BAB II. Bertemu Yang Lain

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Reiza berdiri di dekat pagar atap sekolah. Seperti biasa, menikmati kesendirian yang menenangkan ini. Dia mengadahkan kepalanya ke atas sambil memejamkan mata. Merasakan hembusan angin yang membelai dirinya lembut.

"Kalau begitu Reiza, aku akan menjadi temanmu, mulai hari ini."

Reiza masih memikirkan kata-kata yang terlontar dari mulut gadis di perpustakaan tadi. Dia membuka matanya. Langit biru yang luas langsung tertangkap oleh iris kelabunya. "Teman ..., ya?"

Mempunyai sebuah ikatan pertemanan dengan seseorang, tak pernah terpikirkan oleh orang seperti Reiza sebelumnya. Dia juga tidak peduli dengan hal itu. Tidak ada yang peduli dengannya. Dan itu justru bagus baginya. Dengan begitu, tidak akan ada yang mengganggunya dan dirinya akan mendapat sebuah ketenangan.

Namun gadis tadi, Raysa, tanpa pikir panjang ia memutuskan untuk berteman dengannya. Tak seperti orang lain yang selalu hati-hati dan menjauh dari orang asing, Raysa justru mendekati dan mengarahkan diri agar bisa menjalin ikatan pertemanan.

"Wah! Ada orang juga ya, disini?"

Reiza membalikkan badannya. Seorang pemuda bersurai pirang yang sedikit ikal, berdiri di depan pintu tangga atap. "Siapa?"

"Kau tidak tahu siapa aku? Jahatnya." Pemuda itu melangkahkan kakinya mendekati Reiza, lalu kembali berbicara, "Aku ini seseorang yang punya tugas sama sepertimu di Bumi. Kita ada di sini karena tugas untuk melindungi manusia, bukan?"

Ada raut keterkejutan di wajah Reiza. Reiza menatap tajam ke arah pemuda yang sudah berdiri di depannya. "Siapa kau? Apa kau juga ...."

Langkah sang pemuda terhenti di hadapan Reiza. Dia tersenyum lalu berkata, "Namaku Rheafen. Aku juga malaikat. Sama sepertimu, Reiza."

Reiza masih tidak memberikan respon. Ia masih terdiam dengan mata yang menatap pada lawan bicaranya. Surai peraknya bergoyang tertiup angin yang berhembus tiba-tiba. Setelah 30 detik berlalu, Reiza menghela nafas pelan. Ia berjalan mendekati pagar dan menyilangkan kedua tangannya di atas pagar. Sedikit merilekskan tubuhnya yang sempat mengumpulkan energi untuk menyerang Rheafen tadi.

"Mengejutkan," ucapnya. "Tak kusangka ada malaikat lain selain diriku di sini."

Rheafen mengendikkan bahunya."Aku pun tidak menyangka ada empat malaikat sekaligus dalam satu tempat."

"Empat?" tanyanya keheranan. Matanya melirik pada Rheafen.

Pemuda bersurai pirang yang sudah berdiri di sampingnya mengangguk. Dia menunjuk dirinya. "Aku." Lalu beralih menunjuk Reiza. "Kau." Ia mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya sambil digerak-gerakkan. "Dan dua orang lagi. Satu perempuan dan satu laki-laki."

Reiza kembali menatap ke depan. Lebih tepatnya, menerawang. Pemuda itu benar-benar tak menyangka ada malaikat lain selain dirinya di sekolah ini.

Ya. Reiza adalah seorang malaikat. Seorang malaikat pelindung yang melindungi para manusia di bumi dari hal-hal jahat yang hanya bisa dihadapi oleh mereka.

"Apa mereka masih di sini?"

"Kupikir iya. Ini kan masih jam sekolah. Dan mereka seorang murid di sini," ucap Rheafen. "Mungkin salah satu dari mereka sedang--Oh! Mereka datang!"

Ucapan Rheafen membuat Reiza sontak menoleh ke arah Rheafen menoleh. Pintu tangga atap membuka dan dua orang muncul dari sana. Seorang laki-laki dan seorang perempuan.

"Dugaanku benar. Ternyata mereka benar ada di sini," ucap gadis berambut maroon bergelombang itu.

"Kau benar, Veena. Aku bisa merasakannya." Pemuda di sebelah gadis itu berucap. Lalu melanjutkan, "Mereka berdua ... juga seorang malaikat."

"'...**...'"

"Bagaimana kalian bisa tahu kita sedang ada di sini?" tanya Rheafen penasaran.

"Aku sempat merasakan ada aura maya yang keluar dari malaikat tadi. Dan aura itu berasal dari sini." Iris mata yang senada dengan warna rambutnya melirik Reiza. "Kau yang mengeluarkan maya itu, bukan?"

Reiza mengangguk. Tanda ia membenarkan perkataan gadis itu.

Ia memang sempat mengeluarkan maya miliknya. Maya adalah energi atau kekuatan yang memang dimiliki oleh para malaikat. Maya para malaikat rata-rata berasal dari energi alam. Namun, ada juga yang berasal dari energi lain.

Di sisi lain, wajah Rheafen mendadak memasang mimik keterkejutan saat mendengar hal itu. "Apa!? Kau mengeluarkan mayamu? Jangan-jangan kau akan menyerangku tadi!?"

"Sebenarnya, saat ini pun ia sedang mengumpulkan mayanya untuk menyerang kami," ucap lelaki berambut hitam tersebut.

"A--Reiza! Kau akan menyerang kami!?"

"Aku hanya berjaga-jaga. Lagipula, kau sudah menyelamatkan dirimu sendiri saat memberi tahu siapa kau sebenarnya." Reiza menjawab dengan santainya.

Dan Rheafen hanya menyadari satu hal. "Jadi ... jika beberapa menit yang lalu aku tidak memberi tahu identitasku, maka ... kau, akan menghabisiku!?"

Reiza pun lagi-lagi hanya mengangguk tanpa rasa bersalah.

"Reiza. Sebagai seorang malaikat, kau jahat juga, ya?"

"Diam kau!" bentak Reiza. Ia memperhatikan kembali dua orang--yang masih--asing di hadapannya. Ia menyilangkan tangan di depan dadanya. "Susah kubilang aku hanya berjaga-jaga. Dan dua orang di depan kita ini bahkan belum memperkenalkan siapa mereka."

"Ah iya. Namaku Chalras dan gadis yang bisa merasakan mayamu ini, namanya Veena. Kami seorang malaikat juga, Reiza." Chalras memperkenalkan dirinya pada Reiza dan Rheafen. Dan sesaat, Reiza sudah kembali menetralkan mayanya.

"Inilah akibatnya jika Nirvana tidak memberi tahu di mana saja para malaikat bertugas," keluh Reiza.

Nirvana atau yang biasa para manusia sebut sebagai 'Alam Surga', adalah tempat mereka berasal. Dan dari sana lah mereka mendapatkan tugas untuk turun ke bumi.

"Ngomong-ngomong soal tugas kita, apa kalian menyadari sesuatu?" Chalras tiba-tiba mengungkit soal tugas mereka. "Akhir-akhir ini, para iblis makin sedikit yang muncul. Bukankah ini sedikit aneh?"

Chalras mempertanyakan soal iblis yang ada di bumi ini. Inilah yang menjadi tugas mereka sebenarnya. Melindungi manusia dari tangan jahat para iblis.

"Kau benar." Rheafen menanggapi. "Iblis-iblis itu sepertinya sudah tidak sanggup lagi keluar dari 'Alam Bawah' mereka."

Reiza kembali bersandar pada pagar atap. Para iblis tidak sanggup keluar dari 'Alam Bawah'? Rasanya tidak mungkin. 'Alam Bawah' itu alam mereka sendiri. Alamnya para iblis. Jadi, tidak mungkin mereka lemah di alam mereka sendiri.

"Rasanya itu tidak mungkin," ucap Reiza. "'Alam Bawah' itu alam mereka. Wilayah mereka. Mana mungkin mereka lemah di dunia milik mereka sendiri."

"Mencurigakan. Jangan-jangan mereka merencanakan sesuatu," pikir Veena. "Kita harus bertindak lebih cepat atau para i--"

Ucapan Veena tergolong saat terdengar suara pintu yang digebrakkan cukup keras. Raysa datang dengan nafas yang masih memburu. Dia terlihat habis berlari karena tergesa-gesa akan sesuatu.

"Reiza!"

Reiza terkejut saat Raysa tiba-tiba datang dengan terburu-buru seperti itu.

"Kenapa kau ke sini?"

Gadis itu berlari ke arahnya. Dan menarik tangannya. "Kau harus bantu aku! Sekarang! Kumohon!"

"O-Oi! Jangan main tarik tangan orang! Memangnya ada apa kau sampai terburu-buru seperti ini?" Reiza menahan tarikan Raysa. Untuk seorang gadis, Raysa ini cukup kuat juga.

"U-Uh... Nanti akan kuberitahu. Pokoknya kau ikut aku dulu."

Tangannya kembali menarik lengan Reiza. Dan Reiza tidak menolak. Ia akhirnya mengikuti Raysa yang terus menariknya kuat dengan terburu-buru. Dia menoleh ke arah tiga rekannya di belakang. "Maaf. Aku pergi dulu."

Dan mereka berdua pun hilang di balik pintu tangga yang kembali menutup.

Rheafen, Veena, dan Chalras masih bergeming di tempatnya sampai Rheafen berkata,"Apa kalian merasakan sesuatu yang aneh? Reiza terlihat akrab dengan gadis manusia itu." Ada sedikit nada keseriusan dalam perkataan yang keluar dari mulutnya itu.

Yang lainnya mengangguk. Dan kecurigaan pun mulai sedikit menyelimuti mereka. Berbagai pertanyaan mulai muncul dalam benak mereka. Ada hubungan apa Reiza dengan gadis itu? Kenapa mereka bisa seakrab itu?

"Apa jangan-jangan mereka sudah saling membuat ikatan?" duga Chalras. Namun yang lain masih terdiam. Dugaan Chalras adalah yang paling masuk akal.

"Mungkin saja," ucap Rheafen.

"Teman-teman ...,"

Rheafen dan Chalras menoleh pada Veena. Tampak raut muka cemas di sana. Veena menoleh pada mereka. Menatap dengan benar penuh kecemasan. Dan dengan pelan ia berkata,

"Perasaanku ... nggak enak.

'"...**..."'

=BAB 2--DONE==

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro