuan itu mengenakan pakaian seperti pakaian zaman abad pertengahan. Di sekitar tubuhnya bercahaya putih ketika dia melayang. Sayup-sayup, aku mendengar suara yang berasa darinya. Dia seperti menggumamkan sesuatu yang tidak jelas dengan nada-nada tertentu, seperti berdendang. Namun, karena sangat lirih, aku tidak mendengarnya dengan jelas.

Aku tidak bisa mengalihkan padangan darinya. Dia cantik dan aku sedikit lega ada orang lain yang kutemui di hutan itu. Meskipun sebenarnya jika dipikir lagi (ketika aku menulis jurnal ini) aku begitu bodoh. Cara datangnya saja tidak wajar, Audrey!

Baiklah, kembali ke kejadian saat itu.

Anehnya, waktu itu aku tidak takut padanya dan ketika dia mendarat di tepi rawa, tanpa sadar aku menghampirinya. Dengan percaya diri, aku bertanya namanya, lalu aku mengenalkan diri.

Namanya Gabii.

Aku percaya dengan bodohnya, tanpa tahu siapa dia sebenarnya. Dia kemudian mengajakku bercerita tentang hal yang tidak benar-benar kukuasai.

Ngomong apa, sih, dia?

Tapi, anehnya, aku nyaman-nyaman saja berbicara dengannya meskipun tidak nyambung. Aku juga sedikit bercerita tentang latar belakangku. Lalu, dia menawarkanku sebuah nyanyian. Dia suka bernyanyi. Akupun dengan senang hati mau mendengarnya bernyanyi. Senang rasanya ada orang yang bisa diajak bicara di tempat seperti ini. Dihibur dengan nyanyian pula. Aku mempersilakannya menyanyi.

Tak lama, dia mulai bernyanyi. Mendendangkan suatu lagu yang tidak kutahu judulnya. Namun, suaranya begitu merdu, bergema di seluruh hutan, membuatku tenggelam pada nada-nada indahnya. Pandanganku buram, tapi aku merasa nyaman sekali, memori-memoriku tentang ibu kembali berputar, membuat hormon endorfinku berproduksi lebih banyak. Ah, senangnya! Nyanyiannya seperti sihir.

Namun, lama-lama tubuhku terasa ringan dan lembab. Aku ingat kembali saat ini sednag berada di hutan, bukan bersama ibu. Aku kemudian mengendalikan diri agak tidak terjatuh pada ilusi cukup dalam. Otakku untungnya merespon dengan baik, sampai ketika aku tersadar, aku sudah hampir tenggelam ke dalam rawa.

Aku berteriak minta tolong, air rawa sudah mencapai dada. Aku hampir tenggelam! Akhir-akhir ini kutahu, bahwa sosok yang kutemui saat itu adalah Nocturn, makhluk penunggu rawa yang jahat. Dia menggunakan suaranya untuk menghipnotis orang dan membuatnya tenggelam ke dasar rawa. Jika orang itu mati, maka, tubuhnya akan dimakan oleh kelinci-kelinci rawa yang ternyata adalah hewan peliharaannya.

Sialan!

Seperti ada kekuatan lebih dan keinginan untuk hidup, aku berenang ke tepi dengan bantuan akar-akar pohon di sekitar rawa. Sempat kulihat kelinci-kelinci rawa dengan mata merah menyalanya berjejer di sekitar rawa, seakan menungguku untuk disantap.

Sialaaann!

Aku berhasil mencapai tepi dan dengan tenaga tersisa aku kemudian berlari sekuat tenaga, tapi begitu menoleh ke belakang, kelinci-kelinci sialan itu mengejarku!

Demi dewa! Aku akan mati!

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro