Chapter 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di asrama U.A, disuatu ruangan, tepatnya diatas tempat tidur kamar milik Aru terjadi sebuah kericuhan.

Para warga kelas 1-A sedang melakukan kegiatan sehari hari di hari minggu yang cerah. Seenggok manusia pikachu memilih untuk berjalan jalan bersama Shinsou, dan dua teman barunya.

Dan inilah awal dari masalah besar terjadi...

"Jadi gini..." Fanta mengurut keningnya, gadis itu menghela napas berat tanda bahwa ia lelah, "Ini... anak siapa?"

"Gini ya, Fan, aing ama Shinsou tadi ngelawan villain, tapi tu villain punya quirk yang bisa ngebuat dia jadi bocil selama seminggu, trus ingetan pas dia gede kehapus tapi ntar balik lagi sih, nah trus abis dia jelasin soal quirknya gw setrum dia trus dia langsung pingsan trus polisi dateng trus-"

"Singkatnya, Shinsou kena quirk villain yang ngerubah dia jadi bocil dan quirk itu tahan selama seminggu dan ingetan dia pas udah remaja ilang," Aru menghela napas, lalu menjitak keras jidat lebar milik Denki, "Ngomong tuh jangan belibet, bego."

"Adoh, saket!"

Fanta kembali menghela napas, "Oke, gue ngerti Shinsou kena quirk villain, nah masalahnya--" Gadis itu menunjuk dua bocah dengan tampang lugu, "Itu dua bocah anak siapa woi?!"

"Nah!" Tsusa menepuk kedua tangannya, "Dua itu anak pungut--gak, maksudnya dua bocah itu temennya Kaminari ama Shinsou! Mereka berdua kena quirk juga!" Gadis itu tersenyum senang, "Tsukauchi-san udah nyelidikin latar belakang mereka, si bocah rambut item mangkok ini ortunya di luar kota, dan yang rambut item satunya lagi ortunya dah meninggal semua :(" ujar Tsusa dengan tampang tak berdosa sampai sampai Fanta berkeinginan untuk memukuli wajah sok tak bersalah itu.

Fanta mendelik seram, "Lah, kok gitu?" ujarnya dengan sewot, menatap sinis kepada dua bocah dengan surai hitam yang balik menatapnya sinis juga, lalu mengalihkan pandangannya pada Shinsou, "Ini si Shinsou kan bisa balikin ke ortu nya aja--"

"Nyeh, ntar makin jelek citra sekolah U.A dimata orang, Fan," ujar Aru lalu disusul oleh anggukan dari Tsusa dan Denki.

Aru berjongkok, gadis itu menatap mata bulat Shinsou dengan gemas, "Dedek mao tante culik?"

"Astaghfirullah nyebut bunds!" Denki menampar pelan pipi Aru hingga membuat gadis itu meringis kecil.

"Canda doang ah! Shinsou kenal kakak ga?" Aru menunjuk wajahnya sembari tersenyum manis. Yah, senyum yang membuat Fanta serta Tsusa merasa mual.

Bocah itu mengerjap pelan, menatap linglung pada Aru yang masih mempertahankan senyumnya walaupun mulutnya sudah pegal naudzubillah.

"Etto... Nggak... Thinthou ga kenal kakak..." ujarnya sembari menggeleng pelan.

Gadis dengan nickname hero Allaxe itu menarik napasnya, lalu menghembuskannya, ia menahan tangannya agar tidak mencubiti dan menarik narik kedua pipi gembul itu.

Berhati hatilah pada Aru jika gadis itu sudah mulai merasa gemas sendiri. Kenapa? Karena kalian akan menjadi korban. Sebagai contoh kucing dirumahnya yang sering ditarik pipinya (?), atau paw manis berwarna coklat gelap yang sering kali Aru mainkan, entah dipencet pencet doang ato dielus elus, dan yang paling parah, gadis itu mengelus kepala sang kucing dengan brutal sampai sampai sang kucing pun menjadi jengah sendiri.

"Ru, Shinsou-nya jangan digigit-" ujar Tsusa sembari menggelengkan kepalanya.

Fanta kembali menghela napas melihat kelakuan aneh bin ajaib Aru. Gadis itu berjongkok menatap intens pada bocah dengan kisaran umur lima tahun yang ada di depannya ini.

"Namanya siapa?"

"...Kenapa kakak pengen tau bangeth?"

"Bocah kurang ajar--"

"Heh Fanta, jangan ditabok bocahnya woi--!!" Seru Denki lalu disusul dengan Aru dan Tsusa yang berusaha menahan kedua tangan Fanta.

Perempatan siku mulai muncul di dahi gadis itu, ia menghela napas lagi lalu beralih pada bocah dengan surai mangkok tapi tidak mangkok yang menatapnya dengan tatapan memelas.

"Kageyama Tobio..." Lirihnya pelan, sorot matanya seolah mengatakan bahwa ia takut kepada Fanta.

Gadis itu menggaruk kepalanya pelan, "Panggil aja kakak Fastaa, ya?" Ujarnya lagi sembari mencoba untuk tersenyum, yah mau dilihat dari sisi manapun, ketiga bocah dengan kisaran umur lima tahun ini memang imut bukan main.

Yah walaupun mengesalkan sih.

"Panggilnya kak Fanta aja!" seru Aru sembari tersenyum, yah senyum yang tak tahan lama karena Fanta sudah menampol muka mulus milik Aru.

"Kak Fantah?"

"Jangan diikutin!"

"Halo, Kageyama~ Nama kakak, Tsusa!" Tsusa yang sedari tadi menahan ngakak melihat Fanta pun mulai berjongkok dan memperkenalkan dirinya.

"Nah, tante genit mulai memperkenalkan dirinya, awas ntar diculik dek--"

"Heh, sembarangan, Aru!"

"Thutha? Namanya thuthah dithebut," kritik bocah yang membuat Fanta kesal tadi.

"Ah, panggil Tsu aja."

"Thu?" Kageyama memiringkan kepalanya, "Thu! Thu! Thu!" Ujarnya senang mengulangi nama Tsusa terus terusan hingga membuat para remaja abege itu kena heart attack secara bersamaan, tak terkecuali Fanta yang mendapat julukan Todoroki versi salty pun ikut luluh dengan kelakuan imut Kageyama.

"Hanjir, lama lama kena serangan jantung nih aing," ujar Denki sembari menangis terhura, "Eh, kamu yang matanya abu abu, namanya siapa?" ujarnya sembari terkekeh kecil. Denki sudah tahu nama mereka berdua, bocah asing dengan surai berwarna hitam yang tak lain dan tak bukan merupakan teman barunya, namun pemuda itu hanya ingin mengetes saja, entah mengetes apa maksudnya narator juga tidak tahu.

Bocah yang merasa dirinya dipanggil pun menoleh, "Thatz," Jawabnya singkat.

"Thatz?"

"Hatz, maksudnya," jelas Denki.

"Uhm, kayaknya tiga bocah ini mesti kita laporin dulu ke bapake," Fanta melirik ketiga bocil menggemaskan itu, lalu menghela napasnya lagi, baru saja setengah hari berjalan ia rasanya sudah lelah sendiri.

"Ano..."

Aru menoleh, memberikan tatapan bingung pada Tsusa yang belum menyelesaikan kalimatnya.

"Itu... cara bawa mereka bertiga gimana?"

.

.

.

.

.

"Bapakeee!!!" Denki berteriak membuka pintu kantor U.A dengan eskpresi sok panik.

"Si bangke, ga sopan bener!" Aru lagi lagi menampol kepala blonde berisik tersebut, "Ano, maap kalo mengganggu wahai guru guru sekalian, disini ada Pak Aizawa tidak ya, wahai ibu dan bapak guru tercinta?"

Aizawa menghela napas saat mendengar namanya disebut, pria dengan kisaran umur tiga puluhan tahun itu menggeser kursi kantornya guna melihat siapa yang mencarinya.

Oh normal, anak didiknya yang mencari. Oh tunggu--Kaminari Denki ada disana. "Sial..." Gumamnya pelan. Ada Denki, berarti ada masalah, itu logika Bapake Aijawa tercinta kita.

Aizawa memijit keningnya, "Biar kutebak, kalian membuat kekacauan lagi?"

Denki mengangguk, "Kali ini melibatkan Shinsou."

"Dan dua orang temen Kaminari yang beda sekolah dan mereka quirkless," Tambah Tsusa yang mengakhiri pembicaraan.

"Aku tidak dibayar lebih untuk ini..." Aizawa menghela napas gusar, pemuda itu menatap sengit kepada tiga manusia dengan tampang tidak berdosa itu, "Bereskan sendiri masalahnya."

"Yah, tapi, Bapake--"

"Bereskan sendiri!"

Tiga remaja itu menghela napas, "Iya deh..." Lalu berjalan pergi menjauh dari ruang guru.

Midnight yang melihat itu menyenggol lengan Aizawa, "Kau terlalu keras pada mereka loh."

"Mereka harusnya sudah bisa mengatasi masalahnya sendiri, bagaimanapun caranya," ujar Aizawa dengan malas.

"Jika terjadi kekacauan salahkan dirimu sendiri ya."

"Dengan senang hati."

🌼

"Fantaaa~"

Dari kejauhan tiga sekawan itu dapat melihat Fanta yang sedang adu tatap dengan Hatz, lalu Kageyama yang ada disampingnya mendukung Hatz agar bocah itu bisa menang, sementara Shinsou hanya berdiam diri melihat pertandingan tidak penting itu sembari tetap menggenggam tangan Fanta dengan jari mungilnya.

Fanta yang kalah suit tadi sehingga ia harus menjaga tiga bocah itu menoleh ke arah sumber suara, "Udah? Gimana?"

"Bapake bilang beresin sendiri," ujar Aru pasrah.

"Urus masing masing satu, gitu?"

Mendengar itu membuat Denki mendelikkan matanya, "Gue mau, tapi repot bukan maen, anjir."

"Setuju ama Kaminari," sahut Fanta.

"Nyeh, mao gimana lagi kan? Kita ga bisa kalo mau minta tolong yang laen..." Aru menepuk kedua pipinya, lalu mengernyit, mencoba untuk memikirkan ide yang bagus untuk tiga bocah berumur lima tahun ini.

"Gimana kalo suit aja?" Gadis itu tersenyum, "Yang kalah urus anak!"

.

.

.

.

"NASIB GUE GINI AMAT YA LORD!!!" Fanta mengamuk sembari menggebrak meja, Tsusa ngakak ga ketolongan, Aru dan Denki bengecc sampe ga bisa napas.

Sementara Shinsou sembunyi dibalik Aru, takut dimangsa sama Fanta katanya, lalu Kageyama menggenggam erat tangan Tsusa, alasannya masih sama, takut dimangsa oleh Fanta. Beda hal nya dengan Hatz yang hanya menatap bingung pada Fanta, namun bocah itu mendekat ke Denki 1 cm tiap 1 detik.

Sok berani tapi ternyata takut juga.

"Asem!! Napa mesti gue yang ngurus tiga tiganya?!!!"

"Nasib lu, zeyeng~" Tsusa terkekeh pelan--ralat, bukan terkekeh lagi, tapi sudah ngakak menggelegar sampe kedengeran ke gedung asrama kelas 1-B.

"Astaga... Masa gue harus ngurus tiga bocah di dalem satu kamar asrama yang sempit nya bukan maen?!"

"Yah mau gimana lagi kan...?" Aru memberikan tatapan memelas pada Fanta yang demi Tuhan sangat sangat sangat tidak enak dipandang bagi anggota keluarga toge.

Denki? Fine fine aja orang Aru itu doi dia /uhuq.

"Btw, Kam, aing penasaran kok situ bisa nyelundupin tiga bocah tanpa ketauan penghuni kelas?" tanya Aru, mengabaikan Fanta yang udah bersiap mengajaknya tawuran.

"Eh? Itu sih... Gue tadi beli jubah tak terlihat dari doraemon--"

"Seriusan heh! Bogem lagi nih?!"

"Heh beneran!" Denki merogoh kantong celananya, lalu menarik sebuah kain berwarna putih, dan memakainya sebagai jubah hingga menutupi seluruh tubuh bagian atasnya.

Lalu perlahan warna putih dari jubah itu memudar, menyatu dengan alam ceritanya.

"He, anjir, beneran jubah transparan--!" Ujar Fanta berseru kaget, melupakan adegan jambak jambakan dengan Tsusa yang sempat terjadi tadi guna melampiaskan rasa kesalnya.

"Ya kan! Gue dah bilang, kalo gue ga bohong!"

"Tumben."

"Nyeh, trus tiga bocah ini gimana?"

Hening seketika. Hak asuh memang diberikan kepada Fanta, namun tetap saja mereka berempat yang kudu tanggung jawab.

Harusnya sih Denki doang, tapi karena Denki menyeret keluarga toge dari awal, maka dari itu mereka berempat yang harus bertanggung jawab.

Tok tok tok.

Ketokan pintu yang terdengar membuat empat sekawan itu menoleh spontan. Aru selaku pemilik kamar berjalan mendekati pintu, "Saha?"

"Aizawa-sensei."

Setelah sahutan itu terdengar, pintu pun terbuka dengan lebar. Didalamnya empat remaja dengan senyum lega bercampur lelah telah menyambut Aizawa.

Aizawa mengurut keningnya lagi, "Jadi... Shinazugawa yang mengurus mereka kan?"

"Ah, iya, Bapake."

"Efek quirk nya cuman tahan seminggu sih, sensei," sahut Aru yang masih menahan pintu agar tidak menutup dengan sendirinya dan membentur wajah tidak mulus milik Aizawa.

"Shinazugawa, kamu belajar dirumah saja selama seminggu, kelas 1-A tidak tahu soal ini kan?"

"Ngga, Pak," Denki mengulas senyum jahil, "Saya boleh libur juga ga, Pak?"

"Kamu kan ga ngurusin bocah! Jangan libur juga!"

"Iya deh, pak."

"Tapi, Pak, kenawhy mesti saya yang ngurus tiga tiganya??"

"Karena kamu kalah suit," Jawab Aizawa dengan santai.

Dan saat itulah Fanta merasakan rasa ingin menampol yang sangat menggebu gebu. Jika tidak mengingat Aizawa adalah gurunya, maka ia tidak akan menahan nahan lagi.

"Kok Bapake tau?"

"Saya nguping."

"Astaga..."

"Yaudah sekarang beres beres barang kamu, kalo ditanya sama anak kelas bilang aja kamu lagi sakit dan mesti pulang," Aizawa menggendong Shinsou dan Kageyama, sedangkan Hatz digandengnya, "Nanti sensei kasih mereka bertiga ke kamu lagi nanti. Kaminari, Aomizu, dan Poniriá, tolong bantu bantu Shinazugawa juga," ujarnya sambil berlalu meninggalkan empat manusia tadi yang masih mematung.

"Nah, fanta, saatnya dirimu akting sakit," Aru terkekeh pelan, gadis itu menoleh kepada Tsusa, menatapnya dengan tatapan penuh arti, "Tsu, ngerti kan maksudnya?"

Tsusa menyeringai, "Tentu sadja," ujarnya membentuk tanda 'ok' menggunakan jarinya. Gadis itu berlari keluar dari kamar Aru, lalu masuk ke dalam kamarnya yang berada disebrang, lalu keluar lagi dan masuk lagi ke kamar Aru.

Sungguh merepotkan.

"Ayem bek!" Tsusa memamerkan sebuah dompet kecil berwarna hitam yang ada di tangannya. Gadis itu membuka dompet nya dan mengeluarkan alat alat make up nya.

Fanta yang merasa ada hal yang tidak beres pun berjalan mundur sampai menumbur tembok, gadis itu menatap curiga pada Aru dan Tsusa yang menunjukkan seringai mencurigakan, "Something went wrong, i can feel it..." lirih gadis itu.

"Ah tenang aja, gaada 'something went wrong' kok~" Ujar Tsusa yang semakin mendekat ke arah Fanta, gadis itu memamerkan peralatan mekapnya didepan wajah Fanta.

"Ah, syet--"

"Sepertinya disini akan terjadi pertumpahan darah," Denki yang tydack mengerti apa apa pun hanya bisa menyimak sambil makan ciki di pojokan.

Ciki stok cemilan Aru sih, kebetulan aja tu ciki stok terakhir, jadi pas ketauan Denki yang makan ya siap siap diamuk.

Selang sepuluh menit pertengkaran terjadi, akhirnya Tsusa pun selesai mendandani Fanta.

Hasilnya, muka lelah Fanta yang semula b aja, sekarang malah jadi keliatan tambah pucat kayak orang cacingan yang ga makan tiga hari.

"Wih, anjir, hebat betol!!" sahut Denki sembari bertepuk tangan, membuat Tsusa mengibaskan rambutnya dengan sok canteks.

"Nah, skuy, keluar dari sini," Aru menarik paksa tangan Fanta.

"Woe, barang gue gimana?!"

"Oh iya, sana ambil dulu."

"Syalan."

Yah mari kita langsung skip aja sampe ke depan gerbang U.A, setelah mengucapkan salam perpisahan(?) pada Fanta, kelas 1-A kembali ke kegiatan masing masing.

"Semangat yaw, Fantah!" teriak tiga sekawan itu sembari melambaikan tangan kepada mobil Bapake yang mulai menjauh dari gerbang U.A.

"Ucapan semangat yang ga diperlukan--" Gadis itu mendecih pelan, disampingnya terdapat tiga bocah imut yang menatapnya dengan penuh harap.

Aizawa melemparkan kantong kresek jepangmaret pada Fanta, "Isinya coklat empat biji, ntar kasih ke mereka masing masing satu."

"Loh, kelebihan satu dong, Pak?"

"Satunya buat kamu makan."

"Si Bapak perhatian juga rupanya," Fanta tertawa lalu dibalas dengan decihan pelan dari Aizawa, "Makasih loh, Pak."

"Ya, masama," ujarnya acuh tak acuh.

"Coklath?"

Fanta menoleh, melihat mata Shinsou yang berbinar menatap ke arah bungkusan coklat yang ia pegang, "Mau?" tawarnya.

Shinsou mengangguk cepat, bocah itu mengarahkan tangan kanannya pada Fanta, "Thinthou mau!"

Melihat itu membuat bocah disebelahnya juga ikut ikutan, "Tobio juga mau!"

Fanta tersenyum kecil, gadis itu memberikan satu coklat di masing masing tangan kedua bocah mungil itu, lalu mengalihkan pandangannya pada Hazt.

"Kamu gamau?" Ujarnya memamerkan satu bungkus sisa sembari menyeringai kecil saat melihat mata Hazt yang berbinar menatap bungkus coklat itu.

Wajah bocah itu memerah, ia memalingkan wajahnya, "Thatz... Mau..." Ujarnya lirih sembari menggembungkan pipinya.

Fanta tersenyum puas, lalu memberikan jatah coklat terakhir pada Hatz dan menyimpan jatah coklat miliknya sendiri.

***

Mari kita beralih dari Fanta dan ketiga bocah itu. Keesokan hari setelah kepulangan Fanta menuju rumah, anak anak kelas 1-A tetap berkegiatan seperti biasa, belajar, berlatih quirk, istirahat, belajar lagi lalu pulang, yah mungkin seperti itu. Kegiatan Fanta bersama tiga bocah akan ada di chapter selanjutnya, dan sekarang mari kita beralih pada Denki dan Kaigaku. Satu pemuda quirk listrik, satunya lagi quirk petir.

Denki yang bisa menembakkan (?) atau memunculkan? Atau mengalirkan? Entahlah narator juga bingung menyebutkannya apa, tapi yang jelas pemuda itu bisa nyamber kalian dengan listrik.

Sedangkan Kaigaku mesti mensummon petir dari langit (?) entah gimana caranya biar author yang lain aja yang membuat tutorial summon petir ala Kaigaku.

Denki berjalan menaiki tangga, pemuda itu menggedor pintu kamar milik Kaigaku dengan heboh, "Kai!! Woe, jadi ke taman?!"

Dari dalam keluar pemuda dengan kulit pucat serta surai hitam kebiruan, "Santuy woi, Kam!!" Pemuda itu mendengus kecil, "Jadi lah, hayuk, cobain alat buatan si Hatsume."

"Hatsume-san jago euy, pointernya keren," Denki menunjuk nunjuk pointer yang telah ia pasang di tangannya, Kaigaku mengangguk tanda bahwa ia setuju.

Kedua pemuda itu pergi bersama sembari mengobrol, baru setengah jalan mereka pergi, tiba tiba saja keduanya dikejutkan dengan kemunculan villain yang sama seperti di awal chapter, alias villain yang ngubah Shinsou, Kageyama, dan Hatz menjadi bocah.

"Ah, syit, here we go again--"

Villain itu dengan cepat mengarahkan tangannya pada Kaigaku dan Denki, mengeluarkan laser bercahaya biru dari kedua tangannya.

Beruntung jalanan sedang sepi saat itu hingga tidak ada yang terkena sinar dari laser biru itu.

Ya tidak ada.

Kecuali mereka berdua.

Tbc~

Author : wargaplus62

Yosha~ jadi ini chapter pertama yang cukup gaje dan panjang-

Aru ga yakin bakal ada yg baca cerita ini selain kami bertiga (Aru, Tsu, dan Fanta) tapi yah kalo ada mah makasih loh udah mau baca cerita gaje ini ಥ‿ಥ

Nyeh segitu aja dulu deh, chap 2 bakal ditulis oleh Fanta/Tsusa~

See u in the next chap!~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro