Jiwa Serapuh Kertas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


     Ruang perpustakaan masih sepi oleh kerumunan para pencari ilmu yang kehausan karena hal tersebut, ilmu disini bagaikan udara yang dibutuhkan setiap saat melalui selembar buku yang tersemat rangkaian kata dalam beragam bahasa yang dipilih untuk memudahkan pembaca maupun memusingkan seandai bahwa kata tersebut memang harus dibuat sedemikian halnya agar terlihat ilmiah.

  Cuma ada 2 orang yang berada dalam ruangan perpustakaan, ruang perpustakaan tersebut berada di lantai ke 2 dengan luas yang tak terlalu luas dikata orang. Seorang yang pertama adalah seorang penjaga Perpustakaan sedangkan seorang lagi adalah pembaca yang sepertinya memilih ruang ini sekadar untuk ngadem dari udara Jogja yang tak mau kompromi dengan suhu panas ditambah dengan musim panas tanpa hujan membuat debu kian bertambah menyesakkan paru-paru.

    Dengan perlahan Yory membuka pintu, nampak wajah agak canggung terlihat serta tersimbul dari mimik tubuhnya yang malu-malu dengan gerak kaku mendekati meja penjaga perpustakaan yang berumur lanjut namun sepertinya berilmu dalam getirnya kehidupan yang dialami oleh Bangsa maupun individu itu.

  Dengan sedikit berbisik.

“ Bu, ada buku Louis Q Kattsof?, judulnya Pengantar Filsafat?. “ tanya Yory dengan harapan buku tersebut belum dipinjam oleh pengunjung perpustakaan lainnya.

Nampak tak bersemangat seperti biasanya.

‘’ Buku itu sudah dipinjam seminggu yang lalu Yory, mungkin yang meminjam akan telat mengembalikan buku tersebut “ terang bu perpus dengan nama yang tertera dalam bet; Eny S.

Yory agak gugup bertanya.

“ Baiklah Terimakasih, tapi bisakah anda memilihkan buku tentang Manajemen Manusia? “ pancing Yory supaya jelaslah buku apa yang dicari dalam rak berisi ratusan buku.

“ Kusarankan pinjam buku mengenai Filsafat Cina, dalam Filsafat Cina ada bagian mengenai bagaiamana cara berhubungan Anak dan Orang tua,Rakyat dan Raja,Murid kepada Gurunya, rakyat dengan negaranya serta cara berhubungan dengan sesama teman. Memang tak secara eksplisit namun ku yakin secara garis besar sama dengan Manajemen manusia modern.” Tutur ibu penjaga perpus sembari menambah mata kuliah hari itu.

   Yory hanya menganguk pelan setelah mengucapkan terimakasih, kemudian dirinya sendiri beranjak mencari buku tersebut dalam rak-rak buku yang tingginya hampir sama dengan tubuh Yory. Sembari melangkah menemukan apa yang ia cari, diwaktu itupulalah Yory menemukan salah satu buku Filsafat paling fenomenal bagi Yory. Judulnya “ Dunia Sophie “ atau dalam bahasa inggris berjudul “ sophie’s world ‘’  karangan penulis Jostein Gaarder.

  Sekilas ia ingat betul ketika SMA betapa sulitnya mencari Buku tersebut dalam kota kecil asalnya, namun sekarang buku itu benar ada dalam gengaman Yory dan hebatnya lagi buku tersebut adalah koleksi baru perpustakaan yang dimasukkan pagi tadi sebelum Yory masuk kuliah serta dengan bahasa Indonesia.

   Tanpa pikir panjang, Yory memasukkan buku tersebut dalam pinjaman hari ini. Gurat bahagia hatinya tersembul dari senyum malu-malu yang nampak natural tak dibuat sandiwara seperti saat bermain drama ataupun ketoprak.

  Beberapa rak telah terlewati namun buku mengenai Filsafat Cina ternyata belum juga diketemukan wujudnya, Yory semakin meneliti setiap judul,warna, bahkan mungkin huruf Cina akan tetapi nihil juga usaha yang ia lakukan. Memang terkadang akibat pembaca yang tak bertanggungjawab sebuah buku dengan materi Logika misalnya dapat berada di rak milik Metafisika ataupun sebaliknya.

   Yory menghela nafas panjang, nampak pencarian buku ini akan melelahkan sekaligus memusingkan akibat buku tersebut tak berada di tempat semestinya. Buku yang dapat malah buku yang selama 3 tahun dicarinya namun baru sekaranglah buku tersebut menyambut Yory bak perpisahan yang berujung pertemuan dalam Telenovela, tetapi buku tujuaan pertama yaitu  Filsafat Cina seperti bersembunyi dalam lingkaran lubang hitam enggan untuk menunjukkan diri.

   Dengan pasrah sekaligus senang, Yory hanya meminjam satu buku yang diidamkannya semenjak dahulu ketika baru belajar mengenai Aljabar dasar. Kemudian lekaslah Yory menuju meja penjaga perpustakaan untuk meminjam buku mengenai rangkuman filsafat dari awal hingga akhir.

“ Saya hanya menemukan buku impian saya... “ Ucap Yory lirih namun tetap tersenyum.

  Melihat sampul buku kemudian tersenyum ramah.

“ Sampulnya ternyata baru, dahulu sampulnya tak seperti sekarang. “ Kata Penjaga perpus seperti menilik masa lalu melalui sampul buku bergambar gadis kecil itu.

  Yory melihat ekspresi wajah lawan bicaranya yang menguratkan kesedihan.

“ Kau tahu kutu buku seperti saya jarang memiliki seorang teman, bagi saya buku adalah teman saya tetapi dahulu ibu saya tak pernah punya uang untuk membeli buku... “ Ucapnya tercekat.

  Bu perpus menghela nafas panjang.
“ Setiap pagi saya selalu menjual singkong hasil kebun tetangga, dan selalu ketika pulang dari pasar saya tertuju pada sebuah toko buku kecil di belakang pos tukang becak. Namun karena malu tak bisa membeli, yang saya lakukan untuk memenuhi hasrat membaca saya  adalah melalui sobekan koran dari tempat sampah yang biasanya dibuang oleh pembeli makanan nasi pecel yang biasanya alasnya berupa kertas minyak dan bawahnya lagi berupa koran bekas. “. Cerita bu perpus sembari menelan ludah penuh perjuangan pahit.
Yory tertegun kemudian hendak bertanya namun urung dilakukan akibat penerusan cerita.

“ Dari koran bekas itulah, saya mendapatkan ilmu mengenai banyak hal. Hingga suatu hari seorang pemilik toko buku yang melihat saya membaca koran dari tempat sampah menawari saya untuk berkerja di sebuah toko buku kecil dibelakang pos becak, memang itulah toko buku impian saya dan sekarang impian itu terlampui dengan bukan sebagai pengunjung namun sebagai pekerja dalam toko itu. “

“ Kian hari toko buku tersebut mengalami peningkatan dan akhirnya mulai membuka cabang-cabang baru diluar daerah. Karena pemilik toko tersebut sudah percaya penuh dengan saya maka beberapa cabang toko tersebut dikelola oleh saya, hingga akhirnya saya mulai membuka toko buku sendiri dan perpustakaan untuk anak di pedesaan. “ akhir cerita itu berakhir bahagia.

Yory senang dengan cerita itu,kemudian bertanya

“ Lalu bagaimana ibu bisa jadi penjaga perpus disini. “ Tanya Yory sekedar mencari tahu.

Bu perpus kembali tersenyum ramah.

“ Ohh, kalau yang itu rahasia. “ Ucapnya sembari tertawa kecil.

“ ini bukunya, batasnya seminggu kalau mau perpanjang juga tak apa “ Tambahnya sembari memberi buku itu kepada Yory.

“ Terimakasih... “ Balas Yory kemudian berlalu hendak meninggalkan perpustakaan Filsafat.

   Yory hanya menghela nafas panjang, tapi sebuah pertanyaaan besar kembali muncul, benarkah manusia itu sebetulnya dirancang untuk kuat menghadapi cobaan?,  dan benarkah tanpa seorang teman apapun itu manusia bukanlah manusia sesungguhnya?

# The End of Java

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro