Chapter 9

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Air mata Neya mulai menitih, ketiga temannya hendak mendekat. Namun, ia mengangkat tangan, mengisyaratkan untuk tidak melakukannya.

"Lari dan pergi!" perintah Neya pada tiga sahabatnya yang masih berdiri tak percaya. "Larilah kataku!" teriaknya lagi dengan melemparkan sebotol cairan kecil pada Soomi. "Minum itu dan cepat lari!"

Soomi menangkap botol itu, kemudian berlari diikuti oleh Jeonghoon dan Insoo. Kepergian mereka juga diikuti oleh beberapa serigala.

Neya memegang pipiDaeho. Air mata mengalir deras di pipi pucatnya. Ketika salah satu dari manusia serigala hendak menyerang, Saejun menghentikan dengan isyarat tangan. Ia ingin melihat sesuatu yang menurutnya melo drama sembari melipat kedua tangan.

"Bertahanlah! Kau tidak boleh meninggalkanku! Hanya kau satu-satunya yang kumiliki."

Daeho merintih semakin terkapar. Ia memasang senyum pada adiknya.

"Jangan tersenyum seolah semuanya baik-baik saja!" Neua hendak melukai tangan dan meminumkan darahnya. Namun, niatnya terhenti oleh tangan Daeho yang kemudian memegangnya.

"Kau bukanlah manusia." Duara Daeho melemah.

"Bertahanlah, aku mohon bertahanlah! Kau baik-baik saja?"

Daeho menggeleng, ia sudah tidak tahan lagi.

"Tunggu sebentar saja! Aku akan membunuh semua hewan ini dan menyelamatkanmu, Kak."

Lagi-lagi Daeho hanya menggeleng. Ia tidak akan bisa diselematkan.

"Kakak, bertahanlah, hanya kau satu-satunya keluargaku yang tersisa."

Dengan rasa sakit yang luar biasa Daeho meminta agar Neya menancapkan jarum besi miliknya untuk mengakhiri penderitaanya.

"Tidak, aku idak mau. Kau harus hidup untukku!" Tangan Daeho sudah tak bergerak, matanya mulai menutup. Daeho belum mati tetapi tubuhnya telah rusak dan tidak bisa digunakan lagi. Ia akan menderita dan merasakan kesakitan yang luar biasa jika Neya tidak bertindak cepat.

"Tidak, buka matamu!" teriak Neya sembari memeluk Daeho dengan sangat erat.

"Apa yang akan aku katakan pada Kak Eunhee, Kak? Aku mohon bangunla! Bangun bodoh! Jangan menakut-nakutiku!"

Tangis beserta isak tak tertahankan yang mendominan dalam pekatnya malam. Ia masih tak percaya jika kakaknya telah tiada. Neya menyanyikan lagu yang biasa Saejun, Daeho, juga dirinya nyanyikan sewaktu masih bersama dulu. Lagu yang empat tahun lamanya selalu mereka nyanyikan bersama. Sampai pada akhirnya Saejun menghilang dua tahun lamanya.

Saejun sedikit mengingat lagu yang tengah Nenya  nyanyikan. Memang ia yang menciptakan lagu tersebut. Seakan ada yang menyuruh untuk menyanyikan lagu itu bersama seorang gadis yang tengah meratap pilu. Mereka berdua menyanyikan lagu bersama dengan merdu. Saejun tidak mengerti kenapa malah menitihkan air mata.

Neya membawa Daeho lari dengan secepat kilat mengejar teman-temannya yang sudah terlebih dulu pergi.

~~~~

Neya meletakkan Daeho di dinginnya lantai dalam rumah. Ia berteriak-teriak memanggil nama kakaknya.

"Bangun! Bagunlah Kak Daeho! Hoi, lelaki jelek, kenapa kau tak mendengarkanku? Kenapa kau bercanda seperti ini? Apa kau tahu semua leluconmu ini sama sekali tak lucu? Cepat bangun jika tidak aku akan menjitak kepalamu!"

Neya masih mendekap tubuh Daeho dalam pelukan. Sungguh, ia masih tak percaya dengan semua ini.

"Kumohon bangunlah, bangunlah, Kak!" Neya berteriak disertai isakan. Ia tak pernah seterluka ini.

Selama ini Daehola yang selalu menemaninya di saat ia terluka. Lelaki itu pula yang selalu membantunya berdiri ketika sedang terjatuh.

"Apa Daeho baik-baik saja?" tanya Soomi. Gadis itu memeluk Neya, lalu berkata, "Tenanglah, semua akan baik-baik saja. Kau masih punya kami bertiga." Soomi juga ikut menangis. Selama berkuliah telah banyak waktu yang dilalui bersama.

"Bunuh aku, Soomi!" pinta Neya yang tak hentinya menitihkan air mata. Ia meringkuk di pelukan Soomi. Tatapannya kosong. Ia masih mengingat-ingat permintaan Daeho padanya. Ia semakin menitihkan air mata sembari memukul-mukul dada. Soomi mencoba menghentikan tingkah lakunya ini.

"Lelaki ini, Kak, kumohon bangunlah! Katakan padanya untuk bangun, Soomi!"

Neya memegang besi yang masih lengkap dengan penutupnya. Ia merasa dengan perlahan ada yang mengambil besi itu dari tangannya.

"Kau tersenyumlah, kau benar-benar jelek jika menangis. Apa kau pikir kau ini anak kecil?"

Neya mendengar Soomi mengucapkan kata-kata yang selalu Daeho ucapkan padanya ketika sedang menangis. Soomi menancapkan besi tepat di dada Daeho. Perlahan lelaki membuka mata dan tersenyum ketika tubuhnya semakin lenyap sampai kini benar-benar menghilang.

~~~~

Malam yang memilukan, Neya berdiri di kamar dekat gorden. Melihat pemandangan di luar. Masih memikirkan kepergian kakaknya beberapa hari yang lalu. Sepintas, ia melihat bayangan hitam di bawah pohon dekat rumah. Bergegas ia berlari keluar menghampirinya.

"Kau siapa?" tanya Neya dengan berdiri tepat di belakang lelaki itu.

"Aku adalah J," jawab lelaki iyi yang kemudian membalikkan badan memandang ke arah Neya.

"Kenapa kau di sini? Semua karenamu, aku benar-benar membencimu dan sampai kapan pun aku tidak akan pernah memaafkanmu."

"Aku datang ke mari bukan untuk meminta maaf."

"Apa? Haah ... bagiku kaulah musuhnya, kaulah biang dari semua ini. Baiklah, kangan meminta maaf karena aku tidak akan memaafkanmu! Tidak akan pernah!"

Neya mencabik tubuh lelaki tak berdosa dengan kuku panjangnya. Ketika ia sadar telah membuat seorang lelaki yang tak bersalah itu terkapar di tanah segera ia menggigitnya.

"Bukankah sudah kukatakan?Aku sudah mati."

Neya mendengar suara tak berwujud. Suara J yang telah keluar dari tubuh lelaki tadi. Ia membawa lelaki itu menuju rumah. Sesampai di sana, Jenghoon dan Insoo membantu untuk mendudukan si lelaki di sofa.

"Apa yang terjadi? Siapa orang ini?" tanya Jenghoon yang kemudian menidurkan lelaki itu.

"Ambilkan darah!" titah Neya.

Insoo berlari mengambil darah yang dikemas di tempat infus dan menyerahkannya pada Neya. Gadis itu meminumkan darah pada lelaki yang saat ini tengah mengerang-erang. Ia melihat bola mata berubah menjadi merah.

"Apa yang terjadi denganku?" tanya lelaki itu ketika mengetahui ada yang aneh di tubuhnya. Ia juga memegang dadanya. "Kenapa aku tak merasakan detak jantungku?" tambahnya. Ia juga melihat ke arah kuku dan taringnya yang memanjang.

"Apa kau tidak ingat?" tanya Soomi pada lelaki itu.

"Bukankah kau Nona Soomi? Benarkan?"

"Bagimana kau bisa tahu?" Soomi mencoba untuk mengingat-ingat lelaki yang masih bingung dengan keadaan sekitar.

"Tak perlu diingat-ingat, mungkin saja dia salah satu penggemarmu," kesal Jeonghoon, kemudian menarik tangan Soomi untuk pergi.

Neya berdecit kecil melihat tingkah laku Jeonghoon. Si lelaki pencemburu itu samgat lucu saat marah.

"Selamat bergabung," ucap Insoo.

~TBC~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro