Path-12 : Challenge

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Akhirnya hari yang ditunggupun tiba.

Hari ini, hari dimana ujian kenaikan tingkat dilaksanakan.

Aku menatap pantulan bayanganku di cermin, membetulkan setiap inchi penampilanku. Kurekatkan jubah merah di kancing bahu, lalu kutatap kembali cermin.

Senyumku merekah.

Tanganku menggepal, "Semangat," kataku pada diri sendiri.

Aku meraih sapu terbang dari dalam pocket. Aku melangkah mendekati jendela besar yang terpapar di samping ranjang tidurku, lalu membukanya. Membiarkan udara dingin pagi menggelitik kulitku. Tanpa berpikir dua kali, aku segera melompat keluar melalui jendela.

Untuk catatan, aku tinggal di lantai 2. Silahkan bayangkan setinggi apa aku melompat.

Dengan cepat, aku segera mendudukan diriku di atas gagang sapu terbang, lalu mengucap sebaris mantra. Tubuhku yang tadinya jatuh bebas, kini mulai terpapah oleh sapu terbang. Aku mulai melayang, menelusuri besarnya bangunan sekolah.

Hanya pada waktu-waktu tertentu, para murid boleh menggunakan sapu terbang mereka di area sekolah. Seperti sekarang ini contohnya.

Sapu terbang membawa sosokku melayang di langit, membiarkan angin menerpa lembut kulitku. Pagi ini sejuk sekali. Aku suka suasananya. Apalagi saat ribuan mahkota bunga terbang terbawa angin, membuat pemandangan menjadi indah.

Kuhentikan aktifitas menerbangku, demi melihat mahkota bunga luciem yang tampak bersinar seperti kunang-kunang. Aku mengulurkan tanganku, hendak menggapai bunga itu. Detik setelah kulit tanganku menyentuh ujung mahkotanya, bunga itu langsung belebur menjadi serpihan debu bercahaya. Indah sekali.

"Sedang apa kau di sini?"

Aku menoleh, dan mendapati sosok Sena juga tengah terbang dengan sapu terbangnya di sampingku. Kusunggingkan senyum manisku, menatap lelaki berwajah datar itu dengan tatapan bersahabat. "Tadi ada bunga luciem."

Sena menatapku, "Jenis mana?"

"Sepertinya jenis golden dust," Aku berpikir sejenak, "Beruntung sekali aku! Tadi itu keren sekali, tahu. Andai kau melihatnya juga."

Sena mengangguk, "Iya."

"Mau berangkat bersama?" tawarku setelah sadar bahwa Sena akan terus diam jika aku tak kunjung memberikan topik.

Lelaki itu mengangguk. Setelah itu kami terbang bersama, menelusuri langit dimensi sihir yang begitu indah. Kami terbang beriringan tanpa mengucap sepatah katapun. Sebenarnya aku sudah berusaha mencari topik pembicaraan untuk mencairkan suasana. Namun sayangnya aku tak berhasil menemukan topik yang cocok. Jadi aku memutuskan untuk diam saja selama sisa perjalanan. Hingga akhirnya kami sampai di lapangan luas belakang sekolah. Disinilah kami--para penyihir--berkumpul untuk ujian kenaikan tingkat Amature. Aku dan Sena mendarat di tempat yang sedikit jauh dari keramaian.

Bising terdengar dimana-mana, memenuhi indra pendengaranku. Ramai sekali. Tapi setidaknya jika dibandingkan saat aku kenaikan tingkat kelas basic, jumlah siswa saat itu lebih banyak daripada sekarang. Mungkin saat ini ada sekitar dua ratus siswa saja? Itu hanya perkiraanku. Jangan tanya bagaimana aku menebaknya, karena dulu saat masih tinggal di dimensi manusia aku sering membaca buku misteri yang mengajarkan bagaimana caranya menganalisis dengan cepat dan tepat.

"Kena!" Aku menoleh ke sumber suara. Mataku menangkap sosok Lizzy tengah terbang dengan sapunya mendekatiku. "Ah, ada Sena juga. Selamat pagi, Kena Sena!" Gadis itu mendarat, lalu segera memasukan sapu terbangnya ke dalam pocket.

"Pagi juga," balasku. Aku menyikut rusuk Sena karena lelaki itu tak membalas salam Lizzy. Aku melotot saat Sena tak menyadari maksudku. Bagaimanapun sebagai sopan santun, seharusnya Sena juga balas menyapa. "Ucapkan salam!" bisikku sedikit sengit.

"Oh," Sena mengangguk mengerti. Dia menatap Lizzy lamat-lamat, kemudian mengucapkan kata yang membuatku hampir terjungkal, "Salam," ucapnya dengan aksen datar.

Aku tak bisa menahan untuk tidak menepuk keningku, frustasi. Segera kutatap Lizzy, hendak meminta maaf. Tapi aku justru mendapati Lizzy tengah cekikikan menahan tawanya. Hal itu membuat keningku terlipat. "Kenapa tertawa?"

Lizzy buru-buru menggeleng. Dia menutup mulutnya. "Tidak. Hanya saja ... pfft. Ahahaha, kalian lucu sekali."

Aku menatap datar sahabatku itu. "Tidak. Kami tidak lucu sama sekali." Entah mengapa pula Sena di sebelahku juga ikut mengangguk. Aku hanya mengengus pelan. "Yang lain mana?"

Gadis bersurai ungu pudar itu menaikkan kedua bahunya, "Entah. Aku belum bertemu mereka. Di sini sangat ramai." Lizzy menatapku, lalu tersenyum nakal. "Omong-omong, tumben sekali kau bangun tidak terlambat. Dan lagi ... kau datang bersama Sena pula."

"Tadi kami bertemu," jawabku singkat dan apa adanya.

"Hooo ... benarkah?" Lizzy memicingkan matanya, menatapku penuh curiga seakan aku adalah alien yang menyamar sebagai Kena untuk menghancurkan bumi. "Yah, Kena pasti masih malu-malu sih untuk mengaku bahwa Sena adalah pacarnya. Soalnya waktu itu Sena mengantarmu ke Asrama perempuan saat kau sedang tertidur. Ahh ... romantis sekali."

Aku mengerjap-ngerjapkan mataku. Otak di kepalaku berusaha terhubung dengan apa yang terlontar dari mulut Lizzy. "Tunggu, tunggu! Tadi apa kamu bilang?!"

"Hn? Sena mengantarmu saat kamu tertidur," Lizzy mengatupkan telapak tangannya. Matanya berbinar. Sepertinya dia sedang berimajinasi liar. "Kalian benar-benar romantis. Ahh, aku harap bisa punya pacar juga."

"Aku? Dengan lelaki tripleks ini?" Aku menunjuk diriku sendiri dan Sena secara bergantian. Aku menggeleng sembari tertawa hambar. "Tidak mungkin. Mustahil."

"Kena, aku bukan tripleks," Sena menyela dengan nada sedatar ekspresinya, membuatku tidak tahu apakah dia marah atau tidak. Tapi sepertinya tidak. Sena bukanlah pribadi yang pedendam.

"Tapi wajahmu mirip papan tripleks," aku mengibas-ngibaskan tanganku, "Intinya kami tidak pacaran. Hanya berteman saja."

"Mengecewakan," Lizzy bersedekap, menatapku dengan tatapan kecewa yang dibuat-buat.

Suara tepuk tangan sebanyak tiga kali terdengar, membuatku menoleh ke sumber suara dan mendapati miss Rosseline tengah melayang di udara. Dia kembali bertepuk tangan, mencoba mencuri seluruh perhatian sepenuhnya. Setelah sekitar tak ada lagi yang berbicara, barulah ia memulai prakata. "Selamat pagi calon penyihir masa depan! Maaf jika kedatanganku sedikit terlambat, namun mari kita mulai saja ujian kenaikan tingkat kelas Amature. Aku Rosseline, wakil kepala sekolah yang akan menjadi wali di sini."

Suara tepuk tangan terdengar, membuatku ikut bertepuk tangan meskipun tak tahu mengapa mereka semua melakukannya. Setelah kebisingan mereda, miss Rosseline melanjutkan, "Pertama-tama, kalian akan dibagi menjadi kelompok. Lima orang per kelompok. Kalian akan melewati ujian lapangan kelompok hari ini. Besok, kalian akan melakukan ujian tertulis. Lusa, barulah kalian akan melewati ujian lapangan individu.

"Ujian kelompok kali ini bernama 'mencari pion'. Dari lima orang di kelompok kalian, akan ada satu orang yang memainkan peran sebagai pion. Tujuannya adalah mengeliminasi pion sebanyak mungkin. Bagi siapa saja kelompok yang berhasil mengeliminasi lebih dari tiga pion, maka dia akan lulus. Gelar pion kalian haruslah dirahasiakan. Namun untuk mempermudah, gelar pion akan terlihat saat sudah gugur.

"Jika seseorang di kelompok kalian gugur, kalian tetap dapat melanjutkan ujian selama pion masih utuh. Tapi jika pion gugur, maka kelompok dinyatakan gagal. Kalian diperbolehkan menggunakan kekuatan. Rencana licik, ataupun atribut diperbolehkan asalkan tidak melanggar peraturan. Sejauh ini, paham?"

"Paham!"

Miss Rosseline mengangguk puas. "Baiklah," dia menjentikkan jarinya. Detik selanjutnya, muncul empat puluh layar transparan di sekitarnya yang berisikan daftar nama kelompok untuk ujian.

Mataku menelusuri deretan layar transparan yang melayang di langit. Pandanganku terhenti tepat pada layar kesembilan. Di sana tertulis namaku, tepat di urutan pertama.

Kelompok 19

Kena

Lizzy

Hide

Travis

Leon

"Huwaaaa! Kita sekelompok!!" Lizzy sontak memelukku, bahkan sebelum aku genap selesai membaca tulisan di layar.

Aku mengangguk pelan, "Iya," responku dengan singkat. Aku melirik Sena yang berdiri di sampingku. Tatapannya datar-datar saja saat mengetahui kami tidak sekelompok. Apakah dia senang ya tidak sekelompok denganku? Ah, ingin dia senang atau tidak itu bukan urusanku. Kenapa pula aku harus memikirkannya?

"Aku di kelompok delapan," gumam Sena.

Aku ikut mengedarkan pandanganku ke layar nomor delapan. Keningku berkerut saat mendapati bahwa Sena sekelompok dengan Sora dan Juliet, juga dua orang yang tak kukenal. Ah, aku akan berada di dalam masalah besar jika berhadapan dengan kelompok Sena. Sebisa mungkin aku harus menghindarinya.

"Sena, kami akan mengalahkanmu!" Lizzy berseru dengan semangat menggebu-gebu. Eh, Lizzy. Apakah kamu tahu apa yang baru saja kamu ucapkan?

Sena mengangguk samar, "Oke." Lelaki itu menatap datar kepadaku, entah karena apa. "Jangan lupa gunakan kalung penetral," pesannya.

Aku dan Lizzy mengangguk serempak. Aku selalu memakai kalung penetral. Dan aku tak pernah melepaskannya barang sejenak. "Kau juga jangan lupa pakai."

Sena tersenyum tipis, "Aku yang membuatnya. Tanpa memakainyapun aku akan tetap aman."

"Tapi kekuatan netralermu kan melemah karena terlalu banyak membuat kalung ini," aku menatapnya dengan tatapan khawatir. "Kau yakin akan baik-baik saja?"

Lelaki itu mengangguk, "Tenang saja."

"Ekhem!" Lizzy berdeham, yang sejujurnya membuatku sedikit jengkel karena dia telah mengganggu pembicaraanku dengan Sena. Dengan tatapan tanpa dosa, Lizzy menarik tanganku dan berjalan menjauhi Sena. "Ayo kita cari kelompok kita, Kena. Jangan pacaran terus. Ingat, dia musuh kita. Kita ini sedang ujian."

Aku hanya memutar bola mataku sebagai balasan. "Terserah."

***TBC***

A/N

Sebenernya pengen dilanjutin sampe mereka ketemu sama anggota kelompok. Tapi mau gimana lagi? Vara mau gantungin kalian wkawkawkakkk

Yah, walaupun lebih banyak basa basi yang gak guna sih wkwk

Rabu, kita mulai ujiannya! Vara udah siapkan kejutan heheheeee

Sebenernya sih kalo kalian peka, disini ada bocoran buat konflik. Tapi kalian gapeka, yaudah DL mwuahahahahhahahahahahahhaaa

Ngegantungin kalian itu kebahagiaan tersendiri buat Vara. //slapp.

Wokeh, udah yaw. Vara mau lanjutin Synesthesia. Bubyeeeeee

Big Luv, Vara

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro