Senangnya dalam hati

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Senangnya dalam hati... Bila jadi senior... Ahoy ahoy...

Akhirnya setelah satu tahun menjadi junior yang selalu salah di mata kakak senior baik kata maupun tingkah laku. Sekarang kami sudah menyandang sebagai senior mahasiswa semester empat di kampus.  Eits.. Jangan salah dan jangan senang dulu jika kau kuliah di kampusku.

Jika kampus lain masa bodo dengan si junior yang mendadak jadi senior. Di kampusku tidak, teman-temanku satu angkatan akan dikumpulkan di lapangan setelah melaksanakan apel pagi. Masih teringat jelas dalam benakku saat itu dimana matahari lagi semangatnya bersinar cerah di musim kemarau membuat bulir keringat sudah berjatuhan dari kening.

Kami saat itu diperintah duduk di atas lapangan apel sambil bersila. Untung saja makhluk kurcaci yang mendekati bumi seperti aku berada di barisan belakang dan duduk tepat di bawah pohon yang begitu rindang dengan menikmati hasil fotosintesis pohon itu untuk mengeluarkan oksigen yang membuat siapa saja di bawahnya akan terasa sejuk.

Lalu, kakak senior yang terdiri dari anak BEM dan Menwa datang dengan gaya sok-sokan sambil berjalan menuju depan barisan mahasiswa,  termasuk Bang Sat dan Bang Angga. Aku mendecih,  jika kedua makhluk super jahat itu di depan sudah dipastikan pasti ada hukuman yang akan menanti kami semua.

Bang Angga maju dua langkah sambil berkacak pinggang dengan kedua matanya tajam memandangi kami. Auranya terpancar membuatku merinding, melihat sosok lelaki itu seperti aku sedang menonton hantunya insidious The Last Key.

"Selamat pagi! " teriaknya kencang dan tegas.

"Selamat pagi. "

"Ada yang tahu kenapa kalian di kumpulkan disini? " tanyanya dengan nada sinis.

Lah kenapa lu tanya? Bodo amat lu bang, batinku

Kami semua terdiam bahkan saling berkasak-kusuk memikirkan jawaban yang tepat. Sedangkan aku,  jangan ditanya,  aku lebih memilih rumpi cantik bersama Sandra membahas anime daripada mikirin jawaban dari pertanyaan nggak penting itu.

"Hoi! " teriaknya membuat kami semua hening seketika, "ditanya itu dijawab, nggak gremeng kayak tawon! "
"Nggak bisa jawab,  saya suruh merayap sampai lobi kampus! " ketus Bang Angga membuat kami semakin meringkuk ketakutan.

"Mohon ijin menjawab! " teriak Revy sambil mengacungkan tangan kanannya.

Dia adalah salah satu anak dari prodi S1 tapi beda kelas denganku.

"Ngg... Nganu.. Mungkin kami berbuat kesalahan kak, " katanya dengan nada ragu, "tapi... Saya nggak tahu salahnya apa. "

Aku tertawa cekikikan sambil membatin kalau nggak tahu ya nggak usah jawab. Tapi jangan deh,  lebih baik jawab daripada merangkak sampai ke lobi,  dikira kita cicak - cicak di dinding apa.

"Kalian semua berdiri! " perintahnya lalu kami semua pun berdiri, "skot jam 20 kali! "

Tuh kan! 

Jawab salah,  nggak di jawab salah. Emang nyebelin ya tuh orang, mulutnya minta di uleg sama sambel terasi pake teri. Gemes kalau inget-inget wajahnya Bang Angga sampe sekarang.

Kami pun dengan kompak melakukan hukuman sesuai perintah sambil berhitung dengan suara nyaring. Setelah selesai kami diperintah kembali untuk duduk bersila.

"Kalian itu mau jadi senior aja sok-sokan! " tegas Bang Sat ambil suara sambil berkacak pinggang.

Lah lu juga bang, batinku

"Mentang-mentang udah semester tiga terus hirarki kalian hilang gitu! " katanya dengan ketus ," saya bukannya gila hormat ya.  Tapi kalau ada kakak tingkat kalian itu 3S nya dipake! Mau di PPS lagi! "

"Siap tidak! "

"Siapa itu kemaren yang papasan sama kakak tingkat malah melengos aja kayak artis, " dengus Bang Angga kini sambil melipat kedua tangannya di dada, "ayo ngaku! "

Aku menoleh mencoba meninggikan leherku yang tak seberapa tinggi ini untuk celingukan mencari siapa yang dimaksud Bang Angga. Menurutku bukan melengos, tapi kadang kakak tingkat kalau disapa juniornya sok budek, sok cuek, sok sibuk,  dan sok - sokan lainnya.

Pernah aku menyapa kakak tingkat,  dia pura-pura nggak liat aku padahal kita papasan gaes. Papasan!  Bahkan bahu senggol bahu!  Dan dia tidak melihat diriku ini. Aku sempat berpikir setipis apa tubuhku itu sampai kakak tingkat tidak melihatku. Alhasil,  jika ada kakak tingkat kadang aku lebih memilih diam atau pura-pura mengutak-atik ponsel.

Lalu ku lihat ada satu acungan tangan, aku berjingkat sedikit menampakkan si empunya tangan yang ternyata cewek dari prodi D3. Bisa terlihat jelas dari kedua mataku yang besar ini jika dia mengakui sebuah dosa besar kepada Bang Angga dengan wajahnya yang ketakutan.

"Sudah mau jadi kakak tingkat udah belagu kamu! " ketus Bang Sat ambil suara, "kalian itu mau jadi senior aja elek-elekan.  Mana hirarki kalian itu!  Nggak kasian apa sama senior kalian yang didik kalian jadi mahasiswa disiplin disini! "

Jika waktu bisa berhenti, rasanya ingin ku lempar muka Bang Sat dengan sepatuku. Didik adik tingkatnya nggak usah sok militer kali,  mana suka nyuruh push up lagi.

"Sekarang berdiri! " perintahnya

"Mohon ijin berdiri! "

"Woi woi woi! Nggak kompak kalian! " teriak Bang Angga terdengar murka, "duduk lagi,  berdiri aja nggak kompak! "

Kampretto,  itu orang minta di coblos sama needle nomor 18 kali ya biar tuh mulut nggak asal ngomong.

Kami pun duduk kembali sambil sesekali bergumam tidak jelas merutuki sikap senior sok-sokan itu.

"Berdiri! " perintah Bang Angga

"Mohon ijin berdiri! "

Hap!

Kami pun akhirnya kompak berdiri tegap lalu bersikap istirahat. Kemudian Kak Nikmat,  anak menwa yang ceking tapi galaknya kayak dep kolektor melangkah ke depan.

"Pimpinan saya ambil alih, " katanya sambil melihat ke semua anak-anak, "siap grak! "

Dengan kompak, posisi kami tegap.

"Ijin,  kakak menwa dan bem silakan periksa kelengkapan adek-adek kalian! " perintah Kak Nikmat.

Lalu anak-anak menwa yang dibantu anak bem pun melakukan sidak dengan memeriksa perlengkapan kami. Seperti biasa,  kerapian rambut,  kerapian seragam, kekinclongan sabuk yang di brasso, sepatu yang disemir sehitam mungkin,  kuku jari tangan, dan name tag.

Dan memang kadang Dewi fortuna hingga dewa neptunus tak selalu berpihak kepada kami. Ada saja satu atau dua anak yang kena sidak dan kau bisa pastikan hukuman apa yang menerima mereka.

"Gini yang mau jadi senior! " teriak Kak Nikmat, "baju aja nggak ada yang rapi! "

"Kurang ya PPS-nya! " katanya lagi sambil berkacak pinggang.

"Siap tidak! "

"Ambil posisi! " perintah kak Nikmat membuat kami semua menghela napas kasar.

Ampun dah...

Kami semua pun mengambil posisi push up,  untung saja cowok-cowok berada di depan semua sehingga cewek yang memakai rok tidak perlu khawatir. Kakak senior yang cowok juga bergeser ke barisan terdepan untuk tidak mengambil kesempatan dalam kesusahan ini.

Kau bisa bayangkan diriku saat itu (sampai sekarang) memakai rok panjang,  kemeja putih panjang,  dan pake jilbab yang mirip anak SMP dan sekarang disuruh push up!  . Yo opo perasaanmu !

Kemudian dengan nikmatnya,  kak Nikmat memerintah kami untuk push up seperti biasanya bahkan dia kadang mengerjai kami.

"Jangan curi-curi!  Turun 3/4 !"

Tuh orang gila ya gak ada nikmatnya sama sekali jadi senior. Turun 3/4 itu yang bagaimana coba?

Aku pun menurunkan tubuhku dengan kedua siku yang sedkit ku tekuk. Oh sial!  Rasanya ototku sudah tidak kuat menahan beban tubuhku saat itu.

"Turun penuh! "

"Huaaaa... " reflek aku berteriak karena lega dan ingin rasanya merentangkan kedua tanganku di atas lapangan apel ini.

"Jalan jongkok sampe ke lobi, " kata Kak Nikmat dengan suara enteng membuat diriku ingin menyumpal mulutnya dengan kaus kakiku.

"Selamat jadi senior, " katanya lagi.

####

Hari pertama di semester tiga ini kelasku berada di lantai dua sodara-sodara. Lantai dimana para senior-senior belajar dengan berbagai macam ilmu baru. Saat menuruni anak tangga untuk apel pagi di hari senin. Kami sudah mendengar suara merdu para adik tingkat yang menyapa kami dengan senyum lebar.

Awal aku mencoba berpura-pura cuek ala-ala senior tapi melihat wajah mereka teringat diriku dulu saat ditindas oleh senior-senior jahil.

"Pagi,  kak, " sapa seorang junior bertubuh tinggi semampai dengan lesung di kedua pipinya.

Masya Allah...nikmat mana lagi yang kau dustakan,  Rizky?

Aku menutup mulutku ketika kurasakan deretan gigiku mengering terkena udara. Pagi-pagi liat cogan rasanya kayak mood booster banget.

Ku lihat Sandra di depanku melangkah dengan lesu,  ku tepuk bahunya dari belakang membuatnya berjingkat kaget.

"Kampret lu mbak! "

"Ada cogan," kataku sambil merangkul bahunya, "ganteng sumpah. "

"Mana? "

Kedua mata Sandra celingukan mencari sosok cowok yang menurutnya cogan. Lalu dia mendecih sambil menggelengkan kedua matanya.

"Nggak ada yang cogan, " kata Sandra, "nggak semangat deh. "

"Pret,  dasar jomblo kronis, " ejekku.

"Kayak lu enggak aja. "

"Siappp graakk!!! " teriak pengambil apel.

Kami berdua pun berlari kecil menuju barisan baru kami yang berada di tengah lapangan apel. Hmm.. Nikmatnya jadi senior, barisanku sangat menguntungkan dimana kami berdiri di bawah pohon rindang.

Aku tersenyum membayangkan bahwa kewajiban menyapa kakak tingkat sudah tidak fardhu ain,  tapi sunnah,  kecuali jika aku mengenal dekat kakak kelas. Terus,  kami juga sudah diperbolehkan melewati zona T dimana anak junior dilarang melewatinya selama satu tahun penuh entah karena apa. Kami juga sudah tidak menjadi bagian pengambil apel setiap pagi,  untung saja aku tidak menjadi pengambil apel selama jadi junior hanya sebatas menjadi Danton saja.

Jadi senior juga enak,  bisa melihat pemandangan adik kelas yang lebih bening daripada kakak kelas yang mukanya kusut kayak revisian skripsi mereka.

Tapi jadi senior juga nggak ada enaknyac pelajaran berat sudah menanti kami serta tugas di lapangan praktek yang melambai-lambai ingin dihampiri.

Tbc.....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro