2. Affair

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kita tak pernah bisa selalu memastikan, bahwa sesuatu akan terus berjalan sesuai keinginan. Banyak hal yang tidak kita pikirkan, dan muncul membuat semuanya menjadi tak terduga.

Kedua kakinya sudah tak lagi mampu menopang beban tubuhnya. Pelarian yang sia-sia. Harapannya untuk kembali pada tempat tinggal nyaman di dalam panti, kini telah pupus. Bersamaan dengan dirinya yang ambruk, tangan besar sang giant menangkapnya.

"Maafkan aku," ujarnya lirih. Tubuhnya mulai terangkat dari permukaan tanah. Kini, ia bisa mencium bau nafas busuk dari raksasa yang tengah membuka mulut ganasnya. Serpihan tulang dan daging masih tersisa dalam rongga mulut yang menjijikkan. Tak sengaja, gadis berparas cantik tersebut, melihat sobekan pakaian milik Thian yang terselip diantara gigi-gigi sebesar tubuh pegulat dewasa yang berjejer memenuhi rongga mulut kotornya.

Emosi membakar kalbu. Ia mulai meronta. Memukul-mukul tangan besar yang menangkapnya. Namun, itu tak berarti apapun bagi sang giant. Raksasa tak berakal itu mendekatkan tubuh Irene ke mulutnya.

"TIDAAAK. JANGAN MAKAN AKU!!!" jeritnya.

Tetaplah hidup, Irene,

Suara itu kembali terngiang di benaknya. Irene terbelalak. Emosi memuncak dalam dirinya. Pesan dari Thian, yang sudah mengorbankan dirinya. Seharusnya, ia tak menyia-nyiakan pengorbanan tersebut.

"LEPASKAN! LEPASKAN AKUU!!!" Irene memekik. Dengan sisa tenaganya, ia mencoba menahan agar tubuhnya tidak masuk kedalam mulut raksasa yang terbuka lebar. Ia merentangkan kedua ruas tangan dan kakinya, mengganjal agar giant tersebut tidak bisa memangsanya.

Sial. Aku tak bisa berbuat apa-apa lagi. Tenaga Irene sudah mencapai batasnya.

Tiba-tiba, percikan darah segar melumuri tubuhnya. Genggaman raksasa itu melonggar, membuat Irene langsung terjatuh dari tempat yang cukup tinggi dari permukaan tanah. Namun, sebelum tubuhnya menyentuh tanah, sesuatu yang bergerak begitu cepat, mendorongnya. Membuatnya tersudut oleh pohon yang kini berada di belakangnya.

Raksasa itu dengan spontan ambruk kedepan. Membuat tanah yang berada disekitarnya kembali bergetar. Partikel ringan terangkat, bersamaan dengan robohnya monster tersebut. Beberapa diantaranya, menyeruak masuk kedalam netra beningnya. Membuat penglihatannya pecah berair.

Sosok yang tadi menyebabkan dirinya selamat, kini berdiri dihadapannya. Seorang pria berambut pirang. Pupil merahnya menatap kearah Irene dengan tajam, bagaikan elang yang mengincar mangsanya. Batang hidungnya mancung lancip. Dengan bibir mungil yang terkatup rapat, membentuk bidang datar. Namun, tetap tidak bisa menyembunyikan gigi taring yang mencuat keluar.

Kuku tangan pria itu runcing berwarna hitam. Merah darah segar juga melumuri kedua lengannya.

"Siapa kamu?" Entah mengapa, suara yang dikeluarkan Irene, kini menjadi gemetar. Pria yang berada di hadapannya memang tak semengerikan monster yang tadi mengejarnya. Namun, aura yang dipancarkan nya mampu membuat Irene bergidik ngeri.

Bagaimana tidak menakutkan. Ia mampu membunuh raksasa ganas tersebut dengan mudah dan hanya menggunakan tangan kosongnya.

"Siapa aku? Itu tidak penting." Pria itu bersimpuh sebelah lutut. Kemudian salah satu tangannya menjepit pipi Irene. Memaksa Irene untuk membuka mulut.

"Asal kamu tahu, mendapatkan makanan bernutrisi murni di dalam rimba ini adalah sesuatu yang hampir tak pernah terjadi." Tangan sebelahnya bergerak menahan kedua lengan Irene. Gadis yang telah kehabisan tenaga itu tak lagi dapat melawan. Hanya rasa sakit dan memar yang mampu dirasakan di sekujur tubuhnya.

"Dan aku beruntung menemukanmu," lanjutnya. Pria berwajah rupawan tersebut melepaskan tangannya dari pipi Irene dengan kasar. Menyisakan rasa sakit pada tulang pipinya.

"Ya, aku mengerti. Kalau kamu menginginkan darahku, silahkan saja." Irene berkata tak acuh. Namun, dalam lubuk hatinya, ia sangat bersyukur. Setidaknya, ia tak berakhir mengenaskan di dalam mulut busuk raksasa.

Pria tersebut menarik sudut bibirnya, membentuk senyum tipis yang samar.

"Aku senang, kamu cepat tanggap." Tatapannya menyorot tajam kearah Irene. Gadis berambut putih tersebut membalas tatapannya. Mereka beradu pandang.

Tiba-tiba, pria itu merogoh sesuatu yang berada dalam jubah gelapnya. Lalu, melemparkannya kepada Irene. Spontan, Irene menangkap benda tersebut.

"Makanlah, kamu pasti lapar kan?" ujarnya. Irene terkejut mengetahui benda yang baru saja di tangkapnya. Sepotong roti gandum yang menggiurkan selera. Sudah beberapa hari, ia hanya memakan daun dan akar pepohonan selama berada di hutan. Ususnya seakan meronta untuk meminta agar ia menyantap roti tersebut. Asam lambung yang terasa membakar, meminta agar sesuatu yang sedikit berat dapat tercerna di dalamnya

"Eh, apa maksudmu?" Irene masih tak percaya.

"Lah? Kamu tidak mengerti apa yang aku ucapkan?" Pria itu menyipitkan pandangannya, membuat matanya terlihat runcing bagai hunusan pedang.

"Bu-bukan begitu. Tapi, apa kamu serius?"

"Tentu saja. Lagi pula, dengan keadaanmu yang begitu payah. Tanpa makanan, hidupmu tak akan bertahan lama," jawabnya.

Kulit putih Irene, kini menampakkan rona merah. Ia merasa malu telah menduga hal yang tidak-tidak pada pria tersebut.

"Terima kasih banyak." Bibir tipisnya melengkung, menampakkan senyum manis yang menggemaskan. Lelaki itu mengangguk sebagai respons. Tanpa pikir panjang, Irene langsung menyantap dengan lahap roti tersebut. Sedikit, tenaganya mulai pulih. Walaupun memar masih berdenyut perih di sekujur tubuhnya.

Pria berkulit pucat tersebut ikut duduk bersandar di samping Irene. Ia memandang gadis itu tajam. Irene yang merasa diperhatikan, akhirnya menoleh. Balas menatap lelaki itu.

"Apa kamu tidak lapar?" Irene memulai. Ia agak tidak enak hati, melihat pria tersebut hanya menatap dirinya yang sedang makan. Tanpa melakukan apapun.

Melihat Irene yang simpatik, pria tersebut memalingkan wajahnya. "Tidak. Aku baik-baik saja."

"Oh ya?"

"Tentu saja. Vampir berdarah murni sepertiku, bila lapar, maka cukup memakan makanan layaknya manusia."

"Loh? Bukannya vampir harusnya minum darah ya?"

"Darah hanya sebagai sumber nutrisi."

"Oh ya, tadi kamu bilang kan, bahwa sulit mencari makanan bernutrisi di dalam hutan ini. Artinya, jumlah manusia disini hampir tidak ada dong?"

"Ya ampun. Mana ada manusia yang hidup disini. Kamu berasal dari mana sih, sampai pengetahuan yang paling umum begitu saja tidak tahu?"

"Aku tinggal di Sibiu, Rumania." Irene mengatakan tempat asalnya.

"Eh, Sibiu? Rumania? Aku tak mengerti. Kawasan manakah itu?" Pria yang tampak berusia tak jauh darinya, tampak bingung dengan perkataan Irene.

"Eh???" Irene sendiri tak mengerti.

Astaga ... sebenarnya aku ini, sekarang sedang berada dimana?

"Kenapa?" Pria itu menatap Irene dengan pandangan aneh.

"Ah, tidak apa-apa. Ingatanku sepertinya bermasalah." Irene tersenyum malu sambil menjitak kepalanya sendiri. Namun, sebenarnya ia benar-benar tak tahu, dimana sekarang ia berada. Atau, justru pria itulah yang tak mengetahui wilayah Sibiu.

"Atau mungkin, kamu tahu sesuatu, dan mencoba menyembunyikannya." Kata-kata tajam keluar dari mulutnya. Pria itu masih menatap Irene.

"Eh, iya. Ya sudahlah. Aku berasal dari sebuah kastil yang didalamnya dikuasai oleh iblis. Aku sepertinya lupa, apa nama tempat itu." Irene menjawab bimbang. Ia masih tak mengerti apa yang terjadi dengan dirinya, dan dengan wilayah di sekitarnya. Satu-satunya tempat yang pernah ia ketahui, hanyalah kastil iblis, tempat semuanya bermula.

Tatapan pria tersebut berubah. Ia tampak terkejut dengan pengakuan yang baru saja diucapkan Irene. Mereka membisu cukup lama.

"Ada apa?"

"Kamu, siswa akademi Scolamaginer kah?" Pria itu melontarkan pertanyaan yang tidak Irene mengerti.

"Scolamaginer?" ulangnya.

"Eh? Oh, jadi begitu. Lupakan saja." Tatapan pria tersebut kembali menjadi tajam tanpa ekspresi seperti semula.

Irene benar-benar tak mengerti. Otaknya tak bisa memahami perilaku maupun kata-kata yang diucapkan pria tersebut.

Sebenarnya, apa maksud semua ini?

**☆**

2 Jan 2021

~Daiyasashi~

Halo! Hari ini, publish 2 kali yup. Sedang, terlalu bersemangat. Mwehehehe ... Oh ya, jangan lupa tinggalkan jejak kalian disini ya! Jadilah pembaca yang aktif dan menghargai karya orang lain >////<

Yosh, dahh (✿^‿^)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro