Ribut

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Sstt.. stt. Dan, nomer 35 apa ?" Bisik Attariq saat ujian berlangsung.

Aidan yang sedang mengerjakan tugas pun sedikit terganggu. Kemudian, Aidan menoleh ke arah Attariq dengan perasaan kesal.

"Kenapa ?" tanya Aidan sambil berbisik juga.

"Itu, nomer 35. Lupa rumus ni gua." Ucap Attariq pelan. Aidan hanya menggeleng pelan.

"Alah, bilang aja males itung. A jawabannya." Ucap Aidan dan kemudian menyibukkan diri lagi.

Attariq tak sadar bahwa Bu Sri sedari tadi memperhatikan mereka berdua.

"Nak, tau tak." Ucapnya sambil terus menatap Attariq yang tak memperdulikannya.

"Engga bu.." jawab anak - anak apa adanya.

"Sabar la dulu. Jangan kau jawab pulak aku cakap apa." Kesal Bu Sri pada anak didiknya itu.

"Maaf bu.." ucap seluruh murid diruangan dengan kompak.

"Ibu bisa ngeliat hantu nak.." ucap Bu Sri dengan nada meyakinkan.

Attariq menoleh ke Bu Sri hanya lima detik. Setelah itu, dia kembali menulikan telinganya lagi.

"Iya nak. Sekarang hantunya ada di kelas kalian." Ucap Bu Sri dengan Pdnya. Seketika, semua murid berbisik dan ketakutan.

"Dimana Bu?" tanya salah satu anak murid.

"Itu, yang lagi ngerjain tugas. Salah satu jenisnya. Jenis paling kuat. Paling di takuti. Liat tuh liat." Bu Sri menunjuk kearah Attariq yang sedang mengerjakan tugasnya dengan tatapan frustasi.

"Loh? Dia Bu ?" tanya Reno, ketua kelas 10 Mipa 6.

"Iya lah, dia tu titisan Raja setan." Ucap Bu Sri kesal sendiri.

"Astagfirullah Ibu.." Aidan hanya menggelengkan kepalanya. Attariq meliriknya dan bertanya kenapa.

Namun Aidan hanya menunjuk ke depan. Mau tak mau, Attariq menoleh ke Bu Sri yang menatapnya keki.

"Apa Bu? Naksir sama saya?" tanya Attariq dengan tatapan menantang.

"Amit - amit aku suka sama kau. Dasar titisan iblis." Ucap Bu Sri dengan tatapan sinis

"Tadi katanya titisan setan bu, ah Ibu labil ni kaya anak abege." Salah satu murid bersuara. Attariq menoleh kearahnya.

"Wahhh ga bener juga nih." Ucap Attariq sambil geleng - geleng.

"Ibu bilang saya titisan setan sama iblis? Wahhh.." Attariq mulai kesal sendiri dengan Bu Sri.

"Kalo gitu ibu gurunya titisan setan dong. Terus sama aja kita sejenis. Ibu setan saya juga setan. Kan ibu panutan saya.." Attariq menaik - naikkan alis tebalnya dengan tatapan menggoda.

Bu Sri menatapnya geram.

"ATTARIQ! KELUAR KAU SEKARANG!" Teriak Bu Sri kesal.

Attariq hanya menatap Bu Sri dengan tatapan kemenangan.

"Cie mukanya merah cie.." Attariq menatap Bu Sri dengan tatapan menggoda.

"Cie ibu, suka saya ya? Iya bu, saya emang ganteng.." Attariq makin gencar menjahili gurunya yang satu ini.

"Keluar ga kamu!" Bu Sri memandangnya geram.

"Cie ibu, make kamu - kamu. Saya jadi malu nih!" Tetap saja Attariq menggodanya.

"Tak keluar, ku sobek - sobekkan kertas mu! Keluar!!" Teriak Bu Sri keras. Karena Attariq sudah puas menggoda.

Akhirnya dia pun menyerahkan kertasnya dengan santainya pada Bu Sri.

"Ibu, cantik deh kalo lagi marah." Ucap Attariq dengan tatapan tulus. Hati Bu Sri sedikit melunak.

"Tapi, lebih cantik lagi kalo mukanya di tutup pake masker. BAHAHAHHAAH." Attariq tertawa dengan kerasnya. Semua menggelengkan kepala mereka menatap guru dan murid ini.

"ATTARIQQ, KU PANGGIL BUNDA MU NANTI YA!!" Ancam Bu Sri padanya.

"Dih dih dih, tanduknya keluar dih." Ucapan terakhir Attariq sebelum keluar dari neraka Bu Sri.

Merasa bundanya di sebut, Aidan menoleh ke arah Bu Sri.

"Kok bunda saya sih bu?" Ucap Aidan tak terima. Pasalnya, dia juga akan di marahi. Karena kenakalan Attariq tentunya.

"Ya makanya, urus dulu pacar mu itu. Baru takkan ku panggil bunda mu." Ucap Bu Sri ga nyambung. Aidan menatapnya kesal.

Aidan tahu. Bahwa alasan itu, hanya Bu Sri karang sendiri. Karena, jika orang tuanya di panggil. Dengan senang hati ayahnya datang bersama bunda kesekolah. Dan, dengan senang hati pula Bu Sri melihat Ayah Aidan yang masih terlihat tampan dan gagah sampai sekarang.

"Dah tua aja masi modusan. Astagfirullah." Ucap Aidan sambil geleng - geleng kepala. Attariq sedari tadi cekikikan sendiri di luar mendengar Bu Sri ngoceh.



Dan benar saja, selalu Bu Sri dan Attariq bertengkar, Aidan yang menjadi korbannya.




***

Setelah seharian marah - marah. Bu Sri datang ke UKS sekolah untuk memeriksakan tekanan darah yang di sediakan sekolah untuk guru sepertinya.

"Wah bu,, kenapa nih ?" Ucap salah Satu penjaga UKS dengan ramah.

"Tolong lah kau cekkan tensi aku ni. Pusing pala aku ni." Ucap Bu Sri sambil berbaring di kasur.

"Gara - gara Attariq lagi bu?" Tanya si penjaga UKS, Bu Agustin.

"Ya kau tau lah! Siapa lagi kalau bukan si Attariq tu. Untung saja tampan." Maki Bu Sri. Bu Agustin hanya tertawa kecil melihat kekesalan di mata guru paruh baya itu.

"Nanti kangen bu, bandel - bandel gitu punya banyak kenangan." ucap Bu Agustin dengan senyuman manis. Bu Sri malah membalas dengan sebaliknya.

"Amit - amit kalau aku kangen dengan dia Gus! Takkan ada lah." Ucapnya sambil menggelengkan kepalanya geli.

"Ibu, istirahat aja. Tensinya agak tinggi. Sabar ya bu, saya ambil obat dulu." Bu Agustin meninggalkan Bu Sei beristirahat sebentar.

***

"Aidan tampan, jan ngambek sama gua lah.."

"Aidan ganteng, gua traktir makan deh!"

"Dan, jan ngambek lah. Jan diem, ngomel aja sini."

"Aidan, Aidan..."

Attariq hampir pasrah membujuk Aidan. Devan hanya menggelengkan kepalanya. Mereka berdua selalu saja bertengkar. Akurnya, kalo udah jauh aja.

"Kalian ni kenapa?" Tanya Devan dengan tatapan kesal.

"Tanya aja anak Pak Akmal ini." Aidan menunjuk Attariq dengan dagunya. Sedangkan orang yang ditunjuknya hanya menatap Devan tak enak.

"Gua ngegoda Bu Sri, terus malah Bunda yang kena panggil." Setelah Attariq menjelaskan apa yang terjadi. Devan pun menjitaknya dengan tak berperasaan.

'Pletak'

"Coba dah, akur bentar sama Bu Sri." Devan menggelengkan kepalanya tak percaya.

"Sakit dodol." Attariq mengusap kepalanya pelan. Devan memang tak berperasaan.

"Ya kan dia duluan yang ngatain gua titisan setan. Emang lu terima?" Attariq menatap Devan kesal. Aidan hanya menatap Attariq cuek.

"Ga juga sih, tapi tetap aja salah lu! Aidan ngambek salah lu." Ucap Devan menyalahkan Attariq. Dan Attariq hanya bisa pasrah dengan keadaan.

"Sesungguhnya, Lebih baik mengalah dari pada terus - terusan melawan. Tak baik untuk kesehatan." Celetuk Rajidan pelan namun masih bisa di dengar oleh ketiga temannya.

"Ga nyambung, goblok." Ucap Attariq kesal.

"Mana ada nyambung - nyambungnya ngalah sama kesehatan. Si goblok." Tambah Aidan dengan tatapan kekinya.

"Sehat - sehat amat, Ba." Devan lelah meladeni temannya yang kekurangan mata ini. Jadi dia biarkan saja apa maunya.

"Ye, suka - suka mulut saya dong!" Rajidan menatap mereka tajam.

"Yayaya semua lu aja! Yang punya mata ngalah." Ucap Devan dengan senyuman miring. Rajidan melihatnya hanya memasang wajah, yang tak bisa di deskripsikan.

"Wah, dalam!"




***

Bersambung..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro