[18] : Putus?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

• The 'J' Siblings •

•~~•

"Why would i come back to you
If you dont need me too
I'll be losing you"

—Raissa Anggiani ‐ Losing Us—

•~~•

"Jeann!!"

Jejen masih terus melangkahkan kakinya, seolah tak peduli dengan seseorang yang sedari tadi mengejar langkahnya yang semakin cepat.

"Jeann—Please"

Jejen memilih untuk berhenti lalu berbalik untuk menghadap ke arah seorang gadis yang mengejarnya tadi.

"Kita bicara sepulang sekolah aja Ok? Nanti kamu jadi pembicaraan orang-orang kalau gini" kilatan mata Jejen menandakan penegasan yang cukup kuat agar Karina mendengarkan ucapannya.

"Ok?"

Gadis itu mengangguk kecil yang dibalas dengan senyum tipis dari Jejen "Aku ke kelas dulu"

Gadis itu hanya dapat meratapi punggung Jejen yang kian menjauh, menghilamg diantara kerumunan anak-anak lainnya.

Ini pertama kali bagi Karina melihat Jean seperti itu, ada apa dengan kekasihnya?

Kesalahan apa yang membuatnya dirundung dengan pengabaian?

•~~•

"Habis dari mana lo?" Jejen mencomot satu gorengan yang berada di depan Nana yang juga tengah sibuk mengunyah Gehu.

"Kantin—lo yang darimana pagi-pagi udah lenyap"

"Kelasnya Jibran"

Nana memelototkan matanya "Mau berantem lagi?"

"Kaga, Jibran hari ini gak masuk, sakit dia"

"Loh? Bisa sakit juga curut"

"Padahal Bang Jai gak pernah ngasih pakan yang aneh-aneh"

Jejen menyipitkan matanya kalau diingat memang terakhir kali Jejen yang ngajak Jibran mukbang ayam geprek level 8 sampai mules-mules.

"Jen—"

"Hm?"

"Persiapan buat masuk Univ lo udah sampai mana?"

Jean nampak berfikir keras "kayanya masih jauh, kalau yakin atau nggak, kayanya baru 40%"

"Lu kan pinter, lolos lah jalur SNBP"

"Kalau lulus"

"Anjir pesimis"

"Kalau gak ya harus ikut UTBK kan?"

"Iya"

"Tetep aja—gua harus belajar"

Nana tertawa "Yaudah ajak-ajak gue napa kalau belajar—gue bloonnya pure soalnya"

"Iya—chill ae ngab"

Sebetulnya Nana ingin menanyakan sesuatu hal lain, namun sepertinya suasana hati Jejen sedang tidak baik saat ini, tentu saja, setelah apa yang terjadi, Nana harap Jejen dapat memilih pilihan yang tepat

Nana mengenal Jejen dengan baik, tentu saja Jejen merupakan orang yang selalu bergerak dengan tepat, cepat, dan terukur.

"Sukses lah buat lo Jen"

•~~•

Seperti janjinya tadi pagi, Jejen menemui Karina setelah seluruh kegiatan pembelajaran selesai, laki-laki itu menghampiri kelas Karina yang nampak telah kosong, mungkin siswa lain telah pergi meninggalkan kelas, menyisakan Karina yang juga telah menunggu Jejen.

"Mau mulai darimana?"

"Jean, aku minta maaf soal masalah kemarin, tapi aku punya alasan"

"Aku dengarkan"

"Aku cuman main sama temen aku aja—kita habis ketemu dan setelahnya kita cuman beli makanan sebentar"

"Iya" Jejen menganggukan kepalanya dengan tegas disertai dengan gertakan rahang "Tapi dia laki-laki"

"Tapi aku berani jamin, kita cuman temen aja—kamu juga suka main sama temen kamu, kenapa aku gak boleh?"

"Maksudnya kamu ngerasa terkekang sama aku?" Suara Jejen terdengar lirih, tak sedikitpun laki-laki itu meninggikan suaranya.

Karina terhenyak sesaat, dia tidak bermaksud begitu "Nggak, aku suka kamu yang posesif"

"Terus?"

"Aku ngerasa aku jadi punya batas dalam pertemanan aku"

"Silahkan kalau begitu"

"Jean, maksud aku bukan gitu"

"Karina, jujur aja—Aku cape, tapi awalnya aku pikir aku bakalan tetap bisa mempertahankan kamu, memperjuangkan kamu—" Jean terkekeh "—iya, aku belum jadi apa-apa sekarang, hal yang kita lakuin sekarang juga rasanya aneh, bener apa kata Bang Jai, harusnya aku pilih buat fokus belajar"

"..."

"Karin, aku akan terima kalau detik ini juga kita selesaikan hubungan kita"

Jantung gadis itu berdebar dengan kencang, matanya mulai panas dan berair, ia tak sanggup lagi, tatapannya masih terus melekat pada dua bola mata hitam milik Jejen yang menampakan keseriusannya.

"Kenapa?, kamu egois banget! Aku bahkan belum selesai ngejelasin semuanya ke kamu—"

"—It's not a first time Karina!"

"..."

"Ini bukan pertama kalinya kamu begitu dan aku yang bodoh cuman bisa bersikap gak terjadi apa-apa karena aku sayang kamu!"

"Kalau kamu sayang aku seharusnya kamu ngerti!—Kamu gak pernah mau mengerti apa yang aku rasain, apa yang aku ungkapin, kamu cuman berkesimpulan dengan pemikiran kamu sendiri!!"

"Lagipula kalau kita lanjutkan ujungnya juga tetep sakit kan?"

Gadis itu tak dapat lagi menahan air matanya, tangannya mengepal untuk memukul bahu Jejen berkali-kali yang secara berangsur melemah.

Tak ada lagi yang gadis itu katakan, karina dengan tergesa mengambil tasnya lalu pergi meninggalkan Jejen yang masih terpaku diam menatap ke arah lain.

Memang harusnya seperti ini bukan?

•~~•

Jejen pulang dengan lemah lesu, anak itu bahkan tidak peduli dengan keberadaan Nathan yang sedang berulah dengan menempelkan potongan buah naga pada pipi Jibran yang sedang tertidur.

"Udah pulang?"

"Belum, masih menyelam—BUTA LO?!"

"SALIM NAPA SALIM"

Jejen mendungus kemudian menarik tangan Nathan untuk ia cium.

"Gitu dong, anak sholeh"

"Abang ngapain?"

"Berak"

Hidung Jejen mengembang dengan ekspresi wajah datar.

"Nanti Jibran ngadu hayo ke Ibu"

"Bukannya emang selalu?"

"Betyul Juga"

Jibran yang merasa ruangannya terdengar lebih berisik dari sebelumnya berlahan membuka matanya hanya untuk menatap pemandangan gigi besar Nathan yang menyengir dan lubang hidung mengembang milik Jejen.

"BUSET SILUMAN KUDA!!!"

"Udah bangun adekku????"

"Abang ngapain?"

"Ngapain ya?" Nathan melirik ke arah Jejen "JEJEN NOH SUMPAH ABANG BARU MAU BANGUNIN, JEJEN YANG NGISENGIN MUKA LO PAKE BUAH NAGA"

Jejen yang gak siap apa-apa malah melongo.

Hah muka?—Jibran dengam bergegas berdiri mencari cermin yang tergantung dekat lemari cangkir milik ibu "BANG JEJEN!!!!"

"ITU PITNAHHHHHH"

"Bang Jen, aku lagi cape"

"WALLAHI BUKAN GUE!!"

"Aduh kenapa ini sih dua kacungku ini? Lagi laper pengen cimory? Atau lagi pengen liat penampilan abang goyang dumang?" Nathan menyilangkan kakinya dengan senyum tengil dan kerlingan mata jahil.

"Hitungan ke 3, kita iket Bang Nathan"

"TIGA!!!!"

"EH APAAN AING BELUM SIAP-SIAP—RAWR AING MAUNG!!!"

"HALAH KHODAM ISINYA PENSIL INUL JUGA!!!"

"ADUDUHH" Jejen dengan sigap meringkus tubuh besar Nathan.

Nathan lupa kalau adiknya itu atlit.

"Mau kita apain ini?"

"Lempar ke kandang si John"

"Ide bagus"

Nathan tertawa jahat "Lo berdua lupa?"

Seketika Jejen dan Jibran terdiam.

"AING PAWANGNYA HUWAHAHAHHAHA"

"Abang juga lupa?"

"Apa Hah apa?—lo berdua punya apa?"

Jejen dan Jibran saling melihat satu sama lain kemudia dengan sepakat meneriaki seseorang.

"IBUUUUUUU!!!!!! BANG NATHANNYAAA!!!!"

"APAAN LU BERDUA BAWA KUNCEN!!!!"

•~~•

• The 'J' Siblings •

•~~•

ToBeContinue

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro