[13] : Dari Nasa

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

• The 'J' Siblings •

•~~•

Jadi alien itu ada atau nggak?

—Jibran bukan Gibran—

P—Calon pegawai Nasa

—Jibran Shailendra—

•~~•

—Jibran sedang menyandarkan tubuhnya manja di bahu ibu yang terlihat fokus memetiki ujung sayur touge untuk ia masak nanti sebagai santapan makan malam.

Anak itu beberapa kali menatap lekat wajah ibunya dan beralih untuk menatap langit biru sebab saat ini mereka berdua sedang berada di teras dapur yang menghadap langsung kepada pekarangan disamping rumah mereka.

"Apa sih de, liatin mulu ibu"

"Ibu Cantik"

"Mending bantu ibu petikin ini liat kaya gini"

"Gak mau, takut bisa"

"Kok gitu?"

"Nanti kalau Jibran bisa petikin, ibu nyuruh Jibran terus!"

Ibu tertawa ringan kala mendengar jawaban dari anaknya itu.

"Mau tiduran? Ambil bantal gih"

Jibran mengangguk dan dengan secepat kilat berlari untuk mengambil sebuah bantal yang kemudian di taruh di atas paha ibunya.

Anak itu memiringkan tubuhnya sebelum menaruh kepalanya di pangkuan ibu.

"Bu"

"Apa dek?"

"Kira-kira apa yang lagi di obrolin sama tanaman cengek di sebelah tanaman anggrek punya ibu itu?"

"Uhmmm..kalau menurut kamu gimana?"

"Anggrek pasti iri"

"Kenapa?"

"Walaupun cantik, tapi cuman benalu"

Ibu hanya mengganggukan kepalanya sebagai respon.

"Cabe juga iri karena bunganya anggrek lebih cantik"

"Sama kaya manusia ya dek?"

"Iya, sama kaya manusia—"Ibu tau gak?"

"Apa?"

"Kalau alien itu nyata"

"Hah?"

"Kemarin Nasa nemuin mayat alien"

"Terus gimana? Diapain?"

"Dipajang"

"Masa di pajang doang de"

"Nasa gak mau coba cari informasi lebih banyak lagi soal alien gitu? Bikin roket anti black hole"

"Tugas mereka kan banyak, banyak hal yang perlu di teliti, gak cuman alien doang"

"Iya sih, Ade mau kerja di Nasa aja deh ntar"

"Iya amiin, Do'a ibu selalu untuk Ade"

Jibran hanya terdiam seraya menikmati sapuan angin lembut di sore hari ini.

Harum rumah yang begitu khas, suara petikan sayur yang sedang dilakukan oleh ibu, serta sedikit suara remang-remang dari lagu yang di setel oleh Nathan dari kamarnya menjadikan suasan ternyaman yang tak ingin Jibran lewatkan sedetik pun.

Sedikitnya Jibran merasa khawatir tentang tumbuhnya ia menjadi dewasa, suasana rumah tetap sama namun juga agak berbeda.

Arggh!!—Jibran tidak bisa mendeskripsikannya.

"Bu?"

"Iya sayang?"

"Kalau nanti Jibran gak jadi apa-apa gimana Bu?" Raut wajah Jibran berubah, jemarinya berkali-kali mengetuk lantai dengan pelan.

"Loh kok bicara gitu?"

"Aku gak kaya abang-abang—Jibran gak bisa apa-apa"

"Hushhh! semua kan berproses sayang, kamu pun begitu—sama kaya tanaman untuk bisa dapet buah atau bunga apa yang harus dilakukan?"

"Dipupuki terus disiram—oh, dapat sinar matahari juga"

"Betul, terus apa yang kamu khawatirkan? Toh, pada akhirnya semua tanaman bakalan berbunga dan berbuah kalau udah dipupuki dan disiram"

"Proses Jibran terlalu lamban kan bu? Jibran tertinggal jauh banget"

"Nggak sayang—"

"—Banyak yang selalu bandingin Jibran"

Ibu kini terdiam mendengarkan dengan seksama keluh kesah yang sedang mengombang-ambing isi kepala Jibran.

"Jibran tau kok Bu, Jibran gak sepintar ketiga abang-abang yang lain, candaan soal kopi itu ada benernya Bu, Jibran cuman ampas"

"Ya ampun Jie"

"Bener Bu, aku pikir emang bener banget, semua kelebihan yang mereka punya, jibran gak punya"

"..."

"Aku cape mengejar ketertinggalanku bu"

Ibu masih terdiam seraya memperhatikan anak bungsunya dengan seksama.

Benar, Jibran telah beranjak dewasa, jauhh lebih cepat dari yang ibu bayangkan.

"Dek, dengar ibu—semua orang pasti punya kelebihan"

"..."

"Semua itu ada fasenya dek, jadi gak perlu buru-buru, lewati segalanya sesuai dengan fasenya, ade gak terlambat kok"

"..."

"Walaupun nanti ade belum bisa jadi apa-apa, ade tetap anak ibu yang bakalan selalu ibu banggakan"

Jibran tersenyum kecil, sedikitnya merasa tersipu sekaligus terharu, kata-kata lembut ibu selalu membuatnya merasa disayangi seluruh dunia.

"Jibran tetep jadi anak Ibu?"

Ibu tersenyum sebelum mengecup pucuk hidung dan dahi Jibran dengan penuh kasih sayang.

"Selalu menjadi anak kebanggaan ibu"

•~~•

Teletubies (4)

- Bang Nathan Budak Korporat
Diberitahukan kepada
seluruh personel teletubies
untuk segera memberitahu Jibran
Menghampiri saya
di kamarnya Jai
sekian

Best Regrads
Nathan Ganteng

- Bang Jejen Beruk Asia
Jejen lagi di indomaret
ada yang mau pesen sabun switzal?

-Jie.Bran
Otiwi
Mau pesen es kiko

-Bang Jai Penyelamat Hidupku
Kenapa?!
Harus dikamar gue?!

-Bang Nathan Budak Korporat
Komisi nih Komisi

-Bang Jai Penyelamat Hidupku
Pake aja yang lama gapapa 🙏

-Bang Nathan Budak Korporat

-Jie.Bran
Dih?! Kok ganteng sih? Ganti!

-Bang Jejen Beruk Asia

-Bang Nathan Budak Korporat

Ihhh lucunya adikku iniii

-Jie.Bran

-Bang Nathan Budak Korporat
Emang Bangke 😊

-Bang Jai Penyelamat Hidupku

-Bang Nathan Budak Korporat

Bang Jejen left group

Jie.Bran left group

-Bang Nathan Budak Korporat
Ampun i 🙏

•~~•

"Ada apa sih bang?" Jibran mengernyitkan dahinya.

Nampak sebal dengan penampakan Nathan yang sedang menghadap jendela seraya menggaruk pantatnya sebelum kemudia laki-laki itu sodorkan jarinya ke arah Jibran.

"JOROK BANGET HERAN!!!"

"Ada yang perlu gue omongin, Urgent banget soalnya"

Jibran menarik nafasnya dalam sebelun menghembuskannya dengan keras.

"Jangan bilang Bang Nathan cuman mau ngasih tau kalau kucing anggora yang depan rumah itu kawin beneran sama si John"

Nathan tercengang "Itu lebih urgent sih, tapi bukan"

"Ya terus?"

"Gini Ji—" Nathan merangkul tubuh kecil Jibran dalam kungkungannya yang sedikitnya membuat Jibran takut "Beliin Cilor"

"Ah elah!"

"Ckk..disuruh sama abang gitu banget!"

"Lagian abang tuh punya kaki! Kek onta pula berbulu kenapa masih nyuruh Jibran!"

"Yaaaa soalnya gue mau ngasih Hot Weels edisi terbaru"

"You're cocot gak usah Bullshit!"

"Sejak kapan gue suka bullshit?"

"Perlu?"

"Apa?"

Jibran mendengus sebal sebelum mengelurkan ponselnya dari saku celana training SMP yang pada saat ini terlihat sudah cukup dibandingkan saat ia dulu bersekolah, sebab seragam olahranya di design untuk cukup selama 3 tahun.

"TERTANGGAL 13 MARET BANG NATHAN JANJI BELIIN ES KIKO 5 PACK TAPI MALAH JANJIAN SAMA BAPA BUAT MANDIIN JOHN!

TETANGGAL 01 APRIL BANG NATHAN JANJI BELIIN PIZZA ONE AND ONLY UNTUK JIBRAN TAPI MALAH DISURUH BAGI-BAGI SAMA BANG JEJEN

TERTANGGAL 21 MEI BANG NATHAN JANJI BELIIN HOT WEELS TAPI KELUPAAN KARENA ASIK GODAIN TETEH-TETEH SALES

TERTANGGAL 05 JUN—"

"OK IYA STOP!!!BUSET DAH—" Telinga Nathan panas rasanya "—Begini adikku tercinta—"

"—Diem bang! Aku kesel!"

Gemes sekali pengen uyel-uyel sampe nangis— Kurang lebih begitu pikiran Nathan ketika melihat adik bungsunya itu merajuk.

"Yaudah kalau gak mau gue beli sendiri aja"

"Yaudah mana?!"

"Katanya gak mauuuuuu"

"Ck..."

"Iya-iyaaaa, nih uangnya—sisanya buat lo"

"Makasih!!" Ketus Jibran seraya berlalu pergi meninggalkan Nathan yang dibuat gemas olehnya.

•~~•

"Mau kemana?"

Jibran masih misuh-misuh dengan mengumpati kakak sulungnya itu sebelum teralihkan kepada suara Jai yang sedang berada di dalam mobil.

"Beli cilor!"

"Abang anter ya"

"Gak usah!"

"Abang mau sekalian beli sesuatu juga—temenin abang"

Jibran luluh tentu saja, bujukan Jai memang selalu berhasil padanya, dengan segera anak itu pergi untuk duduk di samping Jai.

"Kenapa muka kamu jelek banget gitu"

"Tanya 'Abangnya' Bang Jai aja sana!"

Jai terkekeh sebelum kemudian menjalankan mobilnya keluar dari pekarangan rumah dan melewati jalanan komplek tempat mereka tinggal.

"Mau choki-choki?"

"Mau"

"Ambil di belakang"

Jai masih fokus menyetir kala Jibran menyedot habis 3 stick coklat yang Jai tunjukan.

Sebuah berita membanggakan dari dua orang anak kebanggaan negara yang berhasil menjuarai olimpiade matematika di Jepang bergema dari radio yang sengaja Jai nyalakan di dalam mobil.

Kepulangan kedua anak itu disambut dengan gembira oleh banyak orang bahkan pimpinan negara pun turut andil dalam penjemputan kedua anak ini.

"Andai Jibran sepintar itu ya Bang—pasti keren banget"

"Ya belajar"

"Tapi kalau Jibran boro-boro bisa ikut olimpiade—Ujian Jibran aja masih sering remedial"

"Mungkin itu memang bukan bidang kamu Jie"

"Aku gak punya bidang apa-apa"

Jai mengalihkan pandangannya sejenak untuk melihat ke arah adiknya itu.

"Pasti ada, kamu cuman belum menemukannya aja"

"Itu dia Bang, abang denger kan berita tadi? Umur mereka bahkan lebih muda dari Jibran, tapi mereka keren banget, cuman denger beritanya aja semua orang pasti tau kalau masa depan mereka pasti cerah banget"

"..."

"Tapi masa depan Jibran muram"

Jai sedikit tertawa "Waktu kamu masih panjang kok, pasti bakalan ada kesempatan untuk kamu biar bisa bersinar"

"Tapi gak akan seterang abang"

Kali ini Jai terhenyak mendengarkan dengan seksama ucapan adik bungsunya ini.

"Menyebalkan aja rasanya—ketika kamu dikelilingi orang luar biasa tapi kamu biasa-biasa aja"

"De, kamu cuman belum menemukan jati diri kamu aja"

"Aku cuman pengen jadi alien bang"

"..."

"Terus muncul depan Nasa biar jadi bahan penelitan"

Dahi Jai berkerut kebingungan.

"Seenggaknya dengan itu kan aku ada manfaatnya"

•~~•

ToBeContinue

•~~•

• The 'J' Siblings ●

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro