15. Cemburu (Part 2)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Nggak tahu kenapa tapi setiap gue liat lo bawaannya pengen marah.
Lo yang baik, innocent, sayang sama gue tapi malah bikin gue merasa kesel dalam hati.

_Renjun_

Renjun sedang berada diruang tengah ketika notifikasi dari ponselnya berbunyi.

Dari sang mama.

Renjun menghela napas panjang, sekarang dia dirumah sendirian. Sebenarnya dia ingin sekali pergi kuliah hari ini tapi Mommy nya tidak mengizinkan begitu juga Dad nya.
Mereka bilang dia masih butuh istirahat.

Padahal dia sudah baik-baik saja, perasaannya sudah tidak seperti sebelumnya ditambah lagi sekarang dia rindu dengan Yangyang dan lainnya. Dia tidak bisa menghubungi mereka karena selama 'istirahat' ponselnya disita oleh mamanya.

Renjun tahu mungkin ini terlihat berlebihan bagi orang lain tapi tidak untuknya.

Dia sangat sadar kekurangannya karena 'rasa panik' itu. Sudah lama juga dia tidak mengalaminya lagi, bahkan dia lupa bahwa serangan paniknya bisa datang kapan saja seperti malam itu.

Dan seperti sebelumnya, mama dan yang lainnya akan mengalihkan perhatiannya dengan agar tidak memikirkan kejadiannya.

Kadang Ren merasa dia begitu membebani sang mama. Tapi dia juga tidak bisa mengatasi kepanikannya sendirian.

Dan berpikir tentang kata 'sendirian' selalu berhasil membuatnya merasa takutt dan khawatir.

Ren benci kesepian dan sendiri.

Dulu sekalipun sang mama sibuk dan harus bepergian dari satu kota ke kota lain atau bahkan dari negara satu ke negara lain, dia akan selalu diajak bersama dengan om Jaehyun.

Dan ketika dia sudah beranjak dewasa dia akan memghabiskan waktu bersama Mark saat sang mama sibuk.

Sekarang dia sendirian dirumah.

Jujur dia tidak terlalu merasa kesepian disini karena perasaannya merasakan kehadiran papa, mama dan jaemin.

Renjun menolehkan kepalanya kearah tembok ruang tengah yang dihiasi oleh banyak foto mulai dari foto masa kecil Jaemin, masa kecilnya, foto mereka berdua, foto mama dan papa dan yang paling besar disana adalah foto keluarga mereka.

Bukan persis foto keluarga yang bersama-sama sebenarnya karena foto itu diambil secara terpisah.

Fotonya bersama papa dan mama.
Lalu, foto Jaemin bersama papa dan mama.

Yah, seperti yang kalian tahu selama ini mereka tidak tinggal bersama bahkan untuk sekedar meluangkan waktu mengambil foto keluarga saja begitu sulit.

Ren tersenyum menatap foto itu, sedikit getir rasanya melihat dua foto itu disandingkan dengan rasa yang berbeda.

Setiap kali Ren melihat foto dimana ada Jaemin, mama dan papanya entah kenapa dia merasa tidak suka. Selalu ada desir aneh dalam hatinya setiap kali dia melihat itu.

Dia benci melihat senyum kakaknya bersama kedua orangtua mereka dan selalu muncul sebuah pemikiran asing muncul dikepalanya bahwa 'mereka adalah keluarga yang sebenarnya' dan itu selalu berhasil merusak suasana hatinya.

Dia tidak tahu asal perasaan itu tetapi setiap melihat mereka bertiga bersama selalu pemikiran itu muncul begitu saja.

Dia tidak suka melihat betapa bahagianya mereka tanpa dirinya.

Ya tanpa dirinya.

Kadang dalam pemikiran terliar seorang Renjun sering terbersit tanya,

"Kalau gue nggak ada di dunia ini apa mungkin Mom sama Dad nggak akan berpisah?"

"Mungkin kalau gue nggak ada, Jaemin bakalan jadi anak tunggal dan nggak perlu jadi anak broken home."

"Kenapa gue nggak punya papa kayak Jaemin?"

"Kenapa gue bukan anaknya Daddy?"

Renjun hanya bisa memendam semua pertanyaan itu dalam hatinya. Karena dia tahu jika pertanyaaannya terucap maka akan ada banyak orang yang tersakiti terutama sang mama dan Renjun tidak mau itu terjadi.

Dulu sekali waktu kecil dia pernah menanyakan hal itu pada sang mama, namun hanya berujung membuat mamanya bersedih dan sejak saat itu Ren tidak pernah mengatakan apa-apa lagi.

Hanya satu pertanyaan yang dijawab oleh sang mama itupun jawaban yang samar tentang papa-nya. Papa kandungnya.

Mamanya tidak pernah menyebutkan nama ataupun hal-hal yang mengarah pada seseorang yang mungkin bisa Renjun temukan. Waktu itu mamanya hanya mengatakan bahwa papa-nya adalah pria terbaik yang pernah ditemui sang mama dan dia adalah hal terbaik yang didapatkan dari papa-nya.

Ren juga sempat bertanya kenapa bukan Daddy saja yang jadi papa kandungnya, dan sang mama hanya tersenyum meski saat itu Ren menangkap sebuah kesedihan dalam senyumnya.

"Sekalipun papa Kyuhyun bukan papa kandung Ren, dia adalah orang yang sangat baik. Jadi Ren bisa menganggapnya sebagai papa juga seperti Jaemin. Papa Kyuhyun juga sayang banget sama kamu."

Begitulah yang diucapkan sang mama saat Ren kecil bertanya.

Dan karena saat itu Ren tidak mengerti hubungan orang dewasa, dia menerima penjelasan sang mama
dan juga papa-nya sangat sayang padanya bahkan mungkin lebih dari Jaemin sendiri.

Ya, Renjun menerima semuanya tanpa bertanya apa-apa lagi.

Tapi saat serangan panik dan ketakutannya datang menghantuinya dia mulai kembali bertanya-tanya.

Dia memang memiliki Kyuhyun sebagai papa-nya tapi dia takut suatu hari sang papa akan pergi meninggalkannya bersama Jaemin.

Ren hanya punya sang mama.

Hanya mama.

Dia milik Renjun satu-satunya.

Dan Ren tidak ingin membaginya dengan siapapun termasuk sang kakak.

Egois.

Kekanakan.

Mungkin itu yang kalian pikirkan. Tapi biar itu menjadi rahasia karena Renjun tidak menunjukkan sikapnya itu pada orang lain.

Dia berusaha tampak baik-baik saja.

Bagi Ren, dia mampu kehilangan segalanya kecuali sang mama.

Jadi sekarang ketika sang mama membagi waktunya dengan Jaemin, ada perasaan tidak terima dalam hatinya.

Iya, dia tahu kalau Jaemin juga berhak atas sang mama tapi Renjun takut jika Jaemin merebut satu-satunya yang berharga untuknya. Takut Jaemin mendapatkan keluarganya secara utuh dan meninggalkannya sendirian.

No. It wouldn't happen.

Dulu setiap kali pemikiran itu membuatnya ketakutan maka dia akan segera mengalihkannya dengan menemui sang mama.

Tapi sampai kapan dia akan begini?
Kadang Renjun juga merasa lelah dengan semua ketakutannya yang bahkan sampai sekarang tidak ada yang terjadi.

Tidak ada yang meninggalkannya.
Papanya masih menyayanginya.
Mamanya masih mencintainya.
Dan Jaemin masih menemaninya tanpa peduli dengan sikap galaknya.

Tidak ada yang berubah sejak dulu hingga sekarang.

Jadi apa yang dia takutkan?

Renjun mengambil napas panjang mengakhiri semua pemikirannya yang berlarian kemana-mana itu.

Diraihnya ponsel disampingnya.

Oke.

Dia ingin mengganggu waktu Jaemin.
Rasa kesal itu masih ada dalam hatinya karena sebenarnya dia tidak ingin apa-apa sih.

45 menit berlalu.

Masih berbaring di sofa, dia kembali mengecek chatroom-nya dengan Jaemin.

Kenapa sih Jaemin selalu bikin kesel?
Awas aja beneran ngadu ke Mom.

Papanya juga belum pulang padahal sudah sore. Sendirian membuatnya merasa sedikit mengantuk, tapi dia harus mengganggu Jaemin. Dan setelah berusaha menahan kantuk akhirnya Renjun tertidur.

"Mom, kenapa berdiri disitu sama Jaemin?"

"Sayang, maaf ya Mom harus menemani kakak kamu."

"Ren ikut ya?"

"Maaf Sayang, kamu tidak bisa ikut. Mom hanya mau pergi sama Jaemin. Kamu disini saja ya."

"Tapi Mom—"

Sang mama berjalan menjauh dengan menggandeng tangan Jaemin.

"Dad?"

Papa-nya datang dan tersenyum.

"Dad disini sama Ren kan?"

"Dad harus pergi sama Mama dan Jaemin."

"Terus aku? Ren ikut ya Dad."

"Maaf Sayang, kamu tidak bisa bersama kami. Kamu disini saja."

Papa-nya mulai berjalan menjauh menghampiri Jaemin dan mama-nya yang masih menunggu.

"Mom, Dad! Ren ikut ya?"

Keduanya hanya menatap dan menggeleng.

"Jaemin! Lo bilang sayang gue kan, jangan tinggalin gue. Gue ikut sama kalian ya?"

Jaemin menoleh.

"Aku sayang sama kamu Injun, tapi aku mau orangtuaku bersamaku tanpa kamu. Kamu tahu kan kalau aku menginginkannya?"

"Lo nggak bisa ya kayak gitu! Mom, Dad! Jangan tinggalin aku!"

Dan tanpa berkata apa-apa lagi mereka bertiga berbalik dan pergi meninggalkannya.

Renjun berlari mengejar namun mereka malah semakin jauh.

"Momm! Jangan tinggalin Ren, Mom kan udah janji!"

"Dad! Sayang sama aku kan? Dad bilang nggak akan biarin aku sendirian kan?"

"Jaemin! Lo udah janji bakalan nemenin gue kan?"

"Tunggu Ren! Tunggu aku!"

.
.
.

"Ren, kamu kenapa?!"

Renjun terengah dengan dada bergemuruh, jantungnya berpacu lebih cepat, keringat dingin membasahi pelipis dan lehernya.

Dilihatnya papa-nya berjongkok disampingnya yang hampir jatuh dari sofa.

"D-Dad?"

"Iya ini Daddy, kamu kenapa? Sakit lagi? Kita ke Rumah Sakit ya."

Renjun meraih lengan sang papa yang hendak beranjak kemudian memeluk papa-nya erat.

"Dad, don't leave me again. I scared..."

Kyuhyun yang masih tampak khawatir membalas pelukan erat sang putra. Mengelus lembut punggung Renjun, menenangkan putranya yang entah kenapa tiba-tiba begini.

Sejujurnya Kyuhyun khawatir serangan panik putranya itu kambuh melihat dia menemukan Renjun gelisah dan menggigau dalan tidurnya seperti barusan.

"Dad, tidak pergi kemana-mana. Kamu kenapa tiduran disini, nak? Kok nggak tidur dikamar?"

"Ren tunggu kalian pulang, terus ketiduran."

"Kakak sama mama belum pulang?"

"Mereka pergi berdua."

"Oh, oke—kamu udah makan?"

Renjun menggeleng, masih memeluk sang papa. Perasaannya masih tidak nyaman.

"Dad masak buat kamu ya, lepasin dulu pelukannya. Tapi Dad ganti baju dulu ya."

Renjun melepas pelukannya dan menunggu sang papa ganti baju sebelum mereka ke dapur.

Renjun duduk menunggu sang papa yang sedang memasak. Dia melipat tangannya diatas meja dan meletakkan kepalanya disana.

"Dad, Ren tanya boleh?"

"Hm, tanya apa?"

"Dad sayang Ren kan?"

Kyuhyun yang sedang  memotong sayuran menoleh menatap sang putra.

"Tentu Dad sayang sama kamu, kenapa tanya hal yang sudah pasti begitu sih?" ucapnya sembari tersenyum.

Dilihatnya wajah murung Renjun.

"Is something bothering you, son?"

Renjun mendongak menatap sang papa.

"Tadi Ren mimpi buruk. Dalam mimpi, Dad pergi bersama Mom dan Jaemin. Kalian ninggalin aku sendirian. Kalian pergi dan nggak peduli sama Ren.
I scared Dad... Jaemin said he'll take Mom and Dad away from me. He'll get his family back without me."

Tak.

Kyuhyun meletakkan pisau yang dipegangnya kemudian berjalan menuju putranya dan memeluknya.

"Why you say so? You're part of this family."

"Tapi aku bukan 'bagian asli' keluarga ini..." suara Ren bergetar dan Kyuhyun tahu putranya sedang menahan perasaannya yang sedang meluap ingin tumpah.

"Ssst... kamu bagian keluarga ini dan selamanya akan begitu. Jangan pernah bilang kamu bukan bagian dari keluarga kita."

Kyuhyun menangkup wajah putranya itu dengan kedua tangannya.

"Kamu anak Daddy. Jangan lupakan itu."

"Tapi Dad..."

"KAMU ANAK DADDY. KAMU ANAK DADDY, dan selamanya akan begitu." Kyuhyun menekankan kata-katanya menahan sebersit rasa sakit di dadanya.

Renjun menunduk, air matanya perlahan jatuh tetes demi tetes, bahunya ikut bergetar dan kemudian dekap hangat sang papa memeluknya.

Ren tidak pernah setakut ini dihadapan sang mama, dia tidak bisa mengatakan kegundahan hatinya pada sang mama, dia takut melukai hati sang mama.

Dan disinilah dia sekarang.

Tiba-tiba mengungkap isi hatinya pada sang papa.

Benar.
Papa-nya.

Mungkin dia salah karena sempat meragukan kasih sayang papa-nya. Karena tidak pernah sekalipun papa-nya mengurangi kasih sayang itu justru bertambah seiring berjalannya waktu.

.
.
.

"I'm home! Papaaa~ Injuunn~"

Jaemin berteriak begitu membuka pintu rumahnya, suaranya bergema di ruang tengah yang sepi.

Apa mereka pergi?

"Kok sepi sih Bunda? Papa sama Ren pergi ya?" tanyanya pada sang bunda yang baru masuk.

"Hm? Sepertinya tidak, papa kamu nggak ada ijin sama bunda kalau mereka mau pergi."

Hyuri meletakkan barang belanjaan mereka di meja ruang tengah lalu melenggang menuju ke lantai dua kamar Renjun diikuti Jaemin di belakangnya.

"Tapi mobil papa ada kan tadi?"

"Ada kok."

Baru saja Hyuri akan membuka pintu kamar Renjun, mantan suaminya itu lebih dulu membukanya dari dalam.

"Oh, kirain kamu pergi sama Ren. Dia dimana?"

Kyuhyun menutup pintu dibelakangnya pelan, membuat Hyuri dan Jaemin mengernyit heran.

"Dia baru saja tidur. And Hyuri, we need to talk."

Hyuri baru akan menolak ketika Kyuhyun memberikan tanda serius padanya.

"Jaemin temani adek kamu dulu ya."

Jaemin mengangguk lalu masuk ke kamar Renjun sementara papa dan bundanya turun untuk membicarakan sesuatu entah apa itu.

Dilihatnya Renjun yang sedang tidur dibalik selimut. Jaemin mendekat kemudian mendudukkan dirinya di pinggir ranjang, menatap wajah adiknya itu.

Jaemin mengernyit, ada jejak air mata  di wajah Renjun.

Kenapa?

Tangannya terulur lalu mengelus pelan surai coklat adiknya, dan tak lama Jaemin ikut merebahkan dirinya di samping Renjun.

"Kamu kenapa udah tidur? Tadi udah aku beliin cake coklat dan chicken kesukaan kamu."

Tangannya masih sibuk mengelus surai lembut adiknya, Renjun bergerak pelan namun masih tidur.

"Kamu tadi nangis? Kenapa?"

Jaemin tahu dia tidak akan mendapat jawaban dari orang yang tidur.

"Sejujurnya aku nggak tahu banyak soal kamu ya, padahal aku kakak kamu."

"Aku tadi seneng banget bisa pergi bareng bunda. Kamu tahu nggak kalau aku udah lama pengen hal itu."

"Tadi aku sempat berpikir egois tahu nggak sih. Rasanya aku pengen terus berdua sama bunda dan nggak pengen pisah. Beneran ini bahagia buat aku karena sudah lama aku nggak merasakan lagi kebersamaan itu."

"Sejak kita tinggal terpisah, setiap aku mengunjungi kalian pasti bunda banyak sibuknya. Meski masih menyempatkan diri jalan sama aku tapi kali ini beda. Feels like home. Aku merasa kembali ke masa lalu pas kecil dulu."

Jaemin menghentikan ceritanya saat melihat Renjun bergerak gelisah dan menggigau.

"Injun, kamu nggak apa-apa?"

"Momm..."

Suara serak Renjun terdengar lirih, wajahnya mengernyit tidak nyaman dan keringat dingin mulai membasahi pelipisnya.

Jaemin yang melihat itu sontak terbangun dan berusaha menyadarkan Renjun.

"Ren, are you okay? Hei, kenapa?"

"Don't leave me please, Mom..."

Jaemin panik melihat Ren yang masih menggigau dan tidak bisa dibangunkan. Jaemin berniat memanggil papa dan bundanya ketika netranya tak sengaja melihat beberapa obat diatas nakas.

Alprazolam?

Jaemin terkejut melihat ada beberapa obat antidepresan yang ada disamping tempat tidur adiknya.

Ada apa?
Kenapa adiknya harus minum obat-obatan seperti itu?
Apa ini sakit yang dikatakan oleh papa-nya kemarin?

Jaemin mengurungkan niatnya untuk memanggil bunda dan papa-nya lalu kembali menghadap Renjun.

Disekanya keringat di pelipis Renjun sebelum akhirnya dia menepuk-nepuk pelan bahu Renjun.

"Ren... bangun dulu, kamu nggak apa-apa kan? Bangun dulu."

Renjun tersentak, membuka matanya dan mendapati Jaemin disampingnya.

"L-Lo ngapain disini? Where's Mommy?"

"Kamu tenang dulu ya, tarik napas dulu pelan-pelan."

"No, I need to—"

Jaemin menarik Renjun dalam pelukannya.

"Lo ngapain Jaem, lepasin gue! Gue mau Mommy!"

"Kamu kenapa sih, pernah nggak sekali aja... can you try to rely on me?"

"Gue benci sama lo."

"That's why I need more explanation, kenapa kamu selalu bilang benci sama aku."

"Gue nggak butuh jelasin ke lo, lepasin gue."

Renjun mendorong tubuh Jaemin namun kakaknya itu malah semakin mengeratkan pelukannya.

"Aku salah apa sih sama kamu?"

Renjun diam tidak lagi meronta melepaskan diri. Perlahan ditenggelamkannya wajahnya di bahu sang kakak.

"Kenapa? Kalau aku ada salah, jelasin ke aku biar tahu. Dan kalau ada yang bikin kamu kepikiran, cerita sama aku. Bisa?"

"Gue benci sama lo Jaem, benci banget." ucapnya lirih namun masih terdengar jelas di telinga Jaemin.

"Kenapa lo baik sama gue? Gue sering marah dan kasar sama lo."  bisiknya lagi.

"Karena kamu adik aku."

"Bohong. Lo nggak usah pura-pura baik sama gue. Lo juga nggak suka kan sama gue?"

Jaemin melepaskan pelukannya namun kali ini giliran Ren menahannya dengan mencengkeram bagian belakang kemejanya. Masih menyembunyikan wajah di bahunya.

"Bagian mana dari semua sayangku ke kamu yang merupakan kebohongan? Kamu ngerasa aku nggak tulus?"

Renjun diam menunggu Jaemin meneruskan kata-katanya.

"Aku nggak bohong Ren. Iya memang aku juga benci kamu, tapi itu bukan kebencian yang bikin aku nggak suka dan menjauhi kamu. Kamu bisa anggap itu sebagai—kekesalan seorang kakak, tapi lebih dari itu aku sayang kamu."

Setelah mengatakannya Jaemin merasakan cengkraman di balik punggungnya mengerat dan bergetar.

"Sebenci atau sekesal apapun aku ke kamu, itu nggak akan bisa merubah kenyataan kalo kamu adik yang aku sayang Ren. Nggak pernah berubah."

"Gue makin benci sama lo."

"Kenapa?"

"Karena lo bersikap baik dan lo akan mengambil perhatian dan kasih sayang Mom, gue nggak suka berbagi sama lo."

"Bukannya kamu yang memonopoli bunda selama ini? Aku selalu ngalah untuk bisa dapat waktu atau perhatian bunda. Itu yang kamu sebut memonopoli?" balas Jaemin.

"Kamu yang memonopoli bunda dari aku, dan aku berusaha terima. Tapi bukankah aku juga berhak, aku juga anak bunda sih kalau kamu lupa."

Renjun mencengkeram erat kemeja belakang Jaemin. Bisa-bisa kemeja itu robek saking kuatnya dia mencengkeram.

"Gue nggak suka... karena gue cuma punya Mom dalam hidup gue, nggak kayak lo yang punya Dad sekaligus Mommy. Bolehkan gue egois dengan minta Mom disisi gue terus?"

"Nggak." Jaemin menghela napas pelan. "Bunda sama papa bukan sebuah benda kepemilikan. Kenapa kamu mikir gitu? They're our parents. Kita nggak bisa membagi siapa milik siapa, we share it. Mereka bukan untuk dibagi karena kitalah bagian hidup mereka. We are family Ren, they're our parents and you're my brother. Akan seperti itu selamanya."

"Jadi selama ini kamu mikirnya gitu? Dan kamu benci aku karena berpikir aku akan ambil bunda dari kamu, iya?"

Renjun terdiam tidak tahu harus menanggapi apa.

"Kenapa kita kekanakan gini sih? Bisa-bisanya aku cemburu sama anak modelan kayak kamu gini."

"Lo cemburu ke gue?" tanya Renjun lirih, "Kenapa?"

Jaemin tersenyum mengingat betapa bodohnya dia berpikir selama ini.

"Karena aku sempat mikir kayak kamu. Tapi kayaknya sekarang udah nggak deh, masa iya cemburu dan rebutan sama kamu."

"Awww!"

Teriak Jaemin tiba-tiba

"Kamu kenapa gigit pundak aku? Sakit Ren!"

"Gue kesel sama lo! Hih!"

"Aduhhh! Sakit Ren! O-Oke, oke kamu boleh pukul tapi jangan gigit!" Jaemin melepas pelukannya pada Renjun.

"Nggak. Gue maunya gigit biar lo tau rasa!"

"Jangaaan! Aduhhh!"

Jaemin berusaha menghindar tapi Renjun berhasil mendaratkan gigitan di bahunya.

"Stop it, Injunnn! Memangnya kamu vampir? Ya ampun—eh, tapi ini artinya kamu udah nggak marah?"

"Humm."

Cup.

Jaemin mendaratkan sebuah ciuman di pipi Renjun.

"Ih! Lo ngapain!? Jaemin rese!

"Balasan karena kamu udah gigit aku dan makasih udah nggak marah lagi. Hehe."

"Jijik! Enyah lo sana!"

"Nggah mau, lagian ini udah malem jangan teriak-teriak sih bikin berisik." kekehnya melihat wajah kesal Renjun.

"Balik lo ke kamar!"

"Nope, I stay here. Aku mau tidur disini aja."

"Nggak!"

"Okey, let's sleep~"

.
.
.
.
.

Bersambung.

Hai haiiii~
Gimana nih? Kalian masih baca kan ya? Semoga nggak bosan ya.

Thanks buat yang masih dan mau baca T_T huehue...
Padahal hampir sebulan nggak update, so sorry 🙏🏻

Em, akhirnya si kakak beradik ini ngerti kecemburuan satu sama lain.
Emang ya nggak bisa dipungkiri kalo rasa cemburu dalam kekuarga pasti ada. Misal mikir gini 'apaan sih kakak melulu' atau 'apasih adik melulu' 😅

Padahal kalo dipikr sama aja ya nggak sih? Sama-sama sayang.

Hehehe,

Oh, di next chapter kita akan ketemu new conflict. Apa ya em?
Udah ntar aja, xixixi.

Sekali lagi makasih buat kalian yang mampir untuk baca. Saranghae~

Salam hangat,
Mamanya JaemRen.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro