13

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pastikan sudah baca bagian yang diprivate ya. Caranya gampang kok, hanya follow my account. Bisa baca semua part deh. Selamat membaca!


"Kau membiarkan Via kencan dengan orang asing?" tanya Ryo. Kini akhirnya dia memilih untuk mengambil alih pembicaraan jika tidak mau Ify mati karena kehabisan oksigen akibat terlalu banyak berceloteh.

"Dia tampan," celetuk Ify begitu saja membuat langkah Ryo terhenti, "lagipula Via mengenal orang itu. Partner kerjanya di kantor kakakmu."

"Aku tak tanya bagaimana parasnya," tandas Ryo.

Bibir Ify tersenyum, "Betul juga, ya." Ify terkekeh. "Maaf aku hanya mengutarakan pendapatku," jawabnya tanpa sadar dengan raut wajah Ryo yang berjalan kembali. Lebih cepat dari sebelumnya. "Ryo, ada apa denganmu?" tanya Ify saat dirinya sudah berdiri sejajar dengan Ryo.

"Rasanya aku ingin makan manusia," sahut Ryo tak acuh.

"Hah!?" pekik Ify.

"Kenapa kaget? Kau sendiri yang menyebutku drakula, kan?"

"Ta-tapi itu, kan, hanya karena kedua gingsulmu. Bukan berarti aku menyuruhmu untuk jadi kanibal!" Pembelaan diri Ify berhasil memancing tawa Ryo. "Kenapa tertawa? Aku benar-benar kesal padamu, bukan mendoakanmu menjadi drakula dan memakanku," lanjut Ify polos.

"Kau masih tertarik mengetahui satu rahasiaku?"

Kepala Ify mengangguk antusias. Matanya berbinar dan bibirnya tersenyum cerah.

"Apa kau akan membelikan earphone baru dan mengembalikan Ipodku?"

Ify termenung, dia sempat memikirkan sesuatu. "Aku akan belikan Ipod baru, aku tak ingin temanku terus terpuruk pada satu gadis yang sudah membuatmu menutup diri pada dunia hanya karena benda peninggalan," jawab Ify tegas.

"Harganya tidak semurah yang kau pikir. Aku juga tidak terima barang tiruan," ucap Ryo serius walau pun bibirnya sudah bergetar menahan tawa. Perhatian Ify menyentuh relung hatinya yang terdalam.

"Apa pun untuk teman baruku," sahut Ify tak kalah serius. Dan untuk adikku, imbuhnya dalam hati.

"Baiklah, jual saja Ipod itu dan belikan Ipod baru untukku." Akhirnya Ryo berhenti memasang wajah kaku dan melemparkan senyum khasnya pada Ify. Membuat gadis berwajah tirus itu ikut tersenyum karenanya.

"Jadi, apa rahasiamu Tuan Ryo Tennouji?" tanya Ify antusias. Air muka Ryo langsung terlihat mendung. Darahnya berdesir saat Ryo menggenggam tangannya dan menyeret Ify untuk mencari lokasi yang lebih sepi.

"Hanya kau yang boleh mendengar aibku," parau Ryo dibawah pohon sakura yang bunganya sedikit gugur tertiup angin yang berhembus. "Aku benci kakakku," aku Ryo datar. Kata-kata itu keluar dengan sangat pelan, bahkan suaranya langsung tertelan angin yang datang. "Aku benci Ayahku. Aku benci Ibuku. Aku benci... aku benci gadis itu." Suara Ryo semakin memudar dari pendengaran Ify.

"Kenapa?" tanya Ify hati-hati.

"Mereka semua meninggalkanku," sahut Ryo singkat.

"Ada alasan dibalik semua tindakan Ryo," sahut Ify bijak.

"Jangan membenarkan tindakan mereka, Fy." potong Ryo segera. "Apa pun alasannya, mereka tidak seharusnya pergi seolah aku tak ada harganya untuk mereka."

"Ryo...." Suara Ify tertahan, tak tahu apa yang harus diucapkan.

"Akan kubunuh kau jika masalah ini sampai didengar oleh orang lain. Hanya kau dan Ashilla yang boleh menyimpannya selain aku. Mengerti?" ancam Ryo.

Kepala Ify tak dapat memberi respon selain anggukan kecil. Batinnya terus saja berteriak: siapa itu Ashilla!?

"Ayo pulang," ajakan Ryo lagi-lagi tak dapat diterima secara langsung oleh Ify sampai akhirnya Ryo memutuskan untuk kembali menggandeng tangan hangat milik gadis di sebelahnya.

***

"Tunggu," kata Ify tiba-tiba sebelum Ryo menempelkan ID Cardnya pada alat di sebelah pintu asrama. "Jadi kenakalanmu selama ini? Apa itu untuk mencari perhatian orang?" tanya Ify penasaran.

"Dan hanya kau yang menyadari maksudku," jawab Ryo dengan bangganya. "Kau sangat cerdas, Fyka-chan." Tangan Ryo melayang begitu saja ke puncak kepala Ify dan mengacak tatanan rambutnya.

"Dasar," gerutu Ify sambil mengikuti Ryo yang telah masuk lebih dulu sebelum pintu ditutup. "Kalau begitu aku benar-benar tak beruntung," gumamnya iseng.

"Ify," kata Ryo tiba-tiba sembari membalikkan tubuhnya menghadap Ify yang berdiri persis di belakangnya. "Aku sudah lelah dikecewakan, jadi..." Ryo menimbang kembali ucapannya, "jangan kecewakan aku," lanjut Ryo lembut namun penuh permohonan yang tak terbantahkan. "Selamat malam."

Ify sama sekali tak ikut terhanyut dengan senyuman ikhlas dari bibir Ryo. Hati dan pikirannya hanya terfokus pada satu masalah. Bagaimana jika kelak Ryo akan begitu membencinya karena semua ini? Menganggap bahwa Ify adalah penjahat bayaran kakaknya sendiri. Akankah Ify kembali menorehkan luka yang sama bagi Ryo? Lelaki yang sudah terlalu menyedihkan itu.

"Ryo... Kumohon... Maafkan aku... Maafkan aku, Ryo," bisik Ify getir.

***

Sudut mata seorang Siren Victoria tak pernah terlepas dari setiap gerik tindak tanduk Alvin Kim selama menyetir mobil. Keputusan yang menurutnya sangat fatal dalam hidupnya saat ini adalah menerima ajakan kencan−sungguh Via kesal dengan sebutan Ify itu−Alvin yang mendadak. Seolah telah merenggut jadwalnya menjadi tour guide yang baik untuk Ify, roommatenya.

"Kau memikirkan Ify?" tanya Alvin untuk membuka percakapan. "Dia gadis cerdas−"

"Aku sudah cukup muak dengan segala pikiran kotor para pegawai di kantor terhadapku. Jadi, kuharap ini akan jadi yang terakhir, kau memperlakukanku seperti ini," potong Via tanpa memberikan celah untuk Alvin bicara. Bukan apa-apa, hanya saja Via merasa Alvin dan Daniel benar-benar sejenis, aneh dan menyebalkan.

"Aku takkan mengungkapkan apa yang terjadi hari ini di kantor. Dan keputusanku memakaimu sebagai model atas desainmu sendiri bukan karena alasan pribadi, tapi karena kau memang memenuhi kriteria. Jadi, jangan salah sangka." Nada bicara Alvin memang datar dan tanpa tekanan, tapi kosakata yang dipilihnya benar-benar sarkastis.

"Terima kasih," ucap Via singkat dan tanpa basa-basi lagi membuka pintu mobil. Tanpa sadar kalau cara menutupnya nyaris saja membuat pintu Crown Athlete putih Alvin lecet.

Mobil Alvin masih enggan pergi sampai akhirnya mendapat kode pengusiran dari tangan mulus seorang Via. Siren Victoria, gumam Alvin dalam hati. Kau benar-benar menarik.

***

Alvin mendengus, melihat temannya itu bekerja seperti seorang robot. Didekatinya Daniel yang masih terfokus pada berkas-berkas di mejanya. Seolah sedang berenang dalam konsentrasi yang tinggi. Daniel sama sekali tak menyadari kehadiran Alvin yang tepat berdiri di sampingnya kini.

"Kukira diam-diam kau menyimpan foto seorang gadis di meja kerjamu. Aku benar-benar salah besar." Alvin berdecak heran melihat meja kerja sahabatnya. Foto keluarganya pun tidak ada di sini. "Kapan kau akan punya sasaran untuk masa depanmu?" tanyanya tanpa basa-basi lagi.

"Sasaranku hanya menjadi seseorang yang bisa dibanggakan Ayahku," jawab Daniel diplomatis.

"Wah, aku benar-benar harus jauh darimu kalau soal obsesi satu itu. Lalu aku harus segera jodohkan Ashilla sebelum dia jadi perawan tua karena menunggumu."

Daniel mengernyit, kemana sebetulnya arah bicara Alvin yang asing ini? Diputarnya kursi kerja yang tengah dia duduki menjadi menghadap Alvin. "Langsung saja pada intinya," tegas Daniel. Dia benar-benar tak bisa untuk diajak membicarakan gadis yang bernama Ashilla untuk saat ini.

"Siren Victoria..." Alis Daniel kini terangkat, "jangan usik dia. Karena gadis itu sudah kusegel." Bibir Alvin tersenyum penuh arti.

Ahh! Sahabat karibnya ini sedang terkena panah para cupid rupanya. "Baguslah, kukira diam-diam kau menaruh hati padaku," canda Daniel dengan wajah yang sama sekali tidak bernuansa demikian.

"Dan aku tidak bercanda mengenai perjodohan Ashilla. Jadi, pikirkan sekali lagi, sebelum aku benar-benar melaksanakan ideku tadi."

Daniel sudah tidak fokus sama sekali pada lembar yang terhampar di depan matanya. Karena semua kertas itu kini terlukiskan senyum bibir close point milik Ashilla Kim.


BERSAMBUNG

Pembaca yang baik hati, selalu ninggalin jejak. Terimakasih ya buat yang udah mau baca dan ngevote ^_^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro