Suratan Takdir

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kini aku terduduk di sini, di tempat yang tak pernah di kunjungi oleh peri mana pun. Tempat ini adalah tempat tersembunyi diantara pohon-pohon tinggi menjulang.

Aku menatap nanar pada potongan sayapku yang tadi di potong oleh Ataska. Rasa pedih di dalam hatiku terasa begitu menyakitkan dan menyayat hati. Aku tak pernah menyangka jika Ataska akan melakukan hal sekeji itu padaku.

Ya, selama ini hanya Ataska saja yang tak pernah menghinaku. Tapi bukan berarti jika dia bersikap baik padaku. Dia selalu bersikap cuek padaku. Tidak, mungkin bukan hanya padaku, tapi pada semua peri yang ada.

Tapi sekarang...Ataska justru melakukan hal yang sungguh di luar bayanganku. Dia memotong sayapku yang robek, bukan mengobatinya. Kini, aku benar-benar tak dapat terbang walau hanya sejengkal dari tanah. Aku benar-benar harus melakukan semuanya menggunakan kedua kakiku ini.

Kembali sebutir bulir bening jatuh membasahi pipiku. Hatiku sungguh sangat sakit dengan semua kenyataan ini, kenyataan yang sudah mengoyak semua keyakinan diriku.

Kusandarkan punggungku pada batang pohong yang berada di belakangku. Kupejamkan mataku, dan berulang kali aku menarik nafas dalam. Aku mencoba untuk menerima semua kesakitan ini sebagi sebuah suratan takdirku.

"Tuhan...kenapa Kau begitu jahat padaku? Aku sudah di hina karena berbeda, sekarang kenapa Kau buat sayapku patah?" teriakku dengan air mata bercucuran.

Rasanya aku sungguh tak kuat untuk melewati semuanya. Akan banyak penghinaan yang aku terima, akan banyak air mata yang harus aku keluarkan untuk semuanya. Sebuah harga yang terlalu mahal yang harus aku bayar karena sesuatu yang tak pernah aku sangkakan.

Perlahan aku menghapus sungai air mata yang membasahi pipiku. Kuhentikan semua aliran air mataku dari sumbernya. Tapi sayang, air mataku tak dapat berhenti, aku terus dan terus menangis.

Kini aku membenci Tuhan, membenci diriku sendiri yang telah begitu ceroboh, membenci Ataska yang telah dengan tega memotong sayapku yang sobek.

Seandainya sayapku tidak di potong Ataska, mungkin aku bisa mengobatinya dengan tumbuhan yang ada di alam. Ya, tempatku berada merupakan tempat yang aubur dan banyak di tumbuhi tanaman obat.

"By...Ruby...," aku mendengar suara seseorang memanggil namaku.

Dari balik rimbunnya dedaunan pohon tempatku bersembunyi, aku melihat seseorang tengah berjalan ke arahku, tapi sayang aku tak melihat wajahnya karena wajahnya menghadap ke arah lain.

"By...Ruby...," lagi, aku mendengar dia memanggil namaku.

Aku menahan nafasku agar dia tak menyadari keberadaanku. Saat ini aku sunggu tak ingin bertemu dengan siapa pun, aku hanya ingin sendirian meratapi semua nasibku yang benar-benar telah membuatku hancur.

Aku terus menatapnya dari balik rimbunnya pohon. Aku berharap jika dia akan membalikkan badannya dan aku dapat melihat wajahnya.

"Ataska," gumamku saat aku melihat dia berbalik dan tengah mencariku.

Aku semakin bungkam dan menutup mulutku. Aku tak percaya jika dia akan mencariku hingga ke tempat yang bahkan tak pernah di datangi oleh peri mana pun.

"By...Ruby...," lagi, aku mendengar Ataska memanggil namaku dengan sangat keras.

Aku benar-benar tak memahami untuk apa dia mencariku setelah semua yang telah dia lakukan. Dia yang telah memotong sayapku, tapi kini dia pula yang mencariku.

"Aku tahu kamu di sini, keluarlah By," kata Ataska lagi.

Aku masih tetap terdiam dan bergeming. Aku tak ingin menemui Ataska, peri yang telah membuatku kehilangan sayapku.

Aku menyandarkan tubuhku pada batang pohon dan menutup mulutku rapat. Aku begitu takut jika Ataska akan menemukanku. Aku berusaha untum tak bergerak sedikit pun.

"Aku tahu kamu di sini By," kata Ataska yang tiba-tiba telah ada di hadapanku.

Aku tak tahu bagaimana cara dia dapat menemukanku. Aku sangat berhati-hati agar dia tak menemukanku, tapi kali ini dia benar-benar berada di hadapanku.

Tanpa kata aku langsung beranjak dari tempatku menyembunyikan diriku. Aku sungguh tak ingin bertemu, apalagi berbicara dengannya. Dia orang yang benar-benar telah menghancurkan hidupku.

"By tunggu," kata Ataska sambil menggenggam tanganku erat.

Aku menghempaskan tangan Ataska dengan begitu kuat hingga genggamannya terlepas. Tanpa menoleh, aku berjalan meninggalkan Ataska yang berada di belakangku.

"By...jika kamu marah makilah aku, tapi jangan diamkan aku," kata Ataska yang telah berada di hadapanku.

Aku bergeming dan hanya menatap matanya tajam. Aku sangat yakin jika iris kuningku menunjukka  semua kebencianku padanya.

Aku masih tetap tak mengatakan sepatah kata pun. Aku hanya menatapnya dan menatapnya untuk mengingat bagaimana rupa pria yang telah menyakiti dan menghancurkan hidupku dengan teramat.

Aku berbalik dan berjalan meninggalkan Ataska. Ya, aku kini memang tak dapat terbang seperti biasanya. Aku tak bisa menghibdar dari orang-orang dengan terbang, aku hanya dapat berjalan dengan kedua kakiku yang masih kokoh menopang tubuhku di atas tanah.

Aku tak menghiraukan Ataska yang memanggilku berulang kali. Aku sunggu tak ingin melihat wajah dia lagi walau hanya sekejap saja. Hatiku terlali sakit dan terluka dengan semua sikapnya.

"By...bicaralah," kata Ataska yang lagi-lagi telah berada dihadapanku.

Tak perlu mencari tahu bagaimana Ataska bisa dengan begitu cepat berpindah tempat. Sayapnya masih bagus dan baik-baik saja hingga dia bisa terbang, berbeda denganku yang sayapnya telah terpotong.

Aku langsung berbalik dan menghindar untuk menatap Ataska. Sepertinya aku benar-benar telah muak dengan wajahnya yang selalu merasa paling benar.

"Tunggu By...," kata Ataska sambil menahan langkahku dengan menggenggam tanganku.

Aku kembali mencoba menghempaskan tangan Ataska, tapi sayang, sekeras apa pun aku berusaha, tangannya tak bisa terhempas. Dia benar-benar menggenggam tanganku dengan sangat erat dan kuat.

"Lepas!" kataku tegas dan keras.

"Tidak akan sebelum kamu mau bicara denganku!"

"Aku tak ingin berbicara dengamu walau hanya sedetik pun, aku membencimu,"

Aku berbalik dan memukul ulu hati Ataska dengan cukup kuat hingga dia mengaduh dan melepaskan genggamannya.

Aku kenudian berjalan meninggalkan Ataska seorang diri. Aku pergi mencari tempat yang setidaknya dapat melindungi diriku dari gangguan Ataska dan peri-peri lainnya.

Ya, aku belum siap dengan semua penghinaan mereka atas kondisiku saat ini. Aku sendiri tak pernah mengerti kenapa mereka menghinaku hanya karena aku berbeda? Apakah perbedaan itu sesuatu yang menakutkan? Ah entahlah aku tak paham dengan semuanya.

Saat ini, kesendirian akan benar-benar menjadi teman sejatiku. Aku tak akan pernah mau lagi menampakkan diriku setelah apa yang terjadi padaku.

Aku memang peri yang tak berguna dan menjadi petaka, bahkan untuk diriku sendiri. Andai saja aku bisa pergi dan menghilang dari semua kenyataan hidup yang pahit ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro