Chapter 7 : Bulan, Katakan Sesuatu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Malam ini, rembulan menampakkan diri seutuhnya. Dengan sinar lembutnya, parasnya yang indah, membuat siapapun takluk pada pesonanya.

Termasuk Tomoe, ia hanya menatap kosong sang bulan dengan pikiran yang melayang jauh pada kejadian sebelumnya. Kejadian dimana seorang rekannya memeluk erat sang gadis yang ia bawa. Bahkan Tomoe pun tak mengerti mengapa dirinya terasa sangat kacau.

"Kau tak ingin beristirahat, Ohii-san?"

Suara seorang lelaki yang belum ingin dia dengar pun muncul begitu saja, membuat Tomoe sebisa mungkin membalikkan kondisi meskipun situasinya sangat berbeda. "Nanti saja, aku belum begitu ngantuk ataupun lelah. Jun-kun boleh istirahat duluan," jawab Tomoe dengan senyuman yang terpatri diwajahnya, sangat riang.

Helaan nafas kasar pun keluar begitu saja dari sang lawan bicara. Jun melangkah mendekati rekannya yang berada di teras asrama dengan membawa dua kaleng minuman dengan kadar alkohol rendah agar mereka tak kedinginan di luar.

"Ohii-san, kau tampak tidak baik-baik saja," ucap Jun sembari memberikan kaleng itu pada rekannya. "Terima kasih," ucap Tomoe dengan riang setelah menerima kaleng minuman itu.

"Mungkin itu hanya perasaan Jun-kun saja. Maaf sudah membuatmu khawatir, Jun-kun," sambung Tomoe dengan nada yang cukup riang seperti biasanya. Namun tentunya hatinya berkata hal yang berbanding terbalik dengan apa yang ia katakan.

"Ohii-san ...."

"Apa bloody marry sudah tidur?" tanya Tomoe yang memotong pembicaraan Jun. "Iya, bloody marry telah tidur," jawab Jun seadanya.

"Baiklah, kalau begitu ku akan tidur pula. Kasihan bloody marry jika ditinggal sendiri," ucap Tomoe yang terkesan tak ingin diganggu oleh siapapun.

Sementara Jun, ia hanya bisa memandang rekannya pergi begitu saja saat ia baru beberapa menit berada disini. Dan Jun pun yakin jika ada sesuatu terjadi pada rekannya.

Ya, ia sangat mengerti jika kemungkinan besar rekannya marah padanya atas kejadian sore ini. Namun, itupun tak sepenuhnya benar, terkadang Tomoe pun bertingkah seperti itu saat sesuatu terjadi pada privasinya.

Disisi lain, sang gadis hanya duduk termenung sembari memikirkan tumpukan masalah yang menimpa dirinya. Walaupun di luar ia tampak tak peduli. Namun, jauh di lubuk hatinya, dia sangat peduli bahkan sangat ketakutan hingga tanpa sengaja membangun tembok dengan orang sekitarnya.

"Bodohnya diriku," ucap sang gadis dengan pandangan kosong, hingga tanpa sadar kristal cair keluar dari kelopak matanya yang indah.

"Senpai?"

Suara lembut itu membuat sang gadis segera menghapus jejak kristal itu dan segera bersikap seolah-olah tak terjadi apapun. Namun sang gadis itu terlambat, adik kelasnya telah mengetahui apa yang terjadi pada dirinya.

"Senpai, apa senpai baik-baik saja?" Tanya Anzu dengan tatapan penuh kekhawatiran. "Aku baik, Anzusa. Terimakasih atas perhatiannya," jawab sang gadis den heregan tatapan lembut yang tak pernah ia tunjukkan pada siapapun.

Anzu yang mengerti situasi, langsung menggenggam erat tangan gadis itu. "Senpai, jika ada yang bisa ku bantu maka katakanlah. Aku pasti akan membantu," ucap Anzu dengan tatapan memohon.

"Baiklah, saat ku tak tahu harus berbuat apa maka akan ku katakan padamu, Anzusa," ucap sang gadis dengan lembut yang membuat lawan bicaranya merasa sangat lega, walaupun terlintas jelas raut ketidakpuasannya.

"Anzusa... apa kau ingin menikmati sesuatu?" tanya sang gadis yang disambut dengan tatapan bingung dari sang lawan bicara. "Kopi atau minuman ringan lain, misalnya," jelas sang gadis.

"Baiklah, ayo!" ucap Anzu yang dengan senang hati mengantarkan kakak kelasnya berjalan di kesunyian malam menuju vending machine terdekat.

Namun ditengah perjalanan, Anzu merasa dirinya berjalan seorang diri. Dan tepat didepannya adalah seseorang lelaki yang telah melatih unit yang dia produseri, Hiyori Tomoe yang tengah berjalan sendiri. Dengan ragu, Anzu pun melihat kebelakang yang mendapati kakak kelasnya tak melanjutkan langkah, melainkan mematung di tempat dengan tatapan ke arah yang tidak seharusnya.

"Selamat malam, Anzu-chan!"

Sapaan itu membuat Anzu terkejut dan kembali pada fokusnya. "Selamat malam, Hiyori-senpai" balas Anzu dengan ramah.

Sementara itu, sang gadis hanya menatap langit dan tak mempedulikan dua insan yang mengobrol ditengah cahaya lampu malam. Ya, gadis itu terpukau pada bulan yang indah nan dipermanis oleh bintang-bintang disekitarnya. Seakan-akan bulan hidup, melalui hati ke hati, sang gadis mencurahkan segala yang ia rasakan pada hari ini dengan tenang.

"Senpai?" panggil Anzu yang membuat sang gadis kembali ke dirinya sendiri. Sebuah tatapan menjadi jawaban atas panggilan sang lawan bicara dan mendapati Tomoe yang masih menatap dirinya dengan tatapan yang tak ada bedanya dengan seseorang yang ia temui di UKS kala itu.

"Senpai masih ingin ke vending machine?" tanya Anzu dengan ragu. "Um" jawab sang gadis bersamaan dengan anggukan.

Dan kini, mereka pun berjalan bertiga dengan Anzu di posisi paling depan. Sementara sang gadis dengan Tomoe, mereka berada di belakang Anzu.

Situasi canggung pun tanpa sengaja tercipta begitu saja. Namun sang gadis tetap menutup mulutnya untuk memulai suatu pembicaraan terlebih dahulu. Ia tak ingin mengatakan sesuatu sedikitpun pada pria disebelahnya.

"Neko-chan, kau ditelepon siapa tadi?" Tanya Tomoe yang membuka suara atas keheningan serta memecah kecanggungan yang terjadi.

"Bukan siapa-siapa," jawab sang gadis dengan singkat.

"Menakutkan! Neko-chan, ayolah... cerita padaku," ucap Tomoe yang terkesan seperti anak kecil yang merengek minta dibelikan permen oleh ibunya.

"Aku hanya tak ingin cerita, Hiyori-san," ucap sang gadis dengan pelan, namun masih dapat didengar oleh pria disebelahnya itu.

Dan setelah ucapan sang gadis itu, perjalanan mereka pun berlangsung hening hingga mereka sampai pada vending machine dan mengambil minuman yang mereka inginkan. Namun satu hal yang terlihat aneh disini.

"Hiyori-san, apa kau tidak ingin sesuatu dari vending machine?" tanya sang gadis yang kemudian menjauh dari Anzu dan mendekati Tomoe.

"Tentu aku ingin, tapi bagaimana menggunakan alat ini?" tanya Tomoe begitu saja dengan tatapan polos dan sontak mengundang gelak tawa dari gadis disebelahnya.

"Hei, jangan tertawa, Neko-chan," tegur Tomoe dengan tatapan tertegun melihat gadis disebelahnya sangat manis jika tertawa.

"Hahahaha... bagaimana tidak, seorang Hiyori Tomoe tak bisa menggunakan vending machine. Hahahaha...," ucap sang gadis yang belum berhenti dari tawanya yang membuat Tomoe tersenyum dalam diam meski tatapannya masih terlihat bingung pada mesin dihadapannya.

"Baiklah, akan ku ajarkan. Jadi seperti ini, pertama-tama... masukkan uang recehan sesuai dengan harga minuman yang ingin dibeli, lalu tekan nomor minuman yang ingin dibeli. Setelah itu, tunggu sebentar hingga minuman itu jatuh dan saat sudah jatuh, barulah ambil dari lubang di bawah ini," jelas sang gadis sembari menunjukkan cara menggunakan vending machine dengan detail, lalu memberikan minuman yang diinginkan oleh Tomoe.

"Ternyata ada pula alat seperti ini, ya," ucap Tomoe dengan riang.

"Kukira, seorang Hiyori Tomoe bisa lakukan apapun yang ia suka. Ternyata tidak bisa saat menggunakan mesin yang mudah, hahahaha," ucap sang gadis yang masih tak menyangka atas pertanyaan yang diajukan oleh orang yang membawanya kemari.

"Sudah, jangan dibahas, Neko-chan. Dan rahasiakan ini, ya," ucap Tomoe dengan nada memohon. "Baiklah, baik. Rahasia Hiyori-san akan aman padaku," ucap sang gadis yang berusaha sekuat tenaga untuk menghentikan tawanya.

Melihat sang gadis yang belum berhenti tertawa atas apa yang ia tak ketahui membuat Tomoe senang. Ya, Tomoe sangat senang karena ia tak lagi melihat adanya air mata ataupun tatapan datar hingga dingin dari sang gadis. Setidaknya, ia telah menemukan sisi yang lain dari sang gadis yang telah ia bawa kemari.

"Kalian!? Sedang apa disini!?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro