Chapter 1 '; Again

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kriiiiiing.

Dering pembangun di pagi hari itu, menyadarkan Fujita Yukimura. Mimpi itu masih tercetak jelas di benaknya, meski satu menit sudah berlalu. Bukan hanya itu, mimpi itu selalu bersambung seperti sebuah film.

Dia tidak pernah melihat orang-orang itu, tetapi anehnya debar jantungnya terpacu lebih cepat. Ditambah dengan perasaan seperti tidak melihat seseorang dalam waktu yang lama.

Laki-laki itu mencoba melupakannya sejenak. Dia pun beralih dengan menyibak selimut dan turun dari kasur yang menimbulkan derit ketika ditekan. Dia meregangkan tangan dan kakinya. Setelah itu, mendekati jendela dan mengintip dari balik gorden.

Salju masih turun, tetapi tidak terlalu banyak. Sedikit cahaya mentari mulai menyusup dari celah awan-awan itu.

Yukimura mematung--mereka ulang semua adegan di mimpinya--sembari kehilangan waktu. Hingga bunyi ketukan menyela meditasinya.

"Niisan, sudah bangun belum?" panggil adik Yukimura--Fujita Shingen--yang berbeda dua tahun darinya. Saat ini, sang adik masih berada di tingkat teratas menengah pertama--yang artinya akan lulus pada tahun depan.

Yukimura pun melangkah untuk membukakan pintu. Begitu menarik gagang pintu, sang kakak dapat melihat sang adik sudah mengenakan jas dan dasi biru. Rambut cokelat sepanjang pundak dengan poni yang terbelah ke kanan itu, tampak lebih rapi dari biasanya.

Shingen ... nama yang sama seperti orang di mimpiku itu. Lalu, apakah aku adala---

"Niisan?" Shingen melambaikan tangan di depan wajah Yukimura. Laki-laki itu pun tersadar dan tersenyum kecil.

"Pagi sekali. Kau mau ngapain?" tanya Yukimura sambil bersandar pada pintu.

Shingen menepuk keningnya dan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ini sudah jam setengah delapan, lho." Dia menunjuk ke arah jam dinding yang ada di lorong kamar mereka. "Jangan bilang, Niisan melamun di depan jendela selama dua jam, lagi?"

Yukimura melemparkan senyum kikuk pada adiknya. Shingen hanya membalasnya dengan mengangkat tangan dan menggoyangkan jempolnya ke samping. Melihat kode itu, Yukimura mengacak rambutnya.  "Ck, gak mandi lagi."

Dia pun bergegas mengambil seragam putih dan mantel merah  bata yang digantung lalu memakainya. Dengan cepat, dia meraih tasnya dan berlari menuruni tangga.

Dia menyambar roti yang ada di meja dan berpamitan pada kedua orang tuanya. Yukimura berlari kecil ke arah depan dan mengambil sepatu kulit di lemari. Dia memasukkan kakinya yang sudah dibalut kain putih itu ke sepatu. Tidak lupa, dia mengambil payung untuk perjalanannya.

Yukimura membanting pintu rumah dan pagar sambil berlari. Sosok Shingen yang sedang berpayung dengan menyisipkan tangan kirinya ke jaket, sontak membuat Yukimura menampar punggung adiknya itu hingga terjatuh.

Shingen mengelus punggungnya sembari berdiri. "Kau gila, Niisan?" omelnya seraya menyisipkan tangan ke saku.

"Gak, aku sehat 99%!" jawab Yukimura lantang sambil ikut-ikutan memasukkan tangan ke saku jaket.

"Terus, 1%-nya?" tanya Shingen yang melihat sang kakak dari sudut matanya.

Yukimura melebarkan mulutnya--menampilkan deretan dari gigi seri hingga geraham. "Manusia kan tidak ada yang sempurna! Begitu pula aku, hehe."

Shingen pun berakhir dengan memutar bola matanya dan melepas embusan. Keduanya berhenti di belakang palang kereta. Sekitar dua menit, palang itu terangkat ke atas. Keduanya kembali menapaki jalanan bersalju itu, tetapi kini sambil berlari.

"Kok lupa sih, kalau kita telat?!" seru Yukimura yang berlari di depan Shingen. Tidak diragukan lagi bahwa kakinya bisa meraih piala kemenangan.

"Nii ... san ... sih!" tukas Shingen dengan napas berat. Keringatnya sudah membasuh kulit beserta pakaian dan kakinya mulai kehilangan keseimbangan.

Shingen pun terjatuh tepat di depan gerbang. Yukimura berhenti dan mengamati kondisi adiknya yang bertekuk lutut itu. Beruntunglah Shingen karena divisi SMP berada di lokasi yang sama dengan SMA. Yukimura pun terpaksa meminjamkan bahu pada adiknya.

Ketika sampai di loker sepatu, Yukimura mendudukkan Shingen ke papan kayu tempat para murid mengganti sepatu mereka. Dia pun mencari lokernya dan menukarkan sepatu menjadi uwabaki--sepatu khusus di dalam sekolah.

"Selamat pagi. Yuki-kun terlambat juga?" sapa gadis berkuncir kuda yang ada di sebelah kanannya seraya mengeluarkan uwabakinya.

Yukimura menutup pintu loker. "Selamat pagi juga, Yuri-san. Jarang-jarang ya kau telat."

Gadis itu tersungging. Keduanya mulai berjalan berdampingan menuju kelas. "Aku harus mengantar adik yang masih kelas satu SD. Biasanya dia diantar ayah, tapi ayah sedang sakit."

"Semoga ayahmu cepat sembuh, ya!" ucap Yukimura dengan senyum lebarnya.

"Terima kasih, Yuki-kun," balas Yamamoto Yuri dengan simpul tipis.

Kedua manusia berbeda jenis kelamin itu saling melontarkan kalimat. Karena terlalu asik, sepertinya Yukimura melupakan sesuatu.

***

"Niisan lama banget ...," keluh Shingen yang beberapa menit kemudian ditemukan pingsan oleh guru piket.

To be continued....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro