Path-08

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bel tanda waktu istirahat tiba pun berbunyi. Tak berbeda dengan kelasku yang dulu, sebagian besar murid-murid disini lebih sering menghabiskan waktu istirahat di Cafeteria. Tak bisa ku pungkiri, makanan disini memang lezat walaupun beberapa memiliki bentuk yang aneh.

"Jadi, apa yang harus kita lakukan di basic class?" Tanya Yura.

Lizzy mengaduk-aduk jus lemon nya, kemudian menopang dagunya. "Tidak banyak, hanya mempelajari dasar-dasar dunia sihir."

Yura mengangguk paham, sedangkan aku hanya terdiam--tidak mengerti. "Aku masih bingung dengan sistem sekolah ini." Gumamku dengan nada jengkel.

Lizzy tertawa kecil. "Sepertinya kamu belum pernah ke dunia sihir ya, sebelumnya?"

Memang belum.

Gadis dengan surai biru muda itu berdeham pelan, memulai penjelasannya. "Jadi, di sekolah ini kita terbagi menjadi empat tingkatan. Pertama itu basic class, di kelas ini kita mempelajari dasar-dasar dunia sihir dan cara menggunakan sapu terbang. Lalu alchemis class, di kelas itu kita mempelajari cara-cara membuat ramuan. Kemudian, amature class, disana kita belajar cara menemukan atau mempelajari kekuatan kita.

"Lalu Senior class, menurutku di kelas ini yang paling menyebalkan. Karena terbagi menjadi tiga jurusan, yaitu jurusan front witch, jurusan support witch, dan jurusan netralize witch. Jurusan pertama itu maksudnya adalah jurusan untuk menjadi penyihir di garis terdepan perang, lalu yang kedua adalah jurusan pendukung, tugasnya selain membuat atribut, juga bertugas menjadi healer untuk menyembuhkan luka. Lalu jurusan terakhir bertugas untuk membantu jurusan front witch saat perang." Jelas Lizzy panjang lebar.

"Lalu, mana bagian yang menyebalkannya?" Yura mengangkat sebelah alisnya.

Lizzy mendengus sebal. "Di kelas senior itu juga ada mata pelajarannya, tahu!" Iris biru samudra nya memutar jengkel. "Yang benar saja, aku harus bertemu matematika lagi di sekolah ini!"

Dapat kulihat raut wajah Yura berubah menjadi lesuh. "Ah, aku kira aku tidak akan bertemu pelajaran-pelajaran menyusahkan itu disini."

Aku mengangkat sebelah alisku. "Bukankah itu bagus?"

Yura dan Lizzy menatapku dengan tatapan yang sulit ku artikan. Kemudian, Yura menghela napas maklum. "Benar, ya. Kena 'kan murid yang teladan."

"Ehh? Benarkah?" Tanya Lizzy sambil menatapku tidak percaya. "Jarang-jarang ada penyihir pintar disini."

Eh? Kenapa aku merasa kata-katanya sungguh tajam, ya?

"Benar." Yura mengangguk setuju. "Dulu, Kena sering mendapat beasiswa di sekolah, karena dia mendapat peringkat satu dari satu angkatan."

"Apa itu beasiswa?" Tanya Lizzy dengan polos.

Aku dan Yura saling menatap, bingung harus menjelaskan apa. "Eng ... beasiswa itu seperti ... jika kamu mendapat beasiswa di sekolah tertentu, maka kamu akan mendapat potongan biaya, atau bahkan bisa bersekolah secara percuma, tanpa mengeluarkan dana sepeserpun." Jelasku, dan itu adalah kalimat terpanjang yang pernah aku katakan kepada Lizzy.

Lizzy mengangguk mengerti. "Bisa begitu, ya? Kalau di dunia sihir seingatku juga ada program yang mirip dengan beasiswa ini. Disini kami tidak menyebutnya dengan sebutan apapun. Karena, ada beberapa sekolah sihir elite yang menerima siswa secara percuma, hanya dengan bakat saja tanpa perlu biaya apapun, contohnya sekolah ini. Tapi, ada juga 'sih sekolah sihir bagus yang harus bayar ..."

"Whoah, keren!" Aku termangut-mangut. Tanpa biaya, ya? Tapi, tetap saja harus memiliki bakat yang hebat atau skill-skill tertentu. Tapi aku senang kalau sekolah ini tidak menerima harta, jadi tidak ada yang namanya penyogokkan. "Lizzy, bagaimana caranya agar bisa naik tingkat?"

"Setiap bulan ada tes tertentu yang akan melihatmu sudah pantas naik atau belum. Padahal, kelas dasar ini bisa terbilang mudah, tapi aku sudah terjebak enam bulan disini." Lizzy menghela napas lesuh. Pipi chubby nya mengembung, menandakan dia sebal.

"Oh," entah mengapa aku merasa bersalah menanyakan hal itu. Tapi, bukan sepenuhnya salahku 'kan? Ada ilmuan berkata, semakin banyak bertanya, maka semakin banyak pula ilmu yang kita dapat. Jadi, aku jelas tidak bersalah disini.

"Huwaaaa~! Kena, Kena! Yumi jahat!" Xia-xia terbang melesat kepelukanku.

Aku mengerutkan keningku, kemudian menoleh dan mendapati dua pixieball terbang dengan tenang mendekati meja kami.

"Bohong, Kena. Xia-xia duluan yang mencurangi permainan!" Yumi--pixieball milik Yura--mengadu padaku. "Masa dia menggulirkan dadu dua kali? 'Kan harusnya cuma sekali saja."

"Tapi 'kan aku sudah menang di putaran pertama! Wajar, dong, aku menggulirkan dadu dua kali!" Xia-xia memelerkan lidahnya pada Yumi.

"Sudah-sudah ..." Fance--pixieball milik Lizzy--menengahi perdebatan konyol makhluk aneh itu.

Aku dan Yura menghela napas bersama. Katanya 'kan pixieball itu tercipta sebagai pendamping kita di sekolah ini, dan juga pixieball terbentuk dari cerminan sifat kita. Tapi, masa iya pixieball milikku dan Yura sama sekali tidak akur sedangkan majikannya selalu bersama?

"Hey, Kena! Aku bisa merasakan perasaanmu, lho! Kamu merasa jengkel padaku, 'kan?!" Protes Xia-xia tidak terima.

"Iya, nih, Yura juga sama! Kamu juga terganggu dengan kehadiranku, 'kan!!" Timpal Yumi.

Oke, hanya saat sedang protes mereka bisa akur. Dan itu sama sekali tidak membantu.

Bunyi nyaring bel tanda istirahat telah usai berbunyi. Aku beranjak berdiri, diikuti dengan Yura, kemudian Lizzy.

"Ayo kita kembali ke kelas." Ajakku Lizzy sembari mengulurkan kedua tangannya padaku dan Yura.

Yura meraih tangan Lizzy tanpa pikir panjang, sedangkan aku hanya terdiam, tidak tahu harus menerima uluran tangannya atau tidak.

"Kena, ayo." Lizzy memiringkan kecil kepalanya. "Ada apa?"

"Ah ... sepertinya aku harus ke toilet dulu. Kalian duluan saja." Ujarku, sedetik kemudian berbalik, dan berjalan menjauh cepat-cepat.

Lizzy menatapku tanpa berkedip. "Eh? Dia kenapa?"

Sebelum aku sempat menghilang di belokan, aku sempat mendengar Yura menghela napas. Ah, dia memang sahabatku yang paling peka.

***

Aku menarik napas sepanjang mungkin, kemudian menghembuskannya perlahan. Menatapi hijaunya taman belakang sekolah. Sudah hampir setengah hari aku ada di dunia ini, ralat, maksudku dua setengah hari karena dua harinya kupakai saat aku pingsan dan istirahat.

Aku menikmati sejuknya angin siang. Aku tak habis pikir, kenapa jarang ada orang yang datang kemari, padahal suasananya sangat hangat.

"Karena, disini titik perlindungannya paling lemah."

Aku terkejut, kemudian menoleh ke sumber suara dan mendapati seorang gadis bersurai hitam panjang tersenyum padaku. Tunggu, bagaimana dia tahu apa yang sedang aku pikirkan?

"Ah, perkenalkan, namaku Sora, kekuatanku adalah kreasi dan pembaca pikiran." Ujarnya dengan ramah, walaupun aura disekitarnya sedikit dingin.

Aku mengangguk, kemudian balas tersenyum.

"Kamu tidak berniat memperkenalkan diri padaku?"

Aku berdecak malas. "Bukankah kamu sudah tahu?"

"Tapi alangkah baiknya jika kamu tetap memperkenalkan diri. Lagipula, itu termasuk tata krama."

Aku menghela napas pelan. "Baiklah, perkenalkan, namaku Kenanda, bisa dipanggil Kena. Kekuatanku es, sejauh ini hanya itu yang aku tahu." Kemudian aku teringat sesuatu yang membuatku sempat panik sesaat, kemudian kembali mengontrol emosiku. Jika dia pembaca pikiran, berarti dia ... "ka, kamu bisa tahu semua yang aku pikirkan?"

Sora tersenyum. "Rahasiamu aman bersamaku."

Aku menghela napas lega. "Terima kasih." Gawat juga jika terbongkar. Bisa-bisa aku dibilang aneh.

"Tidak aneh, kok. Menurutku, kamu justru unik."

Aku menatap Sora sembari memiringkan kecil kepalaku. "Begitu?"

Sora mengangguk. "Dan menurutku, sekarang kamu harus kembali ke kelas. Karena ujian kenaikan tingkat akan dilaksanakan seminggu lagi. Aku yakin kamu tidak ingin menyesal, bukan?"

Aku tersenyum lagi. Sora benar, mungkin aku harus kembali. Sepertinya banyak sekali hal baru yang harus aku pelajari agar aku dapat mempertahankan prestasiku. Walau sudah terdampar di dunia lain, aku tidak berniat untuk menjadi bodoh disini. "Sekali lagi terima kasih, Sora. Aku duluan." Lalu aku memutar tubuhku dan berjalan kembali ke kelas.

"Sampai bertemu lagi."

To Be Continue ...

Published 22-05-18

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro