Impian Manusia

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

   pohon rindang yang nampak tak terlalu besar untuk diberi nama beringin tersebut mulai diterpa oleh angin sepoi-sepoi yang hilir mudik menerjang halus kemudian berganti grup sepoi yang lainnya.

  Rambut Yory mulai dibelai mesra oleh angin yang sedari tadi hilir mudik nampak bingung, beberapa daun jati yang jatuh menghasilkan suara khas gemerisik bak musim gugur di Eropa. Dengan senang Yory mulai memakan batagor pemberian dari Via, kemudian dengan helaan nafas lembut Yory berusaha berucap sesuatu setelah ditelannya makanan dalam mulut kecilnya.

" Kau tahu Via?, Sebenarnya aku agak kecewa masuk ke Filsafat. " ucap Yory sembari melihat daun yang terseok angin kemudian bertambahlah jumlah daun yang jatuh akibat angin itu serasa kegelisahan Yory yang tergambar pada alam melalui daun jatuh.

" Aku kira semua ini adalah Takdir Yory, jalanin aja ntar kamu juga pasti akan ngerti maksud Tuhan, tentang mengapa Dia memilih Filsafat dalam hidup kamu. " Kata Via dengan bijaknya sembari merasa teka-teki Tuhan hanya bisa dijawab oleh waktu.

" Rasa penyesalan juga selalu ada, bahkan terkadang aku hampir menyerah menghadapinya. Tapi aku selalu yakin tapi kadang suatu ketika aku ragu. " Curhat Yory seakan tertumpahlah semua keluh kesahnya selama ini dengan saksi Via dan pohon beringin mini.

" Kau itu manusia Yory, dan wajar kalau kau merasakannya. Aku juga merasakan apa yang kamu rasain, tapi yang jelas jalanin aja dulu, ntar kamu bakal terbiasa bahkan membiasakan diri dengan hal yang tak kamu senengin. " Ucap Via yang sebenarnya merasakan perasaan yang jauh lebih dalam daripada Yory, namun mungkin karena tempaan hidup dirinya menjadi lebih kuat daripada apa yang orang ketahui tentang dirinya.

" Kau tahu Via, 20 jilid tentang Sejarah dunia telah aku kuasai dalam waktu 3 tahun di SMA. Bahkan aku hafal koma,titik,tanda tanyanya jika kau mau membuktikan pengetahuanku mengenai Sejarah dalam buku itu. Tapi kalau saja aku tahu akan masuk Filsafat, harusnya aku belajar buku Karl Marx,Louis Q Kattsof, atau Mungkin Immanuel Kant. Tapi nasi sudah jadi bubur sekarang...." dengan nada kecewa Yory mengela nafas panjang lagipula tak ada hal yang bisa dia lakukan sekarang.

   Via hanya tersenyum seperti biasa, dia mulai memandang langit yang nampak biru. Nampak sebuah pesawat terlihat melintas kemudian menghilang dari sudut pandangan mereka namun bunyinya masih terdengar.

" Aku akan menjawab keluh kesahmu nanti, tapi pernahkah kau berfikir mengapa langit tidak pernah berniat menjadi laut?. Padahal warnanya hampir sama dengan laut?. Seandainya saja langit punya mulut mungkinkah dia akan berkata menyerah menjadi langit dan merasa menjadi laut lebih baik?. " Tanya Via dengan senyum masih mengembang dibibir khas melayu dengan mata menatap kepada Yory yang bingung dengan jawabannya.

" Mungkin saja Via, tapi bukankah harapan itu tidak akan pernah berhenti, selamanya bukankah begitu...?. " Tanya Yory agak paham namun belum membuat kesimpulan.

" Baiklah aku tak akan menghalangimu masuk prodi Sejarah, tapi bila itu yang kau lakukan, bukankah waktu 1 tahun akan terbuang sia-sia di Filsafat?. " Jawab Via dengan tatapan mengamati daun yang berserakan didepan mereka sembari membayangkan perpisahan dengan Yory.

  Yory bimbang menentukan pilihannya, jika ia masuk ke Sejarah maka waktu 1 tahun akan terbuang sia-sia. Dan mungkin takkan pernah bertemu Via kembali, Yory harus membuat keputusan...

" Mungkin kau ada benarnya juga, jalani saja dulu baru setelah dirimu mendapat jalan buntu maka berbaliklah atau mungkin dirimu  bisa menghancurkan dinding buntu tersebut. " Ucap Yory sembari berdiri dari lamunan kecewa yang telah berubah menjadi sosok optimis.

  Via tergerak untuk mengikuti gerak Yory untuk berdiri, dia yakin suatu saat nanti Yory akan menjadi sosok sentral dalam merubah paradigma Indonesia melalui Filsafat dengan jiwa Pancasila dalam benaknya.

" Via terimakasih atas kata-katamu, aku bukan hanya akan menjadi langit. Tetapi lebih besar dari itu dengan menjadi luar angkasa, walaupun hitam warnanya tapi itulah yang namanya optimis. " Kata Yory yang sebenarnya tak dimengerti oleh Via ataupun ahli bahasa lainnya.

" Emm ngomong-ngomong,aku mau bicara jujur. Bahwa Batagormu keasinan jadi kau membawa air minum....?. " Ucap Yory masih merasakan asin dalam mulutnya akibat makan batagor pemberian Via.

" Sayangnya aku tak membawa air minum. " Jawab Via singkat saja kemudian berlalu meninggalkan Yory sendirian namun kemudian dikejar oleh Yory.

" Maksudnya..., jadi dikerjain nih ceritanya...., mana air minumnya atau aku akan mengidap penyakit amandel... " geram Yory setelah dia mengetahui bahwa dirinya dikerjai oleh Via sembari merasakan asin yang teramat sangat pada lidahnya.

   Via yang akhirnya terdesak ataupun rasa kasihan kemudian memberikan sebuah botol minuman kepada Yory, dengan cepat bak baru pulang dari padang pasir kemudian menemukan oase. Yory meminum air tersebut guna menghilangkan rasa asin dalam mulutnya, namun....

" Air apa ini....?, Kok rasanya pahit banget...?." Ucap Yory setelah memuntahkan beberapa tetes air yang belum masuk kedalam lambungnya.

" Kau bilang air kan?, Jadi ku beri aja air rebusan Brotowali untuk jamu jadi dengan kamu minum air itu maka kamu akan sehat walafiat. " Ucap Via kemudian berlari untuk menghilang dari hadapan Yory.

  Yory mencari sosok Via dalam pandangan matanya, namun dia tak berjumpa lagi dengan Via yang menghilang dari hadapan Yory. Dan sebuah rahasia besar terungkap.

" Asinnya garam tak akan terlalu asin sebab itu makananku sehari-hari dulu, dan pahitnya Brotowali tak pahit sebab itu minuman masa kecilku dulu..." Ucap Yory sembari tersenyum penuh kemenangan...

Words :835
Waktu penulisan : 47 menit
Tempat penulisan : Wonosobo

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro