Path-20

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sial ...

Hanya itu kata yang dapat mengekspresikan keadaan sekarang.

Aku berjalan dengan wajah gusar sambil menggenggam erat sapu terbangku, sesekali menendang ranting kering yang menghalangi jalan. Oh, apakah kalian bertanya apa aku tidak apa-apa? Jawabannya, aku sangat tidak tidak apa-apa.

Kesialan ini dimulai saat aku, Yura, dan Lizzy mulai berjalan menyelusuri hutan, saat itu Yura menyarankan agar kami menggunakan sapu terbang saja, supaya lebih efensien katanya.

Dan bodohnya, aku menyetujuinya tanpa berpikir panjang, lalu kami mulai terbang menggunakan sapu terbang dengan kecepatan sedang. Saat sedang dengan tentramnya kami terbang, tiba-tiba saja cahaya putih terlempar ke arah kami dan meledak begitu saja, membuatku, Yura, dan Lizzy terpental ke berbagai arah.

Dan jadilah kami terpencar ditengah hutan ilusi ini.

Kesialan ini berlanjut saat aku yang sedang berteriak-teriak mencari Lizzy dan Yura justru bertemu dengan seseorang yang mencoba untuk mendiskualifikasiku dengan kekuatannya. Andai jika Xia-xia boleh ikut dalam ujian ini, pasti akan lebih mudah.

Pocket-ku berdesing pelan, terdapat layar transparan yang menunjukan angka 94, menandakan bendera untuk lulus tersisa 94 lagi. Aku mendengus pelan, kemudian membuat pocket-ku ke mode tak terlihat. Aku menghabiskan waktu 4 jam ini hanya untuk menghindari musuh dan mencari Yura dan Lizzy.

Dan entah beruntung atau apa, saat aku sedang bingung untuk berbuat apa, aku justu aku bertemu dengan seorang gadis penakut yang meringkuk ketakutan dibalik pohon besar, hanya karena dia dikejutkan oleh seekor tupai--untuk informasi.

"He, hey! Aku tahu kamu sedang bersungut-sungut menahan kesal padaku 'kan?" Gadis dengan surai cokelat yang di kepang dua, lengkap dengan kacamata yang menghiasi kedua matanya--membuat penampilannya sempurna tampak seperti kutubuku--memprotes padaku.

Aku memutar bola mataku dan berdecak malas. "Kenapa kau mengikutiku, book worm?"

"Ja, jangan panggil aku begitu!" Gadis itu membenarkan posisi kaca matanya. "Aku punya nama! Namaku Alice, tahu!"

"Nah, Alice," ucapku manis dengan tatapan membunuh. "Kenapa kamu mengikutiku? Kau tidak tahu kalau aku sedang kebingungan, hah?"

Alice mengembungkan pipinya, membuat wajahnya bertambah manis. Aku penasaran, apakah semua orang di dunia sihir memiliki wajah yang begitu rupawan?

"Ta, tapi, umm ... Kecchan, kamu juga pasti merasa beruntung 'kan bertemu denganku?"

Ya, Alice ...

Si penyihir yang pernah tinggal di Jepang.

Dia daritadi bercerita panjang lebar tentang dirinya dan tentang negeri sakura yang selalu ingin ku datangi.

Memang sih, aku merasa sedikit beruntung bertemu dengan Alice. Karena ada yang menemaniku dan menceritakanku bagaimana seluk beluk negara yang selalu ingin aku datangi ini. Dan selain itu, kekuatannya juga sangat membantuku.

"Kekuatanku, Emotion Control, dapat membuatku mengetahui emosi semua orang di sekitarku. Aku sebenarnya juga dapat mengendalikan emosi seseorang, tapi sayangnya aku belum dapat terlalu mengendalikannya. Jadi terkadang, jika aku berusaha mengendalikan emosi seseorang, seseorang itu akan merasakan emosi yang berlebihan, kemudian tertekan, dan mengamuk. Jadi begitu tentang kekuatanku, kecchan. Kalau kecchan bagaimana?" Alice berjalan di belakangku dengan penuh anggun.

"Jangan panggil aku begitu." Aku mendesis pelan, walaupun nada berbicaranya begitu manis, tapi aku tidak suka namaku dipanggil dengan embel-embel jepang, apalagi kata chan menandakan bahwa kami telah berteman dekat. Walaupun terdengar manis, tapi aku tidak suka.

Alice terkekeh pelan. Tapi, sedetik kemudian, tawanya tersumpal, dahinya berkerut pelan, tubuhnya menegang.

Aku ikut menegang. "Ada apa?"

Alice meraih tanganku dengan erat, tangannya bergetar hebat. "Ke, kena ... a, a, ada se, seseorang yang me, mendekat ..."

Aku menatap Alice tidak mengerti. "Lalu?" Aku mengendikkan bahuku. "Kita hanya perlu melawannya lagi, kan? Cukup membuatnya jatuh pingsan sekali, dan secara otomatis dia tereliminasi, seperti belasan orang sebelumnya." Aku tertawa jahat. Tapi sungguh, siapa yang menyuruh mereka untuk menyerang kami? Pada akhirnya mereka langsung tereliminasi karena tidak kuat menahan dingin dari esku.

"Ta, tapi Kecchan ..." Alice bergetar hebat. "Dia memiliki emosi aneh, emosi berwarna hitam ... emosi .. membunuh ..." ujarnya lirih.

Belum genap aku mencerna perkataan Alice, sebuah tentakel hitam dengan mulus mencoba untuk menyerangku dan Alice.

Aku menghentakkan kakiku, sedetik kemudian, muncullah sebuah tebing es yang menahan laju tentakel itu, dan membuatnya membeku. Kemudian, tentakel itu tertarik lagi ke belakang.

Mataku tertumbuk pada seorang gadis tengan rambut sehitam bulu gagak, mata sehitam obsidian, dan kulit sepucat salju.

Seragamnya sama sepertiku, berarti dia seorang murid, bukan hantu. Hanya saja kalung besi yang melingkari lehernya membuatku sedikit risih. Dari punggungnya, keluar sebuah tentakel yang tadi mencoba untuk menyerangku dan Alice.

Wajah gadis itu datar, akan tetapi entah mengapa tatapannya begitu dingin dan kelam. Aku seperti pernah melihat tatapan penuh aura hitam seperti itu, tapi ... dimana?

Tanpa aba-aba, tentakel hitam dari punggung gadis itu memanjang, dan menjulur secepat cahaya, mencoba menyerangku dan Alice. Sekali lagi aku membangun sebuah tembok es untuk memblokir serangannya.

Seringaian tipis terukir di wajah gadis itu.

Mataku membulat sempurna saat mendapati tembok es ku hancur saat terkena sentuhan tentakelnya. Tentakel itu mengarah lurus padaku, dan akupun segera melompat tinggi, mencoba menghindar.

Akan tetapi, itu adalah sebuah kesalahan fatal. Dia tidak sedang berusaha untuk menyerangku, tapi yang dia incar adalah Alice!

Aku melesat secepat mungkin menuju tempat Alice berada, dan segera menangkis tentakel tajam itu.

Darah terciprat kemana-mana, tentakel itu tidak seperti yang ku kira. Tentakelnya sangat tajam dan kuat. Bodohnya aku justru malah menangkisnya dengan tangan kosong. Tapi itu bukanlah usaha yang sia-sia, setidaknya aku berhasil melindungi Alice, dan itu sudah cukup untukku.

"Cih, menyedihkan." Itu kata-kata pertama yang keluar dari mulut gadis suram itu. "Ternyata kau bukanlah orang yang sedang kucari. Kau telah membuang waktu berhargaku, bocah. Sekarang, matilah!"

Aura hitam pekat terpancar dari sekitar gadis itu. Tubuhku merinding, kakiku gemetar, tak kuasa menopang tubuhku, aku jatuh terduduk.

"Ke, Kena!" Alice menghampiriku, wajahnya tidak kalah pucat dariku. "K, k, kita harus la, lari!!"

"Oh, lari?" Gadis itu tersenyum miring. "Sayangnya kalian akan segera mati sebelum sempat melarikan diri. Sekarang, matilah!!" Tentakel hitamnya melesat cepat, mencoba melukai--tidak--atau lebih tepatnya membunuh kami.

Aku memejamkan mataku. Kata miss Vere tepat sebelum ujian, peserta ujian yang jatuh pingsan akan segera didiskualifikasi, dan tidak diperbolehkan melanjutkan ujian. Jika aku tidak dapat lulus dari ujian ini, lalu, bagaimana caraku untuk mengetahui siapa orang tua kandungku? Memalukan sekali. Sungguh memalukan. Ibu ... aku ingin pulang saja, aku ingin bersama ibu saja. Aku sama sekali tidak menginginkan kekuatan aneh ini. Aku lebih baik menjadi manusia normal saja, seperti ibu.

Lalu, disaat seperti ini, mata sebelah kiriku justru terasa ngilu, menyakitkan.

Ibu ... aku takut.

"Kenapa harus takut, Kena?"

Aku tercekat, barusan itu ... suara ibu! Apakah aku hanya mimpi? Bukan, tidak, ini bukan mimpi! Tanganku masih terasa nyeri, itu menandakan aku dalam kondisi sadar.

Lalu, astaga! Apa yang terjadi dengan sekitarku? Angin berhenti berhembus, suara hewan liar berhenti mengaum, dan gerak sekitarku menjadi melambat. Tentakel yang mencoba menyerangku dan Alice melambat, pergerakan Alice melambat, kedipan mata gadis suram itu juga melambat. Apa yang terjadi? Aku yakin waktu tidak berhenti, tapi ... apakah waktu di sekitarku ... melambat?

"Ya, waktu telah melambat, Kena."

Lagi-lagi aku tertegun. Dengan suara bergetar, aku membuka mulutku. "I, ibu ...? Itukah kau ...??"

"Iya, Kena. Ini ibu, nak."

Tenggorokanku tersumpal, genangan bening di pelupuk mataku begitu saja terjatuh ke pipiku. "Ta, tapi ... bagaimana ..?"

"Dengar, Kena. Tidak ada waktu untuk menjelaskan semua. Intinya sekarang, waktu telah melambat, dan kekuatan memanipulasi waktumu telah aktif. Dengar, pasukan Dark witch mulai mengibarkan bendera perang. Katakan kepada Wanda, kalian hanya memiliki waktu sekitar enam bulan untuk bersiap. Pasukan Dark witch akan menyerang tepat saat titik balik matahari musim dingin. Pasukan Dark witch akan menyerang seluruh dimensi sihir, tanpa terkecuali. Kena, aku tahu kamu memiliki banyak pertanyaan di benakmu, tapi tahanlah. Jika kau ingin mendapat jawaban, per-- gi- lah ke--- per-- pusta- kaan--- sentral-- energiku- te- lah ha-- bis. Ma- afkan--- a-- ku Kena. Sam- pai-- jum- pa---"

"Tu, tunggu dulu ibu!" Aku berteriak sekencang mungkin, berharap ibu membalas panggilanku. Tapi nyatanya usahaku sia-sia.

Waktu kembali seperti sedia kala, angin kembali berhembus kencang, auman binatang liar kembali terdengar, tentakel kembali menyerang dengan kecepatan tinggi, Alice kembali berteriak parau sembari menutup telinga dan memejamkan matanya, dan gadis suram itu tersenyum iblis.

Tapi entah bagaimana caranya, dimataku, semua gerakan tentakel yang mencoba menyerangku itu melambat, padahal aku tahu kecepatan waktu telah kembali normal. Lalu, mengapa aku dapat menghindarinya dengan mudah?

Tentakel akan menyerang ke kiri dahulu, itu serangan palsu, lalu mencoba menusukku dari kanan. Setelah gagal menyerangku, tentakel lainnya akan mencoba menyakitiku dari atas, lalu muncul lagi tentakel yang bersembunyi di dalam tanah untuk membuat serangan kejutan.

Aku dapat membaca serangan gadis itu semudah aku membaca buku novel di perpustakaan.

Aku melompat cepat ke belakang, mensejajari diriku dengan Alice yang masih terpatung pucat pasi.

Pocket-ku berdering, angka di layar transparan sudah menunjukkan angka 34. 34 bendera lagi tersedia untuk lulus ujian ini. Kalau begitu, kami tidak memiliki waktu untuk meladeni gadis gila itu.

"Pst, Alice. Dalam hitungan ketiga, kita terbang cepat menggunakan sapu terbang, oke?" Bisikku selirih mungkin.

"Ba, baiklah Kecchan." Alice mengangguk patah-patah.

"Cih, mengapa kau mundur, hah? Mencoba merencanakan sesuatu? Aku tidak akan mengizinkan kalian pergi sebelum aku membunuh kalian." Mata gadis itu berkilat-kilat penuh amarah.

"Satu ..."

Tentakel hitam kembali terjulur dan melesat cepat ke arah kami.

"Dua ..."

Aku dan Alice tidak mencoba menghindari tentakel hitam itu. Karena aku tahu, itu serangan palsu. Serangan asli akan muncul tepat dari dalam tanah dalam hitungan ...

"TIGA! AYO ALICE, CEPAT!!!"

Aku segera meraih sapu terbangku dan melesat cepat ke udara, begitu juga dengan Alice meskipun tangannya bergetar, namun keseimbangannya begitu baik.

Aku dapat melihat amarah yang terpancar dari mata gadis itu, sebelum akhirnya sosok gadis itu hilang di telan ketinggian.

"Fyuh, tadi itu benar-benar nyaris sekali, Kecchan." Alice tertawa hambar. "Dia bilang ingin membunuh kita di tengah ujian kenaikan tingkat? Gadis yang aneh."

Aku mengangguk setuju, kemudian meringis pelan. Luka di lenganku begitu dalam, darah masih mengalir di sekitar lenganku.

"Tanganmu baik-baik saja, Kecchan?" Alice menatapku khawatir.

Aku tersenyum kecil. "Aku baik-baik saja. Tidak perlu khawatir."

"Hey, Kecchan! Lihat, itu pasti menara yang dimaksud! Tinggi sekali!!" Alice menunjuk menara yang berdiri tinggi di tengah-tengah hutan belantara. "Pasti di puncaknya terdapat bendera untuk lulus!"

"Kau benar!" Semangatku perlahan mulai berkobar kembali. "Ayo! Sebaiknya kita cepat!!"

Saat itu aku begitu naif,

Tanpa menyadari rintangan yang ada.

To be continue ...

Magic Cafe

List 10 kekuatan terkuat di dimensi sihir :

- Time Keeper
- Dream bearer

- Power Stealer
- Netraler
- Breaker
- Ice
- Fire
- Wind
- Water
- Anima

FYI : kekuatan itu ga cuman ada 1 pemilik doang ya yg ada di dimensi sihir. Bisa aja satu kekuatan ada banyak pemiliknya. Misalkan, ibunya punya kekuatan api, terus anaknya ntar pas lahir bisa jadi juga punya kekuatan api. Gtu maksudnya. Ngerti? Ngerti laa yaa :v

Tapi khusus untuk list 10 kekuatan terkuat itu, cuman ada satu pemilik, dan cara ngewarisin kekuatannya itu dengan cara mempunyai anak. Kalo orang yg punya kekuatan 10 terkuat itu ga punya anak ya, wassalam :v
Kekuatannya ilang gtu aja tanpa penerus, kecuali kalo udah satu abad, kekuatan itu bakal muncul lagi, nyari pemilik baru.

Udah segitu aja yak, tangan Vara pegel😂

See You Next Path!!

Published 15-10-18

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro