Path-01 : First Of All

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Cahaya cermelang mentari musim semi tampak menyinari sore ini dengan indahnya. Alunan musik terdengar menggema di seluruh penjuru Istana. Bangunan yang menjulang tinggi dan luar biasa besar itu tampak padat oleh orang-orang. Keramaian dan sorakan terdengar bising dimanapun telinga mendengar. Dan seruan bertambah heboh setiap kali aku tersenyum dan melambaikan tangannya.

"HIDUP TUAN PUTRI!!"

Begitulah sorakan yang sedari tadi kudengar, terus terulang-ulang di pendengaran tanpa ada satupun orang yang merasa bosan, kecuali aku tentunya. Hari ini adalah hari pemahkotaanku, juga menjadi peresmian kerajaan Utara kembali dibuka. Sebagian kecil masyarakat di seluruh wilayah kerajaan melakukan perpindahan wilayah guna mengisi pemukiman kerajaan Utara yang baru saja selesai dibangun kembali.

Sebagian besar penyihir dan ilmuan terbaik diberikan tanah khusus di kerajaan Utara, dengan harapan dapat mengembalikan kemajuan teknologi kerajaan Utara yang telah tertinggal jauh.

Dan hari ini, menjadi hari spesial. Kini, aku telah resmi dinobatkan sebagai Putri murni kerajaan Utara, dan Kepala pelayanku―William―dinobatkan sebagai pemimpin sementara kerajaan Utara sampai aku menyelesaikan jenjang pendidikkanku.

"Whoah, aku sampai pangling," dua gadis yang tampak seumuran denganku tersenyum sumringan, dari nada bicaranya barusan, bisa disimpulkan bahwa mereka sedang mengejekku.

Aku mendengus pelan, "aku tak tahu kalian sedang memuji atau menghinaku," ucapku dengan nada kesal dibuat-buat. "Jangan meledekku, Yura, Flo."

Yura tergelak, kemudian menggeleng pelan. "Aku serius pangling, tahu."

"Benar," Flo menyetujui perkataan Yura. "Kau saja yang selalu berpikiran negatif, Kena." Gadis bersurai hitam itu terdiam sesaat, sebelum akhirnya tersenyum nakal, "maksudku, putri Kena."

"Hey! Kalian kan juga putri mahkota!" kilahku dengan sebal.

Di tengah perdebatan singkat kami, seorang wanita bersurai hijau gelap berjalan menghampiri mereka, dengan beberapa pengawal yang setia mengekorinya.

Yura yang lebih dulu menyadari kehadiran wanita itu berseru antusias, "Ibu!"

Aku menoleh, menatap wanita paruh baya yang masih tampak segar dan awet muda itu. Dengan gugup, aku menunduk, memberi hormat. "B-Bibi―Ah, maksudku Ratu Laura."

Wanita itu tertawa pelan, kemudian mengelus lembut pucuk kepalaku. "Tidak perlu kaku begitu, panggil saja seperti biasa."

Aku terkekeh, "Bibi baik-baik saja, syukurlah."

"Aku selalu baik-baik saja, Kena." Bibi Laura tersenyum hangat.

"Setelah kedatanganmu dan Yura ke Dimensi ini dua tahun lalu, Bibi Laura segera menyusul untuk memastikan keadaan kalian," jelas Flo tanpa kuminta.

"Ya, aku tahu." Aku tersenyum manis. Tentu saja aku tahu kenyataan bahwa Bibi Laura berhasil kabur dari kejaran Dark Witch―dimana kejadiannya sama saat penyerangan Dark Witch di perkemahan―tapi mungkin sayangnya Harpine tidak berhasil ikut serta melarikan diri bersama Bibi Laura.

"Kena," Bibi menyerahkan sebuah amplop putih kepadaku, membuatku bertanya-tanya apakah amplop ini ditujukan kepadaku atau tidak. "Untukmu," lanjutnya.

Dengan ragu, aku menerima amplop tersebut. "Engg ... ini apa, bibi?"

"Surat," jawab Bibi Yunasha dengan hangat. "Buka surat tersebut saat kau tiba di kamar asramamu.

Aku mengangguk menurut dan memasukkan amplop tersebut kedalam pocket. Ah, untuk informasi, dua tahun belakangan ini aku masih tinggal di kamar asrama sekolah. Yah, semua orang melakukan hal yang sama, namun ada juga beberapa yang memilih untuk tinggal di rumah masing-masing. Berhubung aku memang dicap tidak memiliki tempat tinggal sebelumnya―apalahi rumah―di dimensi ini, jadi aku tetap memilih tinggal di kamar asrama.

Dan meskipun sudah dinobatkan sebagai putri, aku tetap akan tinggal di asrama. Kalian tanya mengapa? Entahlah, kamar asrama telah menjadi rumahku selama dua tahun ini, dan aku merasa lebih nyaman di sana dibandingkan di tempat megah dan besar ini seorang diri.

"Kena!"

Aku menoleh dan mendapati beberapa remaja menghampiriku dengan senyum lebar. "Hei, kalian datang!" seruku girang.

"Tentu saja!!" Lizzy memelukku erat, namun beberapa saat kemudian ia segera melepas pelukannya. "Ups, maafkan perilakuku yang kurang sopan, tuan putri."

Aku memutar bola mataku, "ayolah, jangan panggil aku begitu."

"Tapi kau kan memang seorang putri sekarang ini." Ujar Juliet sembari merangkul pundakku.

"Jadi, maksudmu aku dulu bukan putri, begitu?"

Juliet tergelak, "mungkin."

"Uuuuhh! Kecchan cantik sekalii!!!" Alice melompat-lompat kegirangan, seperti anak kecil yang baru saja dibelikan balon oleh orang tuanya. Aku menatap Alice dari ujung rambut sampai ujung kaki, padahal Alice lebih imut dariku. Alice tanpa kacamata membuatku pangling, sungguh.

"Baiklah, bibi pamit dulu, ya." Bibi Laura tersenyum padaku dan yang lainnya. "Bibi ingin bertemu dengan ratu lainnya."

Seakan baru menyadari kehadiran Bibi Laura, Juliet, Lizzy, dan Alice segera menunduk hormat dengan canggung. Baru setelah kepergian bibi Laura, mereka berani bersuara. "Ratu Laura itu awet muda ya?"

Lizzy menyetujui perkataan Juliet. "Iya, sangat menawan, tidak seperti anaknya yang―"

"Hey, aku dengar, lho!" protes Yura sambil mengembungkan kedua pipinya.

Lizzy tertawa pelan, "aku hanya bercanda kok! Tenang saja, masakanmu adalah masakan terlezat sedimensi sihir."

Mendengar pujian dari Lizzy, senyuman lebar berangsur mengembang di wajah Yura. Jelas sekali dia bahagia mendengar pujian tersebut.

"Oh, tapi aku lebih suka masakan Hanz."

Satu lontaran dari mulut Alice membuat Yura menatap gadis itu dengan raut datar. "Itu karena kau menyukainya, Alice." Yura memutar bola matanya dengan malas.

Sebenarnya aneh juga mendengar Alice menyebut nama orang tanpa menggunakan istilah "chan" atau "kun." Dia nyaris memanggil semua nama orang dengan akhiran seperti itu, kecuali Hanz. Jadi, sudah jelas Hanz istimewa baginya.

Aku ingat sekali saat pertama kali Alice mengakui bahwa dirinya menyukai Hanz setahun lalu, saat kami sedang makan siang bersama. Saat itu tentu saja kami terkejut bukan main yang mendengar pengakuan Alice yang tiba-tiba.

Yah, kupikir semua orang bisa saja berubah. Jadi seharusnya aku tidak boleh terkejut lagi.

"Omong-omong," Flo meraih segelas jus dari meja terdekat, "desember kemarin, kau sudah 19 ya Kena?"

"Huh, iya. Memangnya kenapa?" Tanyaku sambil memiringkan kecil kepalaku. Aku ikut mengambil segelas jus dari atas meja saat melihat Yura, Lizzy, Alice, dan Juliet juga meraih segelas jus.

"Kau tidak berniat mencari pacar?"

Satu kalimat yang diucapkan Flo sontak membuatku tersedak minuman. Aku terbatuk-batuk beberapa saat, sedangkan Yura yang berdiri di sampingku menepuk-nepuk pelan punggungku. "K-Kenapa tiba-tiba...?"

"Tidak juga ya," Juliet mengangkat kedua bahunya sambil menyeruput segelas jus. "Bukan Flo saja yang sering bertanya, tapi aku juga."

"Tapi hampir setiap tahun kalian bertanya!" Sahutku yang lebih mirip sebuah protesan. "Menikah itu masih lama, jadi jangan terlalu dipikirkan. Lagipula, kalian juga belum punya pasangan kan?"

Entah mengapa, perkataanku yang tajam berhasil menohok mereka semua secara bersamaan, membuat mereka mengelus-elus dada mereka, mencoba bersabar.

"Perkataanmu pedas sekali!"

Aku hanya mengendikkan bahuku, tidak peduli.

"Besok kita mulai masuk sekolah." Lizzy mengingatkan dengan wajah berbinar. "Jangan lupakan ujian kenaikan tingkat ke kelas Senior, lho!"

"Oh, aku lupa." Setelah meneguk minuman beberapa kali, Flo melanjutkan, "kalian masih di kelas Amature ya?"

"Dasar sombong," Juliet memutar bola matanya.

"Aku tidak bermaksud sombong!" Flo membela dirinya sendiri. "Kau saja yang selalu berpikiran negatif."

"Aih, tidak dengan Vakun, tidak dengan Juchan." Alice memijit pelan keningnya. "Kau selalu bertengkar ya, Flochan."

Flo mengangkat sebelah alisnya, namun disaat yang bersamaan pula ia mengerutkan keningnya. "Sudah kubilang jangan panggil Val dengan sebutan anehmu itu!"

"Huh, kau cemburu?"

"Tentu saja tidak!" Kilah Flo. "Hanya terdengar aneh saja."

Alice tertawa, "ternyata Juchan dan Flochan ada kesamaan ya? Sama-sama tidak mau pasangannya disebut seperti itu olehku. Hey, Flochan, jangan menatapku seperti itu. Aku hanya bercanda."

Flo memutar bola matanya, malas.

"Baiklah, mulai sekarang aku tidak akan memanggil orang dengan istilah aneh lagi." Ujar Alice dengan sungguh-sungguh. Entah untuk keberapa kalinya dia berjanji seperti itu, mungkin lebih dari seratus kali. "Tapi aku tetap memanggil kalian dengan sebutan chan, ya!"

"Kenapa?"

"Karena kalian sahabatku!"

Perkataan Alice membuatku sedikit tersentuh. "Terima kasih."

"Maaf permisi, putri Kena."

Teguran sopan dari salah seorang prajurit Istana memotong percakapan kami. Aku menoleh, menatap pria paruh baya yang dibalut armor besi. "Ada apa?"

"Anda ditunggu oleh seseorang di taman Istana."

Prajurit itu langsung pamit begitu menyelesaikan perkataannya, membuatku tidak bisa bertanya lebih jauh. Siapa?

"Eng, teman-teman," panggilku ragu. "Aku duluan ya?"

"Oh iya, silahkan!" Yura mengibas-ngibaskam tangannya. "Tidak kembali juga tidak masalah."

Aku mendengus kesal, tapi beberapa detik kemudian aku tertawa. "Baiklah, sampai jumpa."

Setelah mereka melambaikan tangan dan kubalas dengan senyuman, aku segera berbalik dan pergi ke taman Istana, melewati keramaian pesta pemahkotaanku yang istimewa.

***TBC***

A/N

WKWKWKKWK, HAYOLOH SIAPA YANG MANGGIL KENA?

MAS SENA? BELOM NONGOL? :(

Wkwkk, sabar ya manteman Vara yang budiman, mas Sena lagi nggak dapet jadwal syuting buat hari ini. Tunggu next chap aja yak.

Aduh, Syndroms kapan kelar ya? Vara bingung mau ngebawain kemana konfliknya. Maapkan Vara yang ngegantungin kalian semua wkwk.

Tenang, PH gabakal gantung kok endingnya. Malah Vara suka banget endingnya yang (mungkin) memuaskan.

DAN BANYAK SCENE DI PH YANG VARA LOPE LOPE LOPE~♡♡♡

Wahgilaa, romance di sini enggak kental, tapi feel nya (semoga) dapet :(

Seperti ada cinta yang bertepuk sebelah tangan, patah hati, etc
//Vara ketawa setan.

//slapp.

Oke, karena gamau sop iler berkepanjangan, silakan tunggu next chap hehe.

Next chap diupdate besok :D

Someone miss me? :>

See u later!

Adios~

Big Luv, Vara.
🐣🐤🐥

Ups, SeKen keciduk Vara lagi fotbar :v

Ayo kita pesta poraaaaaa

Kena: //mengasah pedang.

Le Vara kabur 🐤----

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro