Meet

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


    Yory merasa bahwa pengangkatan dirinya sebagai seorang ketua adalah absurd, bahkan dia baru 2 kali hadir dalam kegiatan tersebut. Terkecuali mungkin pembina ekstrakulikuler melihat buku pertama yang dikarang oleh Yory mengenai pergeseran lempeng pasifik, yang ia buat saat masih duduk dibangku sekolah SMA di Wonosobo.

    Dalam bukunya tersebut, Yory mengemukakan bahwa lempeng bumi dapat dideteksi bila gerak lapisan lava di bawah tanah dapat diprediksi mengunakan sinar Alfa dan sinar Gamma, tetapi unsur pergeseran lempeng dalam bentuk kejadian gempa harus pula ditinjau dari sisi historis maupun unsur geografis tanah diatas lava dengan tetap memperhatikan bidang geser tiap tahun secara konstan akantetapi....

   Ahhh.... pupus sudah harapannya untuk berlibur di gumuk pasir Parangtritis,  ataupun berjalan-jalan santai menikmati suasana malam daerah Malioboro sembari melihat nyanyian murung para pengamen yang berkeringat kontras dengan suasana malam yang dingin. Namun Yory bukanlah manusia yang tidak bertanggung jawab dengan  meninggalkan kewajibannya menjadi ketua untuk pembuatan alat pendeteksi gempa walaupun itu masih bentuk prototype.

   Yory yakin para manusia yang akan ia temui pastilah orang-orang cerdas pilihan dari seluruh penjuru Nusantara, dan seperti menjadi tradisi yang tidak tertulis. Mengapa ketuanya harus dari Fakultas Filsafat?, bukankah Filsafat hanya pintar dalam omong kosong yang membuat orang tidak terpelajar menjadi tuli dibuatnya atau pemikiran Filsafat yang bahkan sekelas pemikiran Doktor dari Fakultas lain menjadi antipati bagi umum?.

   Yang pasti Yory harus datang besok ke Grha Sabha Permana untuk bertemu para manusia hyper intelegent yang membuat manusia sekelas teman-temannya di Wonosobo tergeleng-geleng kepalanya menyaksikan bagaimana manusia memaksimalkan otaknya kedalam Abad 22. Dan hebatnya Yory berada dalam kumpulan itu dan lebih menjadi hebatnya lagi dia menjadi ketua dari penelitian tersebut.

  Namun apa yang harus ia lakukan sekarang?, Yory memutuskan untuk pergi keperpustakan Filsafat. Namun timbul pertanyaan lagi, bukankah ia akan membuat alat pendeteksi gempa namun kenapa ia malah ke perpustakaan Filsafat, bukankah ia harus datang seyogyanya ke perpustakaan geografi,fisika,teknik ataupun mungkin ekonomi....?.

   Yory hanya tersenyum dalam hati, terlalu rumit pemikiran tersebut bila dijadikan kata-kata ketika menyangkut jutaan proses kimia dalam otak seberat 1,5Kg itu dengan sinaps melebihi berjutaan milyaran yang membentuk sebuah definisi dalam gambaran pemikiran. Namun bila Manusia tidak berfikir maka sesungguhnya ia tidaklah ada ( I live because i thingking~ Rene Descartes).

   Dengan langkah kecil yang tak dicepatkan sampailah ia didepan pintu masuk perpustakaan Fakultas Filsafat, Namun sesosok wanita dengan hijab berwarna abu-abu datang menyapa dari kepergiaannya dari arah kantin sembari menebar senyum khas melayu.

“ Yory, mau masuk...? “ tanyanya sembari mempersilahkan masuk.

“ ya begitulah, aku harus berbicara dengan ibu penjaga perpus “ jawab Yory masih dengan sekelumit permasalahan yang berada dalam alam sadar.

“ kau mau makan Batagor?, kebetulan tadi di kos aku buat untuk makan siang tapi tadikan aku malah ditraktir temen makan di kantin jadi aku kekenyangan sekarang “ jelasnya sembari mengeluarkan  wadah bekal makanan dengan bau aroma sambal kacang yang menyengat hidung sebagai tanda rasa gurih dalam Batagor mungkin akan lumer dalam mulut.

“ emmm...., sebenarnya tadi aku sudah makan roti jadi... “ ucap Yory sembari berfikir untuk menerima ataukah menolak?.

“ jadi pemberianku ditolak gitu...? “ jawabnya nampak tak bahagia dengan pernyataan serta jawaban Yory.

“ mungkin kau bisa makan untuk sore hari atau malam hari, jadi batagor itu gak akan terbuang sia-sia “ ucap Yory dipenuhi oleh logika praktis kelas bawah.

“ pegang ini... “ ucap gadis melayu bernama Via itu sembari memaksa Yory untuk memegang wadah bekal berwarna biru sebagai tutupnya sedangkan bagian isinya berwarna kuning.

“ aku membuatnya untukmu, dan kau malah menolaknya dengan alasan konyol telah makan roti... “ geram Via sembari berjalan mendekati Yory yang merasa bahwa dirinya kini telah terancam.

“ kau lihat Yory..., bila kau tak mau makan makanan yang ku buat ini karena rasanya tak enak bilang saja? Atau mungkin kau mau makan yang ada racunnya? “ tantang Via semakin berani untuk mendekati Yory yang tak tahu akan melakukan perbuatan apa? lantas menuju tembok.

“ baiklah aku makan sekarang... “ jawab Yory setelah merasa dirinya terintimidasi oleh wanita yang ternyata berjiwa preman ini.

    Dengan perasan yang terbilang aneh, Yory akhirnya memutuskan untuk makan makanan tersebut, dengan tergesa-gesa Yory membuka tutup wadah bekal makanan tersebut dan hendak makan makanan tersebut mengunakan tangan.

“ jaga etikamu, makan batagor itu dimana-mana gak ada yang pakai tangan “ cegah Via sembari mengeluarkan sendok dari dalam tas kecil miliknya.

“ hehe... terimakasih, lebih baik makannya sembari duduk di bawah pohon rindang itu,tak etis bila makan sembari berdiri begini “ ajak Yory kini rasa takutnya entah kenapa menjadi hilang sirna tak berbekas.

   Via hanya menghela nafas sembari menerima ajakan Yory untuk makan dibawah pohon rindang bernama pohon beringin kecil, ia berjalan tak lama kemudian sampailah kepada pohon itu.

Words : 767
Waktu penulisan : 34 Menit
Tempat penulisan : Grha Sabha Permana

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro