Buih Ombakpun Tidak Tahu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

#POV Ega

   Buih ombak  berwarna putih tampak meletup kecil dalam keheningan pagi hari, malam tadi suasana ombak benar-benar pasang membuat pasir pantai banyak yang terseret menuju luasnya lautnya yang tak bisa dikira hanya dengan rasio.

   Tampak seekor kepiting kecil berwarna mirip batu hendak bersembunyi dibalik batu karang kecil demi menghindari predator ataupun memang keinginan alaminya, sedangkan bangkai ikan yang tadi sore masih ada,kini hilanglah kabarnya jua.

   Nyiur pohon khas khatulistiwa bergerak meliuk bebas mengikuti melodi angin yang tampak malas untuk mengencangkan terpaannya, buah kelapa yang hijau segar belum juga jatuh ke tanah untuk diminum oleh para manusia yang berada dipantai dengan segala keserakahan mengambil segalanya dari pohon kelapa itu.

   Angin segar khas tepi pantai menerpa beberapa helai rambut yang heran akan kepakan dipagi subuh itu, wajahnya menilik jauh menuju arah sebaliknya dari pantai menuju sebuah lukisan gunung kecil yang merupakan gunung Merapi yang tersohor karena letusan dahsyatnya juga cerita mengenai wedhus gembelnya.

" Kau masih suka melihat gunung itu...? " Ucap seseorang sembari menghembuskan asap rokok yang mengotori udara pantai selatan yang asri.

" Tak terlalu suka, tapi hanya jenuh saja dengan suasana pantai " Jawabnya tak acuh sembari menghisap rokoknya untuk menambah nikotin dalam sel darahnya.

" Ega...., kalau mau bunuh diri jangan soal sepele saja. Setidaknya soal yang penting bukan cuma soal sepele semacam itu. " Nasihat pagi yang lebih mirip sindiran.

" Kau tak pernah akan mengerti.... " Jawab Ega sembari berlalu meninggalkan manusia yang bertanya dan memberi sarapan khotbah pagi.

   Langkah kakinya menebar keraguan akan sesuatu yang mengetarkan abu rokok hingga membuatnya terserak ke pasir pantai, kali ini langkahnya menyusuri pantai dengan sebuah pertanyaan bahkan mungkin berjuta pertanyaan krusial.

  Matanya sayu melihat deburan ombak yang membawa riak juga mungkin berjuta-juta plankton yang bernasib malang seperti dirinya. Tatapan penuh penderitaan yang sebenarnya tak bisa diselesaikan oleh kata-kata mutiara Yory sekalipun.

" Makan asap ini Yory sialan...! " Umpatnya ketika rokoknya ternyata telah mencapai batasnya.

" Asal kau tahu Yory, seorang yang besar mulut seperti dirimu hanya akan masuk kedalam liang kemunafikan...! " Umpatnya lagi namun kali ini sembari menendang butiran pasir yang tak bersalah dan hanya membisu.

  Dalam masalah paling pelik dalam hidupnya, seseorang yang selalu membantunya kini tengah menikmati kenikmatan sungai madu namun dirinya malah tersandung dan masuk dalam lubang penuh kesengsaraan ini.

  Jika orang yang kalian maksud adalah Yory orangnya?, Ya memang dialah orang yang dimaksud Ega, lalu apa masalahnya. Peristiwa itu berlangsung 3 bulan lalu.

# 3 Bulan Lalu

   Disebuah warung es kelapa, dua orang remaja yang tengah berdebat panas mengenai sesuatu hal. Bahkan dinginnya es serta murninya air kelapa tak mampu menghalangi kedua ego bertentangan itu berhadapan membandingkan fakta dan opini masing-masing.

" Mohon maaf aku hanya bisa menemanimu dalam waktu dekat saja. " Ucap Yory sembari melihat mata hitam Ega.

" Tapi kau berkata dulu bahwa kau akan terus bekerja disini....?, Jadi semua itu hanya omong kosong?. " Ega tak percaya dengan apa yang barusan didengarnya.

" Dengar dulu..., waktuku cuma 2 bulan sebelum masuk ke UGM. Sedangkan ujian masuknya tinggal 3 minggu lagi, kau harusnya paham tidak mudah masuk UGM hanya mengandalkan keberuntungan, kita harus mengumpulkan soal-soal bahkan soal TOEFL belum pernah aku baca,bagaimana bila aku tak lulus UGM...? " Terang Yory yang sebenarnya sudah buntu pula pikirannya.

" Kau bisa belajar disini bahkan tinggal disini bila kau niatkan hal itu pada hatimu.... " Usul Ega namun tak ada kelogisan dalam perkataannya.

" Kita disini untuk bekerja bukan untuk menumpang tidur, terlalu berat untuk belajar sembari bekerja dan kau mengharapkan nilai bagus pada ujian sembari bekerja disini. Aku bukan robot sistem. " Jawab Yory sudah mulai agak kesal juga yang kemudian dilegakannya dengan menyeruput es kelapa miliknya sendiri.

" Hanya seorang pengecut yang lari dari medan perang, dan aku rasa kau adalah salah satu dari para pengecut itu. " Tungkas Ega dengan lebih sengit hingga mungkin membuat suasana lebih memanas.

" Seekor ikan tak mungkin bisa memanjat pohon, begitupula seekor monyet tak bisa hidup dalam air... " Balas Yory tak kalah filosofis.

" Aku memang sudah berjanji akan tetap bersamamu, tapi kau sudah dengar tadi taqdir kita tetaplah berbeda. Ku dengar Ayahmu hendak memasukkanmu kedalam kemiliteran namun engkau tak mau dan malah memilih bekerja disini, ku tak pernah tahu alasannya dan mungkin seharusnya memang tidak tahu. " Jawab Yory diakhiri dengan akhir nafas yang melegakan.

" Kau memang tak perlu tahu, bila memang itu yang terbaik maka lakukanlah. Yang aku tak suka darimu adalah pengingkaranmu dengan janjimu sendiri, seolah-olah dunia ini adalah permainanmu hingga kau bersikap sekehendak hati. " Tanya Ega belum juga puas amarahnya.

" Dunia ini hanyalah sandiwara, kenyataannya aku tak pernah mendiktemu dalam mengambil keputusan. Ijinkan ataupun tak kau ijinkan aku akan tetap kuliah disana, bahkan kelurgaku tak setuju untuk kuliah disana namun demi Tuhan. Sesungguhnya sebuah hal besar akan terjadi bila aku berkuliah disana, itu datang dalam mimpi disetiap malam-malam ini. " Ucap Yory sebenarnya tak yakin dengan mimpi yang dialami secara berturut-turut ini.

" Baiklah bila itu keinginanmu.... " Balas Ega sudah buntu pula ataupun jenuh dengan perdebatan menyedihkan ini.

   Ega tak mau lagi mengingat kejadian setelah itu, entah karena apa.....??

# The End of Java
  

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro