Pelukan Terakhir di Shally's Salon

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Tidak bisakah ... aku memiliki satu kesempatan lagi?"

"Aku tidak pernah memberimu kesempatan, dan seharusnya kau bisa mendapatkannya kali ini. Tapi, aku benar-benar sudah lelah, Fortune. Kau tidak pernah belajar dari kesalahanmu. Dan aku benar-benar berharap kau tidak membenciku karena hal ini."

Stacy bertolak menuju meja kasir kemudian membuka mesinnya hingga terdengar bunyi berdenting menggema ke seisi salon. Wanita itu, begitu menemukan sebuah catatan lusuh, lantas berbalik lagi ke tempat duduknya semula.

Stacy duduk. Wajahnya masih dirundung lelah. Aku juga, tetapi aku tidak lelah. Aku bersedih. Namun, wajahku tidak jauh bedanya dengan wajah Stacy.

Lalu, kulihat, Stacy mulai membuka kertas catatan yang ujungnya sudah menguning itu. Cepat dibuka olehnya lipatan kertas tersebut dan setelahnya, ia menghadapkannya tepat ke depan wajahku.

"Ini catatan masalah yang berhasil didapat oleh Shally's Salon terhitung sejak kau mulai bekerja di tempat ini. Itu sekitar ... delapan--"

"Sembilan." Aku membenarkan, Stacy menatap gemas bagai ingin mengatakan bahwa aku lancang karena sudah menyela ucapannya.

Namun, ini bukan waktu yang tepat bagi Stacy untuk marah-marah oleh hal seperti itu. Jadi, ia berkata lagi. "Sembilan bulan. Kau mulai bekerja pada tanggal 6 bulan Juni tahun lalu."

"Ah, aku ingat. Aku mulai bekerja ketika suhu luar ruangan di Baltimore bisa digunakan untuk menggoreng telur."

"Diam, Fortune." Aku tidak sengaja membuat emosinya kian memuncak. Karenanya, kulihat Stacy menghela napas keras-keras di depanku--bermaksud untuk mengatur amarah, agaknya. Lalu, ia menyambung lagi. "Di bulan April, ketika Kalia masih bekerja denganku, Shally's Salon tidak ada apa-apa. Tidak ada apa-apa di kalimatku barusan merupakan sebuah prestasi jika disebelahkan dengan kondisi salon saat ini. Bagai langit dan bumi, bagai air dan api. Oh, betapa aku merindukan Kalia. Aku harap gadis itu baik-baik saja saat ini ...."

"Sejak kau datang, Fortune, omset Shally's Salon menurun drastis. Jujur, aku tidak tahu kenapa bisa begitu. Dan itu tidak terlalu berhubungan dengan sikap dan etos kerjamu secara keseluruhan. Kau baik. Kau teman dan bawahan yang baik, sama seperti Kalia. Dan aku sedang tidak mengarang. Namun, tetap saja, jika terjadi setiap hari, aku juga bisa lelah menghadapi masalah yang kau bawa dari luar ...."

Stacy kembali melipat kertas kusam yang sebelumnya telah ia buka. Ucapannya terhenti dan ia menunduk dalam-dalam. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi saat ini. Aku sadar jika aku salah, tetapi aku masih ingin bekerja di sini.

"Jadi, Fortune. Untuk hal-hal yang aku sebutkan barusan, aku tidak bermaksud untuk membunuh keyakinanmu. Lalu, untuk kalimatku setelah ini, aku juga tidak bermaksud untuk membakar hatimu. Sungguh. Tapi, aku yakin akan satu hal setelah bekerja denganmu selama kurang lebih sembilan bulan. Kau itu pembawa sial," ungkap Stacy, "dan namamu membuatku sebal. Hanya Tuhan yang tahu betapa aku membenci nama tersebut tiap kali kau membuat masalah baru di salon."

Aku sudah menunggu dua puluh enam tahun demi bisa hidup mandiri. Mum tidak pernah jahat kepadaku, tetapi hidup mandiri, menjadi seorang wanita dewasa yang kuat dan mampu berdiri sendiri, merupakan sebuah pencapaian yang tidak akan ada titik baliknya.

Namun, setelah mendengar pengakuan Stacy, aku rasa Mum tidak salah sama sekali ketika melarangku untuk pindah ke apartemen.

Kesialanku seharusnya hanya boleh dinikmati oleh Mum saja.

Mata hazel Stacy membulat sempurna dan pantulan siluetku di dalamnya menunjukkan bahwa aku dan dirinya sama-sama tengah berada dalam fase terburuk dari sebuah hubungan. Sumpah, kami mirip sekali dengan pernikahan yang berada di ambang perceraian.

Stacy menggaruk tengkuknya. Ia menatapku nanar. Rambutnya yang diikat bergantung di udara, kusut bagai hatinya di detik ini. Kemudian ia berjinjit, tiba-tiba melakukan peregangan, kemudian kembali menatapku. Kali ini, tatapannya tidak lebih nanar dari tatapannya beberapa saat lalu. Namun, tetap saja. Aku bisa mendengar ada bisikan-bisikan yang mengatakan bahwa dirinya benar-benar tidak menyukai seorang Miss Fortune, si wanita paling menyedihkan se-Baltimore.

"Tidak apa. Jangan bersedih seperti itu. Aku hanya lelah dengan masalah yang kau bawa dan kesialan-kesialan yang kau sebarkan di Shally's Salon. Aku tidak benar-benar membencimu. Jadi, aku harap kau juga tidak akan membenciku ke depannya."

Halus. Miris. Tipis. Sinis. Ironis. Nada bicara Stacy benar-benar tidak mirip dengan nada bicara normalnya. Stacy bukanlah Stacy saat ini. 

Dan diriku akan menganggapnya sebagai seruan untuk mundur.

Lalu, ini artinya aku sudah selesai. Perjalanan hidupku di Shally's Salon bersama Stacy telah selesai hari ini, akhir bulan Maret di tahun kedua pada dekade baru. Aku tidak tahu harus mencari pekerjaan ke mana lagi setelah ini. Aku bahkan tidak tahu apakah aku masih sanggup untuk membayar sewa apartemen bulan depan. Namun yang kutahu, aku yakin aku akan ada satu waktu di hidupku dengan diriku yang merasakan bagaimana rasanya terlunta-lunta di jalanan Baltimore bersama Big Willie si penjual hotdog.

Aku berdiri, menatapnya dengan senyuman terlebar sejak sembilan bulan terakhir, menyodorkan tangan kananku untuk dijabat Stacy dengan cepat, kemudian sudah mengambil ancang-ancang untuk bergegas menuju kamar loker dan mengepak barang-barangku. Tas jinjing, ponsel pemberian Mum, binder, diary, apalah yang kubawa ke sini sejak hari pertama.

Kemudian, aku sudah berjanji bahwa aku tidak akan menangis di Shally's Salon. Aku sudah bersumpah bahwa jika aku diterima bekerja di salon ini, tempat pertama aku bisa menghasilkan dollar-dollar Amerika, aku tidak boleh tidak bahagia. Dan menangis bukanlah tanda-tanda seorang yang bahagia.

Jadi, bagaimanapun pedihnya ucapan Stacy siang ini, bagaimanapun sakitnya hatiku yang melebihi sakit karena komplikasi kantung empedu, dan bagaimanapun suramnya hari esok setelah aku keluar dari tempat ini, aku akan terus tersenyum. Entah sampai kapan, yang pasti, aku akan terus tersenyum kepada Stacy mulai saat ini.

"Terima kasih."

"Sama-sama."

"Aku belum selesai bicara. Jangan memotong dulu. Aku tidak ingin terlihat bodoh di depanmu."

Stacy tertawa. Mungkin ini tawa terakhir darinya yang bisa kulihat sebelum meninggalkan tempat ini. Sebuah tawa renyah, yang akan menjadi mimpi burukku selama berhari-hari ke depan.

"Hahaha, ya sudah lanjutkan."

"Terima kasih atas kesempatannya. Kesempatan yang kau berikan sejak bulan Juni 2011. Aku tidak pernah menyangka bahwa aku bisa bergantung lagi kepada orang selain Mum dan Dad. Tapi, ternyata aku juga bisa bergantung kepadamu. Dan jangan salah artikan kalimatku yang ini karena demi Tuhan, artinya seratus persen mengarah kepada hal yang positif."

Stacy mengangguk-angguk bangga. Ia lebih mirip seperti seorang ayah dibandingkan seperti seorang wanita sebaya. Dan ia juga tidak mirip seperti seorang ibu. Ia mirip seorang ayah. Tatapan seorang ayah yang bangga dengan segala pencapaian anaknya.

"Aku juga minta maaf. Bukan maksudku memecat--"

"Memberhentikan."

"Kau memang tidak pernah berubah, Miss Fortune."

"Aku baru saja bertingkah yang sama beberapa menit yang lalu. Tidak mungkin aku berubah secepat itu."

Stacy tertawa lagi. Kulit pucatnya tampak lebih hidup kala ia tertawa lepas seperti saat ini. "Kau lucu, Fortune. Aku berat sekali melepasmu. Tapi, aku juga berat jika tidak melepasmu. Dan untuk hal tersebut, aku minta maaf lagi. Satu yang pasti, aku tidak pernah tidak menyukaimu. Aku menganggapmu sebagai seorang anak selayaknya Shally menganggapku sebagai putri kecilnya. Kita lahir di tahun yang sama. Aku tahu itu. Tetapi, jangan meledek ucapanku barusan. Faktanya, aku menyayangimu, Fortune. Pelukan?"

Stacy, setelah berkata seperti itu, segera merentangkan kedua tangannya lebar-lebar. Tubuhnya bersiap untuk kupeluk. Dan tepat detik itu, air mataku jatuh juga.

Aih.

Sial.

Aku tidak bisa berkata-kata lagi.

Lidahku kelu. Tidak ada kalimat yang keluar dari mulutku. Namun, benar kata Mum. Sebuah pelukan akan jauh lebih berarti daripada kata-kata manis di saat-saat tertentu. Kali ini, aku baru mengerti tentang 'saat-saat tertentu' yang Mum maksud tempo waktu.

"Mau tos?"

Stacy benar-benar tidak mau membiarkanku bernapas dengan benar. Tangisku makin menjadi-jadi. Persetan dengan semua orang di luar, semua wanita-wanita di luar, semua pria-pria di luar. Di salon ini, siang ini, hanya ada aku dan Stacy yang saling beradu tos.

Kemudian, Stacy akan memelukku sekali lagi. Aku hanya pernah dipeluk beberapa kali, tetapi pelukannya merupakan pelukan tererat nomor dua setelah pelukan Mum.

Dan kala itu, ia berbisik di telingaku perihal satu-dua hal yang sungguh-sungguh tidak ingin kudengar lebih jauh.

"Rebecca Denver dan Thomas menang di pengadilan tempo hari. Ia melayangkan tuntutan ganti rugi puluhan ribu dollar ke Shally's Salon. Aku tidak ingin kau ikut terkena imbas dari hal ini. Jadi, aku memutuskan untuk memecatmu. Karena hal itu, aku minta maaf untuk yang ketiga kalinya. Biar aku saja yang menjadi gelandangan, oke? Kau tidak perlu mengikuti langkahku untuk yang satu ini. Tidak menyenangkan, sungguh."

Aku akan mengatakannya satu kali lagi tetapi siang ini, detik ini, aku benar-benar ingin membunuh diriku sendiri.

Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro