01. Keluarga Kecil

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hai semua ^^
Kenalin nih Mamanya JaemRen di sini.
Ahahaha... udah lama mau bikin cerita tentang anak-anak gantengnya aku ini tapi baru sekarang kesampaian.

Hope you like it yah yeorobun.

Let's start...

🍁🍁🍁

Kutekan lagi sebuah nomor di ponselku yang sejak tadi tidak menjawab meski sudah berkali-kali kuhubungi.

"Huft, ke mana dia?" erangku frustasi karena panggilanku diabaikan.

"Merie, kau ada di rumah? Apakah Ren sudah pulang?" tanyaku pada Marie pengurus rumahku.

"Dia tidak ada di rumah. Ada apa?" jawab perempuan paruh baya itu tenang. "Apa terjadi sesuatu?"

"Ya, aku baru mendapat telepon dari profesor. Dia bilang hari ini Ren memukul temannya hingga babak belur dan pergi begitu saja. Aku menghubungi ponselnya tapi dia tidak menjawabnya."

Sebenarnya aku ingin marah, tetapi juga merasa khawatir. Karena itu aku hanya mengembuskan napas kesal setelah memutuskan sambungan teleponku dengan Marie.

"Ke mana lagi dia pergi? Dia bahkan tidak punya banyak tempat yang biasa dikunjungi," gerutuku semakin kesal mengingat Ren sering menghabiskan waktu di rumah daripada keluar.

"Jung Jaehyun, bisakah kau mencari Renjun? Aku tidak bisa pergi karena harus menghadiri meeting internal."

"Tentu saja, ke mana lagi dia? Aku akan meminta Vernon menjemputmu lebih dulu."

"Tidak perlu. Aku akan pergi sendiri, hubungi aku jika kau menemukan anak itu."

Aku tidak punya banyak waktu. Ini terasa menyebalkan karena aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku begitu saja sekarang, padahal aku juga harus mengurusi putraku.

Ini bukan kali pertama, ini bahkan sudah terjadi ke sekian kalinya. Entah sikapnya itu datang darimana, karena dulu dia hanyalah anak yang pendiam dan penurut.

***

Wayland Mansion.

Sosok tinggi dan ramping itu membaringkan tubuhnya di atas ranjang di kamar bernuansa putih yang tampak suram itu. Tubuhnya terasa sangat lelah.
Diliriknya buku-buku jarinya yang tergores dan berdarah, kini terasa kaku dan sedikit ngilu. Rahangnya pun terasa sakit karena pukulan yang diterimanya tadi.

Sialan.

Ponsel dalam ranselnya terus menerus berdering dan dia tahu siapa yang menghubunginya nyaris tanpa jeda tersebut.

"Arghh! Sial banget hari ini!" rutuknya benar-benar sudah muak dengan hal-hal seperti ini yang terus terjadi.

Dipejamkan matanya yang kini mulai lelah dan mengantuk. Dia akan berada di sini sementara, menenangkan dirinya. Dia tidak mau pulang.

Hingga tak berapa lama ia terpejam, suara langkah kaki terdengar di dalam mansion sepi itu.

"Sudah kuduga, pasti ada di sini."

Jung Jaehyun menghela napasnya panjang, dilihatnya Tuan mudanya itu terbaring di ranjang dengan keadaan yang membuatnya mengerutkan kening.

"Kapan sih, dia dewasa? Apa dia tidak bosan berkelahi setiap hari?" gumamnya melihat jari-jari sang Tuan muda penuh luka gores dan membiru, juga rahangnya yang lebam.

Jaehyun segera mengambil kotak p3k di lemari penyimpanan, lalu membersihkan luka-luka di tangan yang ramping itu sambil sesekali mendecak kesal.

"Mmm..."

Sang Tuan muda mengernyit sekali, lalu menarik tangannya meski kedua matanya masih terpejam. Sepertinya dia merasakan perih karena Jaehyun mengobati lukanya.

"Bangun, Ren. Bisa-bisanya tidur di saat begini."

Renjun membuka matanya perlahan, rasanya masih mengantuk. Dengan kesadaran yang masih setengah, dia terkejut melihat Jaehyun duduk di sampingnya, membersihkan lukanya.

"Uncle Jae? Ngapain di sini? Kenapa bisa tahu aku di sini?" todongnya dengan suara seraknya lalu beringsut bangun.

"Memangnya kamu mau kemana lagi selain kabur ke sini? Ah, ngomong-ngomong aku belum memberitahu ibumu." Jaehyun meletakkan obat yang dipegangnya lalu merogoh ponsel di saku kemejanya.

"Jangan! Jangan berani bilang ke Mama kalo aku di sini!" sergah Renjun yang berusaha merebut ponsel Jaehyun.

"Ibumu khawatir."

"Ayolah uncle, sekali saja ngertiin aku. Maklumin dan biasa saja, gitu, kayak nggak pernah muda." Renjun mencibir lalu kembali menghempaskan tubuhnya ke ranjang.

"Mulutnya, ya! Ngomong-ngomong, aku masih muda Ren. Aku seusia ibumu." Jaehyun menghela pasrah lalu kembali meraih tangan Tuan mudanya lalu kembali mengoleskan salep di lukanya.

"Ah, terserah."

"Berantem sama siapa lagi?"

"Siapa lagi kalo bukan Eric? Dia nggak pernah capek nyari gara-gara sama aku."

"Kenapa emang?"

Mendengar pertanyaan Jaehyun, Renjun terdiam sesaat sebelum akhirnya menjawab, "Nggak ada apa-apa. Dia aja yang brengsek."

Jaehyun menghela samar dan tersenyum. Dia tahu betul Tuan mudanya ini tidak akan mau bercerita mengenai alasan di setiap perkelahiannya. Apapun itu, Renjun tidak pernah membicarakannya, tapi sebenarnya Jaehyun tahu pemicu yang membuat Renjun selalu lepas kendali. Namun, dia tidak bisa banyak membantu.

"Pulang, yuk!" ajaknya setelah selesai mengobati luka Tuan mudanya.

"Nggak mau."

"Ibumu khawatir, berhentilah membuatnya merasa pusing."

"Aku nggak mau ketemu Mama."

"Ren, sampai kapan kamu begini pada ibumu?"

"Sudah, uncle pulang saja sana. Aku mau di sini sebentar, aku nggak apa-apa. Aku perlu waktu menenangkan diri."

Jaehyun kembali menghela napasnya pasrah. Merapikan kotak p3k nya lalu beranjak. Meski dia ragu meninggalkan Tuan mudanya sendiri.

"Jangan kabur lagi. Kutinggalkan penjaga di luar, dan cepat pulang."

"Iya, iya, bawel."

***

"Jae, kamu sudah bertemu putraku? Di mana dia? Dia nggak apa apa, kan? Kenapa kamu nggak pulang bareng dia?" Jaehyun sempat terhenti di ambang pintu mendengar serangan pertanyaan Nyonya mudanya itu.

Seperti biasanya, Hyuri menunggunya seusai meeting dengan wajah khawatir dan segera memberondongnya dengan pertanyaan.

"Dia baik-baik saja. Dan dia sedang ingin sendirian. Aku sudah meninggalkan penjaga untuknya."

"Anak itu, kenapa dia seperti ini sekarang? Aku bahkan tidak ingat lagi kapan dia bersikap lembut seperti dulu."

"Dia 18 tahun sekarang, kalau kau lupa. Dia sedang mengalami transisi masa muda, mengertilah."

"Dia berkelahi hampir setiap hari. Dan dia hampir drop out karena terlalu sering terkena skorsing!" Hyuri memijit keningnya yang pusing memikirkan putra semata wayangnya.

"Hyuri ya~, kenapa kau tidak membawanya ke Korea? Setidaknya dia bisa mendapat lingkungan baru di sana."

"Tidak. Kau tentu tahu sekolah di sini lebih baik."

"Lalu membiarkannya berkelahi setiap hari dan membuatmu pusing?"

"Tidak Jae, aku tidak mau dia ke Korea. Tak ada apapun di sana untuknya." tolak Hyuri yakin, namun suaranya memelan di akhir.

"Pikirkanlah, kurasa Korea lebih cocok untuknya. Ada mereka di sana yang bisa kau mintai tolong jika terpaksa." Jaehyun menatap Hyuri dengan pandangan yang menenangkan, dia tahu pasti Nyonya mudanya itu sedang mempertimbangkan usulannya sekarang.

"Entahlah, aku tidak punya alasan kembali ke sana. Sekalipun alasan itu ada, aku tidak akan ke sana," ucapnya pelan lalu kembali menatap Jaehyun serius.

"Jadi Jae, kapan putraku itu akan pulang? Kau terlalu memanjakannya. Percuma aku marah jika kau melindunginya. Bukankah harusnya kau membantuku mendidiknya?" omel Hyuri kembali menuntut asisten pribadinya itu.

"Maaf Nyonya, tugasku hanya melayani Anda sebagaimana harusnya." Jung Jaehyun mengubah sikapnya ke mode formal jika Hyuri sudah mulai uring-uringan seperti ini.

Kadang Jaehyun bersikap begini hanya untuk menenangkan atau menggoda Hyuri, hubungan keduanya tidak sebatas asisten pribadi dan seorang bos, melainkan sudah seperti kakak-adik.

"Hoo~ begitu... jadi selama 15 tahun kau bersamaku, hanya itu yang kau pikirkan? Baiklah, aku akan mencoret namamu dari daftar pemilik saham. Sia-sia aku mengganggapmu sebagai kakak angkat." Hyuri berdiri lalu meraih ponselnya.

"Tunggu! Kenapa begitu? Aku melakukan tugasku dengan baik, kau sudah janji padaku!"

"Janji apa?"

"Ayolah Nyonya, Anda tidak boleh gampang marah begini. Aku akan mengurus Renjun seperti biasa, percayalah."

Sekarang lihat siapa yang merajuk di antara bos dan asistennya ini.

"Bawa putraku kembali segera."

"Hyuri ya~, biarkan sebentar saja Renjun mengintrospeksi dirinya."

"Introspeksi katamu? Renjun tidak akan melakukannya. Lagipula Jae, jika Mama dan Papa tahu maka-" Hyuri sengaja menggantungkan kalimatnya karena Jaehyun langsung mengerti.

"Ah, baiklah. Aku tahu, aku akan menjemputnya sekarang." Jaehyun akhirnya mengalah dan beranjak kembali ke mansion.

Setelah melihat Jaehyun pergi, Hyuri memijit kepalanya yang terasa pening.

Putranya itu selalu membuatnya pusing. Renjun bukan tipikal anak yang nakal dan kurang ajar, namun akhir - akhir ini atau lebih tepatnya sejak masuk universitas dia sering berkelahi dan membuat masalah di kampus. Hyuri tidak tahu alasannya, karena setiap kali dia bertanya maka Renjun akan berusaha mengganti topik pembicaraan.

Lalu tentang usul Jaehyun, apakah hal baik membawa Renjun ke Korea? Kenapa harus Korea? Bukankah masih banyak negara di dunia ini yang bisa dikunjunginya?

Korea.

Dia sudah lama berusaha menghindari negara ginseng itu selama ini.
Tempat yang berusaha dia hapus dari memorinya.

***

Renjun menutup mulutnya rapat-rapat selama perjalanan, saat Jaehyun membawanya pulang paksa.

Dia tidak ingin pulang dan bertemu ibunya setelah perkelahiannya hari ini.
Bukannya apa-apa sih, Renjun hanya tidak mau ibunya itu akan mengomelinya lagi. Sebenarnya dia tidak ingin membuat ibunya cemas, tapi ibunya pasti sudah mendapat pemberitahuan dari kampus kalau dia kabur setelah membuat keributan.

Ponsel di ranselnya bergetar, lalu diraihnya benda pintar itu. Melihat nama si penelepon, Renjun tersenyum dan segera menggeser tombol hijau untuk menjawabnya.

"Hai, Pa."

"Hai, Nak. Sudah pulang dari kampus?"

"Sudah. Aku rindu, Papa. Kapan datang ke sini?"

Jaehyun yang mendengar itu, melirik sekilas pada Tuan mudanya yang kini mulai memasang senyum di bibirnya. Diam-diam dia menghela napas lega. Setidaknya, wajah Tuan mudanya tak lagi cemberut seperti tadi. Ya, apapun itu, dia tahu Renjun tak pernah menunjukkan amarah pada papanya.

"Papa juga rindu padamu. Papa belum tahu kapan ke sana. Tapi Papa janji, segera, Nak. Kapan putra Papa ini gantian mengunjungi Papa?"

"Ah, itu..." Renjun terdiam sebentar, tampak berpikir. "Itu jika Mama mengizinkan. Aku ingin sekali mendatangi Papa," ucapnya memelan di akhir, sebelum kemudian tersenyum getir.

"Papa akan bicara pada ibumu lagi. Jangan sedih begitu. Kita akan segera bertemu lagi, Nak."

"Hmm."

"Papa dengar sekarang anak Papa ini suka baku hantam, ya? Wah... Papa tidak menyangka."

Seketika Renjun terdiam, kaget karena Papanya tahu perbuatannya. Renjun menolehkan kepalanya pada asisten ibunya yang tampak fokus menyetir itu.

"Nggak, Pa, aku nggak suka melakukannya! Hanya saja ... um, penting untuk menjaga diri dari hal-hal yang mengganggu, kan? Ren hanya membela diri."

Renjun menggigit bibirnya karena sudah berbohong pada Papanya. Kepalanya menoleh pada Jaehyun yang masih fokus menatap ke depan meski dia tahu Jaehyun pasti mendengarkan pembicaraannya.

"Hm, begitu ya. Ren, bagus jika kita menjaga diri dari hal-hal buruk. Tetapi, Papa harap kamu tidak melakukan sesuatu yang akan membuat ibumu sedih. Papa memang tidak tahu bagaimana kehidupan kalian di sana setiap hari, tetapi Papa harap kalian baik-baik saja."

Jaehyun menolehkan kepalanya ke belakang karena tiba-tiba sang Tuan muda terdiam. Entah apa yang dikatakan oleh papanya, namun dilihat dari sikap diam Renjun, dia tahu isi pembicaraannya.

"Jangan sering berkelahi di kampus, ya? Bisakah anak Papa ini janji?"

"Kuusahakan tidak terlalu sering, Pa."

"Renjun."

"Iya Papa, I promise."

"Baiklah, Papa percaya. Segera pulang dan minta maaf pada ibumu, ya?"

"Mmm... iya."

***

Renjun benar-benar tidak ingin menemui sang ibu. Setelah turun dari mobil, dia hanya diam berdiri di undakan depan sementara Jaehyun sudah melangkah masuk lebih dulu.
Dia yakin ibunya sedang menunggunya di ruang depan.

"Hah, aku benci hal seperti ini," gerutunya lalu melangkah melintasi halaman rumah untuk segera masuk.

Benar saja. Ibunya sedang mondar-mandir di ruang depan menunggunya.

"Aku pulang, Ma."

"Kim Renjun!"

Ibunya langsung melangkah menghampirinya kemudian memeluknya erat.

"Maa... apa, sih? Aku cuma baru pulang kuliah, bukan kembali dari medan perang."

"Pulang kuliah? Kampus mana yang pukul sebelas malam baru pulang begini!"

"Itu, kan, Ren baru saja..."

Renjun mencari alasan untuk ibunya agar tidak marah lebih lama, ketika dilihatnya Jung Jaehyun berjalan ke seberang ruangan lalu bersandar pada dinding pembatas antara ruang depan dan ruang tengah dengan tangan terlipat di dada lengkap dengan senyum mengejeknya.

Really a suckless uncle - batin Renjun.

"Kenapa berantem lagi? Sudah berapa kali kamu kena skorsing? Kim Renjun! Mama sudah capek dengan semua baku hantam yang kamu lakukan di kampus! Mama nggak habis pikir, kenapa kamu jadi begini. Just why?"

Renjun mendengus mendengar omelan Mamanya, kemudian setelah meletakkan ranselnya di atas sofa, dia pun menghempaskan dirinya di sana.

"Kim Renjun! Mama sedang bicara sama kamu, dan kamu malah bersikap begini?" omelan Mamanya semakin terdengar menusuk telinganya.

Renjun mengembuskan napas lalu menarik tangan Mamanya lembut untuk duduk di sampingnya.

"Duduk dulu deh, Ma, nggak capek apa marah-marah sambil berdiri."

"Renjun!"

"Okay okay, I'm sorry, Mom. Really sorry. Aku nggak berantem untuk bikin Mama kesulitan, aku cuma membela diri. So, don't worry about me."

"Membela diri dari apa?" tuntut sang mama, "Apa ada yang gangguin kamu di kampus?"

"Bukan, bukan kayak gitu, Ma. Okay, emang banyak anak brengsek di kampus, dan aku cuma mau kasih mereka pelajaran karena udah gangguin aku."

"Kamu beneran diganggu? Kenapa tidak melapor pihak kampus?"

"I'm not kid anymore."

"Diganggu orang lain tidak harus menjadi anak-anak, Ren. Kalau kamu diganggu, seharusnya kamu bilang, kalau bukan ke pihak kampus, setidaknya kamu bilang Mama atau Om Jaehyun!"

Renjun mendengus kesal. Entah kenapa mamanya ini kadang membuatnya tak habis pikir.
Bukankah mamanya dulu juga pernah muda? Tidakkah dia memahami dunia remaja? Selalu saja mengomel untuk banyak hal, seolah dia adalah anak kecil, Mamanya menolak fakta bahwa dia sudah dewasa sekarang.

"Jaehyun, bilangin sama dia supaya nurut kata Mamanya!" kini Hyuri menoleh dan melayangkan protesnya pada Jaehyun yang sejak tadi hanya berdiri mengamati mereka.

"Dia sudah besar Hyuri ya~".

"Jae!"

"Mom, enough! I know I've made a mistake. I'm sorry, okay? Don't blame it to Uncle Jae."

Hyuri memijit urat dikeningnya yang sejak tadi tegang, lagi-lagi dia seperti ini. Dia sadar selalu memperlakukan dan menganggap putranya itu masih kecil.

"Huft, maaf, Sayang. I worried about you and forget that you've grown up, now."

Renjun menatap Mamanya lalu menggeser duduknya lebih dekat lalu memeluknya. "Maafin Renjun ya, Ma. I love you more than anything in this world. Dan aku nggak pernah bermaksud menyakiti Mama."

Renjun mengeratkan pelukannya pada sang mama, menyembunyikan wajahnya di ceruk leher wanita yang menjadi pusat dunianya itu, menahan rasa sesak di dadanya setiap kali dia membuat sang mama kecewa.

"Aku sayang Mama. Jangan marah, ya?"

Hyuri mengusap punggung putranya itu. Mengusak pelan surai hitam yang lembut bagai sutra itu. Dia menyayangi Renjun melebihi apapun. Dan dia tidak bisa marah pada putranya ini.

"Mama juga sayang kamu. Anak kesayangan Mama."

Jaehyun yang sejak tadi memandangi ibu dan anak itu ikut tersenyum melihat ending keduanya. Selalu seperti ini, mereka berdua benar-benar mirip satu sama lain, terutama sikap keras kepala namun melembut satu sama lain.

"Okay, karena kalian sudah baikan, aku pulang dulu."

"Thanks, Jae. You're my best brother." Hyuri melepas pelukannya pada Renjun lalu menoleh ke arah Jaehyun yang sudah berjalan menuju pintu depan.

"As always, Nyonya." Jaehyun balas menatap Hyuri lalu membungkuk hormat dan tersenyum.

"Thanks, Uncle Jae." Renjun membalas senyum Jaehyun.

"Tentu, Nak. Sampai besok semuanya." Lalu Jaehyun pun menghilang dari balik pintu depan meninggalkan ibu dan anak itu.

"Sekarang waktunya kamu tidur dan istirahat."

"Renjun, tidur sama Mama, ya?"

"Wah, sepertinya tadi ada yang ngomong kalau dia udah bukan anak-anak lagi. Jadi mana yang benar?" Hyuri melipat kedua tangannya di depan dada, melirik pada putranya itu.

"Maaa ..." Renjun merengek dengan bergelayut di lengan sang mama. "Kalau di rumah kan Renjun cuma punya Mama aja, jadi Renjun akan jadi anak kecilnya Mama. Ya?"

"Oh, jadi mau berkepribadian beda? Kalau di rumah jadi anak Mama kalau di luar nggak mau jadi anak Mama? Begitu?"

"Nggak gitu, Ma, hanya saja kalau di luar Renjun mau mandiri. Jadi Mama nggak perlu repot sama aku."

"Mana ada yang begitu? Nggak ada orang tua yang akan membiarkan anaknya begitu aja. Jadi jangan bikin Mama khawatir lagi, ngerti?"

"Iyaaa~"

***

Renjun berbaring di kamar sang Mama, dia sudah mandi dan ganti pakaian. Dia sedang memainkan ponselnya ketika ada getaran keras dari nakas samping tempat tidur. Rupanya ada panggilan telepon di ponsel mamanya. Renjun tidak mau menjawabnya karena dia tidak mau ikut campur urusan mamanya, biasanya panggilan masuk di ponsel mamanya berkaitan dengan pekerjaan.

"Maaaa! Ada telepon!"

Renjun berteriak memanggil sang mama yang sedang mencuci muka. Tetapi ibunya tidak menyahut, teriakannya barusan.

Satu menit berlalu.

Dan yang membuat Renjun terganggu adalah panggilan itu tidak kunjung berhenti. Menimbulkan suara berisik karena getarannya yang keras di atas nakas, ah kenapa mamanya menyetel mode getar, sih?

Kesal, Renjun berguling ke samping untuk meraih ponsel mamanya dengan maksud ingin melihat siapa penelepon itu. Namun, gerakannya terhenti saat dilihatnya sebuah nama yang muncul di layar.

Sebuah nama yang kerap ikut andil dalam membuat mood nya buruk akhir-akhir ini. Nama yang selalu ada di kepalanya tanpa diinginkan.

Jaemin.

***

Bersambung...

.
.
.

Halo semua ^^
Salam kenal ya untuk kalian yang baca, ehehe...
Cerita ini dimaksudkan untuk senang senang saja dan karena aku suka sama Renjun dan Jaemin jadi bikin mereka di cerita ini ^^

Semoga sukaaa~
Sayang sijeuni banyak banyak...

Mari kita ketemu sama keluarga kesayangan Rie.
Kenalin deh, ini Kim Family ^^


Kim Renjun / Ren Wayland
Hobinya menyendiri,
manja sama Mommy nya, tapi suka ngegas ngomongnya sama orang lain.
Galak dan keras kepala.

Kim Hyuri / Aileen Wayland
Mommy tercintanya Renjun
Single Fighter Mother

Jung Jaehyun
Asisten pribadi / tangan kanan Kim Hyuri
Mengabdikan hidupnya untuk keluarga Wayland. Suka adu mulut sama Renjun padahal aslinya sayang banget sama Renjun.



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro