Pengajuan Ketua

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Gunung Sumbing masih saja tertutup oleh kabut putih yang bercorak tipis-tipis, diterpa oleh sinar matahari yang baru saja muncul belum cukup untuk menghangatkan burung Emprit yang telah siap dengan sarapan padi menguning milik para petani...

Beberapa sawah milik para petani disepanjang jalan menuju Temanggung mulai ditanami oleh tembakau bergantian dengan padi yang telah habis dipanen oleh sang pemilik dengan rasa syukur yang teramat sangat.

Dibalik kerimbunan pohon disepanjang jalan yang kontras dengan bau mesin bobrok dari bis lama antar kota, samar terlihat seorang anak melamun memandangi keanggunan tempat kelahirannya di lereng Gunung Sumbing yang terlihat masih enggan untuk cerah sesuai matahari yang menyambut dunia.

Dalam batas kaca bis antar kota yang samar terlihat kotor tak pernah dicuci ataupun dicuci namun kotor lagi, Yory dengan jas universitasnya duduk hampir kaku dengan earphone tersumbat diantara liang saluran telinga.

Rambutnya habis dipangkas bak potongan rambut seorang tentara, wajahnya menghitam khas para petani didesa, semua pakaiannya kebesaran tak sesuai dengan ukuran tubuhnya yang kurus dengan balutan daging tipis disetiap otot yang menyembul keluar dari kulit tipis.

Namun disebelahnya seorang remaja sebaya Yory juga hampir tertidur, kalau bukan karena jalan yang tak rata dengan lubang kecil yang membuat bis antar kota tersebut menjadi sarana yang tak nyaman untuk beristirahat pastilah remaja pria berambut lurus hampir menutupi telinganya itu telah molor setelah 5 menit keberangkatan dari terminal Mendolo Wonosobo.

" Kau jangan muntah...., ini baru separuh perjalanan menuju kota Yogyakarta " ucap Yory agak tak terdengar akibat mesin bis yang bising.

Remaja disebelah Yory tak acuh dengan sindiran yang sebenarnya lelucon, akan tetapi semakin membuat mood remaja tersebut kembali semu seperti semula.

" Ega, kau pernah naik ke Gunung Sumbing ?. " Pertanyaan yang lebih mirip sebuah ambiguitas.

Remaja seperantara Yory tersebut tampak mulai tertarik dengan pembicaraan ini,namun ketika seorang penumpang lain didepan mereka tengah merokok dengan bau yang membuat muntah, maka Mood Ega menjadi seperti tadi lagi. Ia kemudian hanya menganguk pelan, Yory sebenarnya kesal namun lantaran orang didepan tempat duduk mereka adalah orang yang sudah sepuh diurungkanlah niat untuk menegur sekaligus beradu emosi dengan pria tersebut.

Bis antar kota tersebut semakin kencang dinamakan ugal-ugalan dalam bahasa kasarnya,menyalip 3 mobil berukuran truk pasirpun dilakukan untuk mencapai target waktu. Memang bis ini dirancang tepat waktu sampai ke Terminal tujuaan, kadang ada penumpang yang jatuh ketika sedang turun dari bis lantaran bis tersebut ternyata masih juga berjalan ketika penumpang turun.

Tetapi karena efisiensi waktu serta ongkos kendaraan yang lebih murah, membuat bis tersebut tetap saja ramai penuh oleh penumpang termasuk Yory dan Ega.

Tanpa dinyana oleh siapapun,Tanah disekitar kami bergetar dengan kencang, beberapa tiang listrik tampak menari-menari mengikuti irama gempa yang terus menyerang tanpa henti. Teriakan pujian kepada Allah dilantunkan dengan penuh kepasrahan ataupun ketakutan akan mati.

" Allahhu Akbar....!!, Allahhu Akbar....!!,Allahhu Akbar....!!! " Teriak ratusan ribu manusia yang pasrah akan nasibnya yang bergulat dengan kematian,tiba-tiba sebuah pohon besar menimpa bis, darah manusia kemudian muncrat keluar dari sela-sela jendela yang pecah. Manusia dan bis itu mengeluarkan bau khasnya masing-masing.

" Nak Yory ayo bangun,nanti terlambat lagi lhoo...Teman-temanmu sudah berangkat dari tadi lhoo... " teriak ibu kost sembari mengetuk pintu kost lantaran curiga mengapa anak bernama Yory itu tak keluar kamar padahal hari sudah mulai siang.

" Maaf bu, aku kesiangan lagi... " jawab Yory sembari membuka pintu untuk mengabarkan alasannya terlambat kuliah.

" Makanya jangan bergadang membuat tulisan di cerita yang tidak jelas itu, nanti saya dimarahi ibu kamu kalau kamu sering terlambat datang kuliah. " Kultum pagi ibu kost bernama ibu Sri tersebut segera membuatku malu bahwa aku benar-benar tidak siap untuk mandiri.

" Maaf bu, saya janji tak akan terlambat lagi, tolong jangan laporkan pada ibu saya " Yory memohon sembari melihat waktu kurang 5 menit lagi sebelum waktu kuliah berakhir.

Bu Sri langsung pergi tanpa menjawab permintaan maaf dari Yory, lantaran baginya masih banyak urusan pekerjaan lain yang lebih penting untuk dikerjakan.

Dengan tergesa-gesa tanpa cuci muka apalagi mandi, Yory segera memasukan buku catatan yang sudah rusak kedalam tas. Tak berapa lama ia menutup pintu kamar kos kemudian berlari.

Ia berlari seakan seekor anjing tengah mengejarnya ataupun ia sekarang tengah ditunggu oleh seorang presiden untuk menetapkan hukuman mati baginya. Nafasnya terengah-engah,keringat sehabis tidur belum juga hilang namun ditambah dengan keringat berbalut semangat mengejar waktu maka semakin saja bau kecut kembali diperkuat diantara mata yang dimanjakan oleh tidur dan disiksa oleh bergadang.

Gedung tinggi fakultasnya semakin dekat, ataupun mungkin ia yang berlari mendekat ke gedung itu. 15 menit kemudian ia sudah sampai ke Fakultas Filsafat Universitas GadjahMada.

Gedung itu terbagi atas 3 bangunan besar, tiap bangunan memiliki lantai dari 4 sampai lima lantai. Untuk pemalas semacam Yory disediakan lift yang tersedia untuk para mahasiswa, namun karena saking bingungnya. Yory tidak memakai lift melainkan tangga, ia berharap dosen Killer itu belum sampai keruangan 301.

Dengan nafas memburu, lekas ia masuk kelas melewati 3 buah tangga yang akan mengantarkannya menuju ruang bernomor 301. Namun setelah 3 tangga berhasil dilampui oleh semangat ketakutan akan keterlambatan, Yory bertemu dengan seorang teman yang hendak menuju kantin.

" Hei terlambat lagi kau Yory...? " tanya seorang gadis berkulit langsat dengan pipi yang chubby.

" Ehh iya Via, lhoo... kenapa kamu keluar kelas...? " Tanya Yory agak malu karena sebenarnya gadis cantik dari Bengkulu itu sejak pandangan pertama selalu nampak dalam ingatan bahkan mimpi indahnya.

" Kamu lupa ya?, Kan dosen killer kita itu sedang ke Jerman untuk kuliah S3? " Jawab Via sembari membenarkan jilbabnya yang sebenarnya tak bermasalah namun mungkin ia grogi bertemu dengan Yory yang sebenarnya membantu dirinya ketika berada di Bandara Adi sudjipto Yogyakarta, namun karena Yory pelupa maka ia tak ingat bahwa wanita inilah yang ditolongnya waktu itu.

" Jadinya ada tugas doang deh..., sebenarnya aku mau ajak kamu kekantin tapi kamu dicariin sama si Tedy tuh..., katanya mau ngomong serius sama kamu.... Hayoo mau ngomongi apa hayoo....?? " Ucap Via sembari tersenyum melihat kegaguaan Yory yang terlihat polos.

" Yaudah aku mau ke kantin dulu, soal tugasnya bisa dilihat di Grup kelas di WA ataupun Line, yaudah gitu aja Byee.... " ucap Via sembari berjalan menuruni tangga dengan sedikit grogi karena dipandangi oleh Yory sebelum bayangannya hilang dari pandangan Yory.

" Ya ampun, untung si Ega gak ada disini...., kalau disini bisa-bisa playboy itu bisa menikungku " ucap Yory dalam hati sembari tersenyum kecil dan berbalik mencari seorang temannya bernama Tedy.

Namun tak berapa lama sosok yang dicari oleh Yory muncul dari area pribadi bernama Toilet. Tedy namanya dengan kacamata tebal menunjukan minus mata,beserta kumpulan jerawat khas anak kutu buku yang No life membuatnya mudah dicari bahkan diantara kerumunan para wisatawan Malioboro, ia merupakan salah satu kakak tingkat yang juga ikut dalam Ekstrakuliluler Mahasiswa bernama UPII ( Unit Penalaran Interprestasi Ilmiah ).

" Ada apa kau mencariku...? " Tanya Yory menunjukan keseriusan terhadap pembicaraan yang akan berlangsung.

" Sebenarnya..., kau sudah di voting menjadi ketua unit penelitian UGM... " jawabnya juga serius.

Yory tak tahu menahun soal hal tersebut, memang ia ikut dalam unit penelitian tetapi ia tergolong baru masuk kedalam Unit penalaran Ilmiah tersebut.

" Maksudku bukan ketua Unit Penalaran Ilmiah, tetapi proyek yang akan dilaksanakan. Anggap saja sebagai ketua proyek " terang Tedy menjelaskan kesalahpahaman Yory.

" Ohh proyek apa....? " Tanya Yory agak antusias.

" Proyek pembuatan mesin pendeteksi gempa... " jelas Tedy langsung pada intinya.

" Besok jam 5 sore temui anggotamu di Grha Sabha Permana, mereka adalah orang-orang terpilih dari Universitas GadjahMada". Ucap Tedy sembari berlalu pergi menuju suatu tempat Dekan berada dilantai 5.

Yory bingung sekaligus senang, namun bisakah ia menjadi pemimpin sebuah proyek super rumit ini?. Entahlah bahkan semuanya masih tak percaya dan mungkin ribuan pertanyaan tak akan dijawab hanya dengan seuntai kata.

# THE END OF JAVA

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro