Day 7 - Welcome to Kukang Greenland

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Page 8
Audrey's Journal - That Slow Lorises is not Funny

Seumur-umur, aku belum pernah memiliki perhiasan. Jangankan membeli perhiasan, makan sehari-hari saja sangat mengirit. Terkadang, pengen juga memiliki satu saja perhiasan. Cincin misalnya.

Aku sering melihat orang-orang kaya atau keluarga bangsawan membeli roti di toko Nyonya Olwenn. Pakaian mereka sangat glamor. Mereka juga bersikap anggun seolah ingin memperlihatkan status sosial mereka. Perhiasan mereka ada di sana sini, seperti toko perhiasan berjalan saja.

Namun, justru itu yang terkadang membuatku ingin kehidupan seperti mereka. Tidak salah, dong, aku menginginkan seperti itu? Aku manusia normal. Pernah merasa iri juga. Hahaha.

Yah ... Tidak usah punya perhiasan dari kepala sampai kaki, lah. Punya satu saja sudah cukup. Hanya saja, itu keinginan semuku. Hanya berkhayal, tanpa berekspektasi apa-apa atau berharap suatu hari jadi kenyataan. Dan sekarang, tiba-tiba, aku berada dalam gua aneh dengan membawa berlian dan permata. Satu kata ...

Gila!

Apakah aku akan dilabeli sebagai pencuri?

Aku kan hanya menemukan, bukan mengambilnya dari seseorang. Gua itu tidak berpenghuni, hanya dihuni oleh hewan-hewan aneh. Itu saja. Artinya gua ini gua liar, begitupun segala isinya.

Aku berjalan terus hingga keluar gua dan menyadari hari telah malam. Kini, aku berada di sebuah area hutan. Aku melihat bebatuan yang bentuknya sangat aneh berbentuk seperti kukang. Itu lho, makhluk seperti monyet kecil yang lamban.

Kenapa ada batu bentuk kukang di sini?

Aku mendekatinya. Di sisi kanan batu terukir gambar matahari dan manusia serta tulisan kuno :

"Ἐπιλέξατε τὴν ὀρθὴν ὁδόν."
"ὁ συμβολίζων τὴν ἀλήθειαν"

Hah? Apa artinya?

Kemudian, di sisi kiri aku melihat ukiran yang terdapat gambar makhluk besar yang mengamuk dan manusia serta tulisan :

"Τὸ ἀληθὲς οὐ πάντοτε ἀληθὲς, τὸ κακὸν πάντοτε βέβαιον ἐστί."

Aku terpaku sejenak, tapi tiba-tiba saja keajaiban seakan terjadi. Tulisan itu berputar-putar. Aku sampai harus mengucek mata agar yakin aku tidak salah lihat.

Tulisan aneh yang tidak bisa kubaca tadi berubah menjadi alfabet biasa. Di sebelah kanan tulisan itu terbaca :

"Anda telah memilih jalan yang benar."
"Simbol kebenaran."

Wow?

Lalu, di sisi kiri juga sudah berubah menjadi tulisan :

"Kebenaran tidak selalu benar, tapi kejahatan itu pasti."

Baiklah, saat itu, aku mencoba mengingat-ingatnya. Aku kemudian melanjutkan perjalanan menuju hutan. Gelap, dingin, suram. Hutan ini diapit oleh pantai. Baru saja ingin beristirahat di salah satu pohon, sebuah suara dari atas mengagetkanku. Lalu, seekor makhluk melompat di depanku. Dia seekor kukang. Awalnya kupikir dia lucu, tapi begitu kuulurkan tangan hendak menyentuhnya, dia menggigitku!

Sialan!

Tak cukup di situ, datang kukang-kukang lain. Mereka tidak begitu besar, tapi mereka dengan kompak menyergap tubuhku. Aku sontak berdiri dan berlari, tapi mereka tetap mengganting di tubuhku dan mencarkar serta menggigitku.

Dengan tenaga tersisa, aku mencoba tega dengan memegang salah satunya dan melemparnya jauh. Kubentur-benturkan tubuhku di pohon hingga kukang yang tersisa melepaskan cengkraman mereka. Tubuhku perih semua. Aku berlari sekuat tenaga. Mereka mengejarku.

Baru beberapa meter berlari, aku menginjak sesuatu. Entah apa itu. Bunga kah?

Namun, setelah itu kakiku sangat sakit. Kulihat kakiku memerah.

Sialan! Makhluk-makhluk apa yang ada di sini?

Kulihat kukang-kukang itu masih mengejarku, bahkan ada yang melompat-lompat di atas pohon. Aku berlari hingga tiba-tiba terjerambab karena tersandung. Beberapa permata juga ikut jatuh. Permata itu bercahaya dan terang di hutan yang gelap ini.

Namun, aneh!

Kukang-kukang itu seakan menjauh dariku. Mereka ada yang kabur. Apakah mereka takut cahaya?

Aha!

Itu benar. Aku mengambil permata-permata itu. Memang ukurannya cukup kecil, tapi cahayanya sangat terang. Aku melemparnya ke arah mereka dan kukang-kukang ganas itu berlari menjauh. Aku juga melempar permata-permata itu di arah lain yang tidak terkena cahaya. Mereka tampak kalang kabut dan pergi.

Aku menyisakan satu permata yang berukuran agak besar untuk senjataku. Aku memegangnya erat dan memilih langkah seribu. Jika kukang itu mengejarku, aku akan mengeluarkan cahaya dari permata itu. Kejutan tidak hanya sampai di situ. Baru beberapa puluh meter berlari, aku sontak berhenti ketika melihat sebuah cacing.

Tebak, apakah itu cacing biasa?

Tentu saja bukan. Cacing itu adalah cacing terbesar yang pernah kulihat. Dia juga punya sayap dan mata merah yang menakutkan. Aku bersembunyi di balik pohon. Aku mengamati pergerakan mereka sembari bertanya-tamya, apakah mereka juga takut dengan cahaya? Namun, kurasa tidak. Lalu, aku melihat hewan lain. Makhluk seperti jerapah. Apakah jerapah biasa? Haha.. jangan harap menemui makhluk penghuni bumi yang biasa kita lihat di sini. Jerapah itu mendekati si cacing. Sepertinya si cacing merasa terganggu dengan kehadiran jerapah. Kulihat juga ada telur-telur di sampingnya, mungkin untuk melindungi telur itu.

Aku tekejut ketika cacing yang tadinya gerakannya lambat, berubah sangat cepat dan ganas menyerang jerapah itu. Hal yang sama juga terjadi dengan si jerapah. Gerakannya sangat cepat mencoba menghindari serangan si cacing.

Alamak! Apa lagi ini?

Kalau mereka terganggu, mereka bisa menjadi cepat dan ganas. Namun, aku juga tidak bisa berdiam diri di sini. Aku akan berusaha kabur tanpa mengganggu mereka. Aku harus menjaga ketenangan hutan agar cacing dan jerapah tadi tidak bertindak agresif.

Aku berjalan mengendap-endap dan memilih rute yang jauh dari keberadaan mereka. Dengan kaki yang masih sakit dan memerah, aku menahan rasa itu agar tidak mengeluarkan suara mengaduh. Aku melihat cahaya matahari, agak jauh di sana. Hanya beberapa meter lagi aku keluar dari hutan.

Namun, sungguh sial!

Aku mengutuk diriku sendiri karena menginjak ranting dan menimbulkan bunyi yang lumayan kencang karena saking sepinya hutan ini. Begitu menoleh ke belakang, kulihat si cacing bermata merah dan jerapah mengetahui keberadaanku. Mereka maju dengan cepat.

Ah, sialan!

Aku berlari sekencang-kencangnya meskipun merasakan perih dan sakit di seluruh tubuh. Tak sadar aku menangis. Aku ingin mengakhiri semua ini, tapi di mana jalan keluarnya??

Jalan keluar hutan sudah dekat. Aku bisa melihat gua di depan sana. Yes! Hampir sampai! Namun, dewi fortuna seakan enggan menyertaiku. Aku masih saja tertimpa sial. Tubuhku sekali lagi menghantam tanah. Di sekitarku ada bunga yang baunya sangat aneh. Melihat ke belakang, cacing dan jerapah tadi perlahan mundur.

Ada apa? Kenapa mereka tidak mengejarku lagi? Apa yang mereka takutkan?

Pandanganku tiba-tiba saja kabur. Kepalaku pusing luar biasa. Perutku mual sekali. Dengan tenaga tersisa, aku mencoba berdiri dan berjalan menjauh. Rasanya, seperti aku meminum minuman yang disiapkan kru kapal sebelum terbangun di WGALand. Sepertinya aku mabuk.

Apa penyebabnya? Apakah menghirup bunga yang baunya aneh tadi?

Yang kuduga saat itu benar. Saat menulis jurnal ini sekarang, aku tahu dari kru kapal bahwa ada tanaman yang bisa memabukkan di Kukang Greenland. Pantas saja saat itu aku seperti teler.

Aku keluar dari hutan dengan jalan sempoyongan tentu saja. Wong melihat jalan rasanya jalannya bercabang-cabang. Aku bersandar di batu besar dan muntah-muntah. Aku sudah tidak bisa membawa badanku sendiri untuk berjalan. Aku akan istirahat di sini selama beberapa waktu.

Saat itu, sepertinya aku tertidur. Entah berapa lama. Ketika membuka mata, aku tidak bisa melihat matahari, tapi langit juga tidak gelap sepenuhnya. Lah? Jam berapa ini? Siang apa malam?

Ketika sadar, aku melihat gua di sampingku. Jadi, sejak tadi aku tertidur di depan gua. Gua itu besar dan gelap. Aku mengambil permata yang tersisa dis saku dan memasuki gua gelap itu. Cahaya permata membuatnya terang.

Jalanan gua itu berliku. Ada juga jalan yang membentuk terowongan. Untung ada permata ini. Jadi, aku tidak kegelapan. Aku berjalan hingga mencapai pusat gua.

Namun, aneh!

Dinding gua itu seperti pantulan satu sama lain. Bentuknya sama. Aku seperti berada dalam ruangan kaca berkedok gua. Terkadang, dinding itu juga seakan kenyal seperti agar-agar. Bergoyang-goyang begitu. Benar! Aku tidak mabuk, dinding itu bergoyang-goyang.

Suasananya juga aneh. Ada cahaya yang masuk dari atap gua yang berlubang, tapi seingatku di luar tidak ada matahari. Namun, beberapa waktu kemudian, aku melihat bulan di atap lubang gua.

Apa-apaan ini?

Waktu seakan dibolak-balikkan. Jadi, ini siang atau malam?

Oh, benar, aku pernah mendengar tentang makhluk yang memanipulasi waktu. Apakah dia? Makhluk itu tidak kasat mata! Bagaimana bisa kukalahkan?

Aku melihat permata di tanganku. Katanya, permata adalah benda yang paling kuat. Bahkan tidak bisa pecah ketika dijatuhkan di palung paling terdalam di bumi.

Seakan ada keberanian yang kuat, aku menggunakan permata itu untuk memecahkan dinding gua. Sudah kubilang, kan? Aku seperti berada di dalam sebuah kaca. Tanpa disangka, dinding gua itu retak.

Benar kesimpulanku. Aku memukul-mukulkan permata itu sekuat tenaga. Gua bergemuruh dan retak secara bersamaan. Aku berjongkok dan menutup telinga. Dinding gua hancur dan runtuh seperti dimensi lain kupecahkan dan terganti dengan dimensi nyata.

Ketika membuka mata, aneh, tidak ada reruntuhan apapun. Memang itu hanya manipulasi. Sebagai gantinya, aku melihat ruang tersembunyi di dalam gua. Oh, rupanya ruangan ini yang dia ingin sembunyikan. Aku memasuki ruang itu dan melihat sebuah artefak. Aku mengambil artefak tersebut dan akhirnya dapat keluar dari gua yang penuh dengan manipulasi.

Syukurlah.

Setelah itu, di depan sana, aku melihat dua lubang di gua itu. Kanan dan kiri.

Jalan mana yang harus kupilih?

Makhluk manipulasi tadi sudah berhasil kukalahkan kan? Atau ini bentuk manipulasi yang lain? Aku mengingat tulisan saat masuk di hutan tadi. Kanan bertuliskan simbol kebenaran. Kiri bertuliskan kebenaran belum tentu benar.

Jika ini manipulasi, coba saja kubalik tulisannya. Kanan di kiri, kiri di kanan.

Baiklah, sekarang kiri simbol kebenaran. Kanan bertuliskan kebenaran belum tentu benar.

Jika merujuk pada tulisan itu dan tidak menyesatkan, apakah itu artinya sisi kiri meskipun simbol kebenaran tapi belum tentu benar? Jadi, haruskah aku pilih kanan?

Lalu, simbol gambar makhluk aneh, manusia, dan matahari itu apa artinya?

Oh, mungkin ini adalah akhirat bagiku.

Setelah kuputuskan untuk kubalik letak tulisan tadi (siapa tahu manipulasi, kan?), ya sudahlah, aku akan memilih jalan ke kanan dengan simbol manusia yang hendak dimakan makhluk besar.

Kalau aku dimakan beruang dan mati, setidaknya, aku terbebas dari utang ayah. Aku bisa leyeh-leyeh di firdaus. Mati tidak seburuk itu.

Iya, kan?

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro