Chapter 10 (End)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Lelaki asing itu masih mengamati satu per satu manusia dalam rumah. Meski ia sedikit senang lantaran bisa bertemu dengan Soomi, nyatanya ia juga sedikit takut.

"Bisakah kalian menjelaskan padaku?" tanyanya.

"Sekarang kau telah menjadi vampir," jelas Insoo.

Luar biasa, ia tidak mengira jika kabar yang beredar benar. Sudah lama ia menyukai cerita-cerita mengenai vampir dan kini malah menjadi salah satunya. "Itu artinya aku tidak akan mati?"

"Kita sudah mati," ketus Jeonghoon, "kau tidak dengar jantungmu telah berhenti berdetak?"

"Kita bisa lenyap saat terkena besi berlapis perak," jelas Insoo.

Soomi masih heran dengan lelaki di samping Insoo, bagaimana bisa tahu namanya? "Bagaimana kau mengetaui namaku?" tanyanya pada lelaki yang masih kagum pada perubahan. Ia tidak tahu dari mana dan kenapa Neya menjadikan lelaki ini salah satu dari mereka.

"Ayo, kita pergi!" Jeonghoon memiting kepala Neya, lelaki itu sedang cemburu.

Tidak ada pilihan, tanpa menunggu jawaban Soomi pun pergi mengikuti kekasihnya. Mereka mendapati Neya tengah melamun di balkon.

"Neya kau kenapa?" tanya Soomi ketika melihat wajah sedih sahabatnya.

Gadis itu hanya tersenyum, lalu meneguh gelas berisi darahnya. "Aku baik-baik saja." Neya berjalan memasuki kamar, ia tidak ingin membahas apa pun.

"Apa kita tidak bisa membantu menyembuhkan luka di hatinya?" tanya Soomi sembari menyandarkan diri di tubuh kekasihnya.

"Kita cukup tahu bagaimana anak itu. Aah ... benar-benar kehidupan yang rumit. Sudah ditinggal ayah dan kakak tercinta, juga dikhianati oleh seseorang yang selalu membuatnya menunggu. Kesalnya, aku baru mengetahuinya beberapa minggu yang lalu."

Jeonghoon menatap geram dengan keadaan yang selalu saja membuat mereka sulit. Ia ingin cepat mengakhiri pertarungan antara vampir dan serigala.

~~~~

Pagi ini, kakak Soomi menyuruh untuk mengantarkan buku-buku pada siswa dan siswi. Dengan diantar oleh Neya, ia pergi ke rumah semua siswa dan siswi itu. 'Aaah ... kenapa tidak diberikan waktu masuk sekolah saja? Benar-benar merepotkan.' Ketika mereka sampai di rumah salah satu murid, mereka bertemu dengan dua lelaki. Salah satu dari mereka adalah laki-laki yang selalu bersama Saejun dan satunya lagi laki-laki yang selalu mengejar-ngejar Soomi.

"Nona Neya," sapa Giyeon.

"Eo, Giyeon!" balas Neya dengan tersenyum manis.

"Hei, Jung soo mi."

"Hei," jawab Soomi dengan nada malas sembari melambaikan tangan.

Choi Wo Bin, itulah nama lelaki yang selalu mengejar-ngejar Soomi. Lelaki itu mengajaknya untuk ke suatu tempat. Ia sudah menolak, tetapi lelaki itu tetap memaksa.

"Lalu bagaimana dengan mobilku?" tanya Soomi.

Lelaki yang bernama Giyeon sendiri sepertinya juga ingin mengajak Neya keluar. Dengan mengembuskan napas malas, Soomi mengiakan ajakan Wobin. Semoga saja si pencemburu Jeonghoon tidak tahu jika ia sedang keluar dengan lelaki selain dirinya.

"Neya!"

"Aku tahu ... sudah sana pergi!" Sahabat Soomi ini tahu betul bahwa ia tidak suka jika barang-barangnya disentuh oleh orang asing apalagi mobil kesayangannya.

"Neya!"

"Iya ... Sudah pergi sana!"

"Syuut ... rahasia, ya?" Soomi menaruh telunjuk di mulut, kemudian memasuki mobil Wobin.

Neya menyetir mobil milik Soomi. Giyeon mencoba untuk mengawali pembicaraan terlebih dahulu.

"Dari mana kau mengenal Saejun?" tanya Giyeon yang sempat membuat Neya mendadak menginjak rem. "Kenapa? Apa ada yang salah?" tambahnya.

"Tidak." Neya menginjak gas kembali. Ketika mereka melewati sebuah terowongan panjang tiba-tiba mobil menabrak sesuatu. Ia keluar untuk memastikan apa benar ada sesutau yang tertabrak? Neya melihat bayangan hitam yang berjalan mendekat ke arahnya.

"Nona Neya, apa ada sesuatu?" tanya Giyeon sembari keluar dari mobil.

"Jangan keluar!Tetaplah di dalam!" perintah Neya, ia merasakan ada yang aneh di tempat ini.

"Hei, Neya," ucap seseorang bertudung hitam.

"Kau siapa?"

"Kau tidak akan tahu siapa aku. Aku dengar jika seorang serigala berhasil membunuhmu dan meminum darahmu akan hidup kekal dan abadi. Apa itu benar?" lelaki itu menghirup darah Giyeon, ia melihat ke dalam mobil kemudian tersenyum.

"Wah ... kau pintar juga karena membawa darah segar ke sini. Pertama, aku akan meminum darahmu dan kedua, aku akan memakan daging lelaki itu dan meminum darahnya."

Ucapan lelaki bertudung ini membuat Neya muak dan kesal. Tak lama kemudian, teman dari lelaki bertudung itu berdatangan. Neya kalah jumlah dengan musuh yang semakin banyak.

"Jangan keluar! Jangan keluar kataku!" perintah Neya ketika melihat Giyeon keluar dari mobil. Namun, lelaki itu tak mendengarkannya. Ketika salah satu manusia serigala hendak mencengkeram Giyeon dengan cepat Neya berlari ke arahnya dan menggigit lehernya.

"Maafkan aku!" ucap Neya lirih.

Seketika Giyeon menjatuhkan tubuh di samping mobil. Dengan cepat juga Neya mengambil sekantong darah di pendingin mobil Soomi yang tadi sebelum berangkat diletakannya di sana. Ia memang selalu memperhatikan hal-hal kecil seperti itu, mengingat dirinya akan selalu butuh darah untuk makanannya. Segera ia meminumkan darah itu, lalu melawan beberapa serigala yang mendekat.

Giyein merasakan perubahan di tubuhnya, taring keluar dari giginya dan kukunya mulai memanjang serta bola matanya juga berubah menjadi merah. Neya berwas-was dan sesekali melihat ke arah Giyeon untuk memberi isyarat kabur. Setelah dirasa para serigala tidak mengejar lagi, mereka berhenti untuk sejenak.

"Maafkan aku!"

"Aku kenapa?" tanya Giyeon heran

"Sekarang kau adalah salah satu dariku, vampir," ungkap Neya menyesal, ia tak punya pilihan lain selain melakukan hal tersebut.

Neya mengajak Giyeon menuju rumahnya. Sesampai di sana, Giyeon dikejutkan oleh adiknya yang tak pernah pulang ke rumah.

"Kau menjadikan adikku vampir juga?" ucapnya marah.

"Kakak!" Hongki memeluk kakaknya dengan sangat erat.

"Apa kau sebegitu membenci Saejun? Kenapa kau membalas dendam pada kami?" Giyeon tak bisa meredam amarahnya, ia menatap Neya dengan mata merah miliknya.

"Maafkan aku ... aku tak tahu kalau dia adalah adikmu. Bukankah aku sudah melarangmu untuk tidak keluar dari mobil? Kenapa kau malah keluar dari mobil?" Neya mengembuskan napasnya dengan sangat kencang.

Beberapa hari telah berlalu, Saejun mengetahui bahwa sahabatnya telah berubah menjadi vampir. Ia benar-benar marah dan tidak ingin diganggu oleh siapa pun. Ia bertambah marah ketika mengetahui adiknya juga berubah menjadi vampir. Ia berteriak sembari membanting gelas di sampingnya.

Malam ini Saejun tengah berjalan-jalan seorang diri di sebuah hutan yang tak jauh dari rumah Neya. Ia memang berniat ke rumah gadis itu.

Sesampainya di depan rumah, segera Neya keluar karena merasa ada sesuatu berada di depan rumahnya.

"Kenapa kau ke sini?" tanyanya dengan melemparkan tatapan tajam ke arah Saejun.

"Kenapa kau tak pernah bilang padaku?" saut Giyeon yang tiba-tiba berdiri di samping pintu sembari menyandarkan diri dan melipat kedua tangannya. "Lihat apa yang sudah kau lakukan! Jika saja kau menjadikanku salah satu darimu pasti aku tidak akan menjadi musuhmu," ungkap Giyeon dengan tatapan marah.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi di antara kalian berdua, yang jelas jangan menjadikanku dan adikku korban balas dendam kalian!" Giyeon menghantamkan pukulan pada Saejun dengan sekeras-kerasnya. Ia benar-benar marah dan tak bisa berpikir dengan jernih. Ia berlari ke arah hutan dengan sekencang mungkin.

"Kenapa kau melakukan ini padaku?" Saejun menatap tajam ke arah gadis di depannya. "Aku minta maaf atas apa yang menimpa kakakmu juga ayahmu."

"Kita hanya korban ... aku dan dirimu hanya korban dari J." Neya menyibakkan rambut dan mengusap wajah dengan kedua tangannya. "Gigitlah aku!" pinta Neya dengan menunjukkan lehernya.

"Apa yang akan terjadi jika itu kulakukan?"

"Aku akan mati."

Saejun memukul tiang tembok di rumah itu, ia benar-benar frustrasi. "Apa benar kau gadis yang pernah berada di hatiku?"

"Tidak ... lakukan saja dan jangan banyak tanya! Dengan begitu pertarungan akan berakhir." Neya menitihkan air mata. Sesaat, ia membelakangi Saejun untuk mengusap air matanya yang terjatuh.

"Apa yang terjadi jika kau menggigitku?"

"Kau akan mati."

"Baiklah ... kau saja yang menggigitku!" Neya yang masih berkaca-kaca melihat ke arah Saejun yang juga berkaca-kaca.

Mereka berdua sepakat untuk saling menggigit, ada suara berupa angin untuk melarang melakukan hal tersebut. Sesaat, mereka ragu untuk melakukan hal itu, kini Neya dan Saejun tengah berhadapan dengan saling menggigit leher. Mereka berpelukan, kemudian merasa kesakitan. Neya semakin mendekap lelaki di depannya begitupun Saejun. Di saat yang sama Soomi, Jeonghoon, dan Insoo keluar dari rumah dan melihat mereka tengah merintih kesakitan.

"Neya!" teriak Soomi melihat sahabatnya perlahan menghilang bersama lelaki yang tengah memegang tangannya dengan sangat erat. Neya juga tersenyum pada ketiga sahabatnya yang sekarang hanya mendapati angin saja.

~~~~

Kepergian Neya masih menyisakan luka. Soomi, Insoo, dan Jeonghoon baru saja menghabisi lelaki bernama J. Lelaki inilah dalang dari semua pertengkaran dan perpisahan antara Neya dan Saejun. Ketiga vampir itu pergi menuju atas tebing, disana merek mengingat-ingat kisah tragis Neya dan Saejun. Mereka memang tidak bisa bersama, tetapi cinta mereka akan abadi dan tersimpan di hati masing-masing.

"Kami akan berjanji menjadikan cinta kalian, cinta yang suci," kata Soomi sembari melihat ke arah awan dan air terjun yang mengalir di sekitar.

"Neya, Daeho, kami merindukan kalian," ungkap Insoo dengan mengembuskan napas.


~The End~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro