Path-21

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kesiur angin menerpa wajahku, tanganku memegang erat gagang sapu, kakiku kubiarkan menekuk begitu saja tanpa alas. Aku terbang menggunakan sapu terbangku dengan kecepatan bisa dibilang lumayan cepat. Alice disampingku terbang mensejajariku dengan senyum mengembang sempurna. "Lihatlah, Kecchan. Sebentar lagi kita sampai!!" Dia tertawa pelan. "Setelah lima bulan aku gagal melewati ujian ini, akhirnya untuk pertama kali dalam hidupku aku nyaris saja lulus."

"Nyaris?" Aku mengangkat sebelah alisku.

Dia mengangguk. "Iya, nyaris. Selama ini aku selalu tereliminasi di awal pertandingan. Kekuatanku memang berguna, tapi tidak bisa dipakai untuk perang." Dia menatap menara yang sedang kami naiki dengan sapu terbang dengan mata berbinar. "Aku bersyukur dapat bertemu Kecchan."

Aku tersenyum kecil.

"Oh iya, ngomong-ngomong tadi aksimu waktu melawan gadis aneh itu benar-benar hebat lho, Kecchan." Sahut Alice penuh semangat. "Kamu dengan mudahnya dapat menghindari semua serangan itu bahkan tanpa perlu menggunakan kekuatan es mu! Keren sekali!!"

Aku mengangkat kedua bahuku. "Aku juga tidak tahu bisa melakukan hal itu."

Alice tersenyum lebar. "Ngomong-ngomong, tadi saat bertarung sempat-sempatnya kamu memakai soflens. Yah ... terlihat keren di depan musuh itu memang menyenangkan, tapi menurutku itu tidak per--"

"Aku tidak memakai soflens."

"Eh?" Alice menatapku heran. "Ku kira tadi kamu memakai soflens?"

"Aku tidak memakai soflens apapun." Jawabku tegas.

Alice memiringkan kecil kepalanya. "Lalu? Mengapa tadi saat bertarung bola mata sebelah kirimu berwarna putih dan kini bola matamu berubah menjadi biru?"

"Hah? Bicara apa kamu?" Aku membuat pocket-ku ke mode terlihat, kemudian mengeluarkan sebuah cermin dari dalamnya. Aku bercermin, sejenak, aku tidak melihat apapun yang aneh dengan bola mataku.

"Mataku memang berwarna biru, Alice. Dan untuk catatan, aku tidak pernah memakai soflens." Aku mendengus pelan, kemudian kembali memasukan cermin kedalam pocket-ku dan mengembalikannya ke mode tak terlihat.

Lima menit hening, kami memfokuskan untuk terbang lebih cepat agar dapat mengambik bendera lebih awal. Pocket-ku terus berdesing, sekarang, layar transparan telah menunjukan angka 17. Hanya tersisa 17 bendera lagi. Inilah yang tersulit menurutku. Saat aku menoleh ke bawah, sudah banyak pertarungan antara para murid, mencoba mendiskualifikasi antara satu dengan lainnya, demi mendapatkan bendera.

Kini deretan bendera ada di depan mata. Aku melihat seorang murid mengambil satu bendera itu, tepat saat dia menyentuh mendera itu, tubuhnya lenyap ditelan cahaya, menandakan dia telah lulus ujian dan kembali di teleportasikan ke lapangan semula.

"Kita harus cepat, Kechhan. Jangan sampai kita kehabis-- tunggu." Alice terdiam, pergerakan sapu terbangnya terhenti.

Aku ikut terhenti. Aku tahu sesuatu yang buruk akan terjadi. "Ada apa, Alice?"

"Ujian yang sebenarnya, baru saja dimulai, Kechhan." Alice menelan ludahnya dengan susah payah. "Jadi ini yang dimaksud dengan rintangan."

Aku yang belum genap dapat mencerna omongan Alice pun dikejutkan oleh suara raungan yang keras dan menakutkan.

"A, apa itu?!"

"Hell Beast." Jawab Alice dengan mata berkilat. "Binatang liar yang berkeliaran di dimensi sihir, berasal dari neraka."

"Lalu, apa yang harus kita lakukan?" Tanyaku dengan waspada.

Alice terdiam, kemudian dengan tubuh bergetar hebat, ia mengatakan. "Membunuhnya."

Tepat setelah Alice mengatakan hal itu, seekor ular raksasa dengan sisik-sisik tajam di sekitar tubuhnya, dan tak lupa dengan sayap kelelawar juga taring tajam muncul begitu saja dari langit, menyemburkan sebuah cairan asam yang bahkan jika tersentuh besi, dapat membuat besi itu meleleh.

"MENGHINDAR!" Sahutku.

Tanpa diminta dua kali, Alice segera membanting sapu terbangnya ke kanan, membuatnya kehilangan keseimbangan dan terpisah dari sapu terbangnya.

"ALICE!!"

"Antysioux!" Sahut Alice, sedetik kemudian, tubuhnya melayang begitu saja di udara, membuatku menghela napas lega. "KENA, DI BELAKANGMU!"

Aku menoleh ke belakang, lagi-lagi sesuatu yang aneh terjadi. Gerakan ular itu kembali melambat. Cairan asam yang di muntahkan dari mulut ular itu jatuh dengan sangat lambat, membuatku dapat menghindarinya dengan mudah.

Tapi aku sadar, hanya menghindar tidak dapat membuatku dan Alice lulus ujian ini. Aku harus menemukan celah untuk membunuh ular ini.

Aku memejamkan mataku, membiarkan seluruh energi berpusat pada mataku, lalu aku kembali membuka mata. Entah bagaimana caranya, aku dapat menemukan titik kelemahan ular itu. Selurub tubuhnya dilindungi sisik berduri, tapi tidak pada matanya. Matanya tidak dilindungi apapun, itu berarti aku dapat membunuhnya jika berhasil melukai matanya.

"ALICE! Kamu ambil lah lebih dulu benderanya!" Sahutku. Bukannya jahat ataupun baik. Masalahnya, jika Alice disini, bisa saja saat aku mengaktifkan kekuatan es ku, aku secara tidak sengaja melukai Alice.

"Eh ... Lalu Kecchan bagaimana?!"

"Tidak perlu khawatirkan aku!" Sahutku. "Cepatlah! Aku berjanji akan menyusulmu."

Alice terdiam sesaat, kemudian mengangguk pelan. "Baiklah, aku pegang janjimu, Kecchan! Ku mohon luluslah ujian ini!"

Aku mengangguk mantap. "Pasti!"

Alice yang tubuhnya melayang tanpa sapu terbang kemudian menjentikkan jarinya, sapu terbang miliknya yang tadi telah jatuh entah kemana kini terbang dengan sendirinya kembali kepada tuannya. Alice meraih sapu terbangnya, kemudian menaikinya. "Berhati-hatilah, Kecchan." Gumamnya sebelum akhirnya dia mengambil sebuah bendera, lalu hilang di telan cahaya.

Aku tersenyum tipis.

Baiklah, tidak ada siapapun di dekatku. Saatnya aku mengaktifkan kekuatanku.

Aku membiarkan sensasi dingin menjalar di seluruh tubuhku, aku melempar asal sapu terbangku, entah bagaimana caranya, tubuhku melayang dengan sendirinya tanpa mantra terbang, maupun sapu terbang.

Aku menjentikkan jariku, kemudian ribuan jarum es melayang di sekitarku. "Matilah, monster!"

Ribuan jarum es itu menyerang ular itu dengan secepat kilat, bahkan tanpa sempat memuntahkan cairan asamnya, sebuah jarum esku berhasil menusuk tepat di mata ular itu.

Aku tersenyum puas saat melihat cahaya menyelimuti ular itu, kemudian menghilang. "Ini mudah."

Lalu, aku memutar tubuhku, kemudian mengambil sapu terbangku, dan meraih sebuah bendera.

Tepat saat aku menyentuh bendera itu, penglihatanku dipenuhi cahaya. Dan tiba-tiba saja tubuhku berpindah tempat. Kini, aku berada di lapangan luas area sebelum ujian.

"KECCHAN!!" Alice berlari memelukku saat mendapatiku lulus ujian. "Syukurlah kau baik-baik saja. Aku sangat khawatir."

Aku tersenyum tipis, kemudian menepuk kepalanya pelan. "Aku baik-baik saja, Alice."

Alice melepas pelukannya, kemudian tersenyum. "Syukurlah."

"KENAAAA!!!"

Aku memutar tubuhku. Dengan satu kedipan mata, sesuatu yang keras menghantam kepalaku, membuatku kehilangan keseimbangan dan jatuh tersungkur di atas tanah, meringis kesakitan.

"Aduuuhh ... dasar! Anak ini selalu saja membuat orang khawatir!" Yura mengangkat kerah seragamku dengan wajah yang penuh amarah. "Bisa tidak sih, kamu jangan nekat pergi begitu saja?"

"He, hey ... Yura, sudahlah ... kan bukan salahnya juga terpisah dari kita." Lizzy mencoba untuk meredakan emosi Yura. Ah ... Lizzy malaikatku! Aku selamat dari amarah besar Yura.

Yura mendengus kesal. "Yasudah, kali ini aku maafkan." Gadis bersurai hijau itu mengembungkan pipinya. "Aku maafkan karena kamu sudah lulus dengan sela-- tunggu, tanganmu kenapa?!"

Yura meraih kedua lenganku dan memeriksanya ala dektektif. Kondisi tanganku sedikit menggenaskan, kulitku melepuh dengan luka goresan yang cukup dalam. Pendarahannya sudah berhenti, tapi lukanya tak kunjung sembuh. Ku kira luka iji juga hanya ilusi, ternyata aku salah.

"Kena, jelaskan. Tanganmu kenapa?" Yura menatapku tajam.

"Aku jatuh dari sapu ter--"

"Jelaskan." Lizzy berucap tegas.

Aku tak mempunyai pilihan lain selain bercerita secara jujur kepada dua makhluk di hadapanku ini.

"Astaga Kena! Kamu tahu 'kan itu berbahaya? Bagaimana jika saat bertarung kamu justru terdiskualifikasi?!" Yura dan Lizzy memulai ceramah mereka yang akan membuatku sakit telinga.

"Tu, tunggu ... anu .." Alice menatap Lizzy dan Yura takut-takut. "Ja, jangan salahkan Kecchan .. dia bertarung untuk me, melindungiku. Salahkan saja a, aku ..." Alice menunduk.

Yura dan Lizzy berhenti berbicara, menatap Alice dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Kec ... siapa?"

"Ke, Kecchan ..."

Lizzy dan Yura saling tatap, kemudian tertawa. "Nama panggilan apa itu? Menggelikan sekali, hahaha!"

"Benar, membuatku tidak dapat berhenti tertawa. HAHAHA!!"

Alice memajukan bibirnya beberapa senti, wajahnya sudah semerah tomat, menahan malu. "I, itu caraku memanggil nama seorang teman. Ka, kalau kalian temanku pasti akan ku panggil begitu juga! Di daerah tempat tinggalku dulu, menggunakan embel-embel, tahu." Protes Alice sedikit tersinggung.

"Oh, benarkah?" Yura berkecak pinggang, senyum telah mengembang di wajahnya. "Kalau begitu, karena kamu teman Kena, maka kamu juga temanku. Namaku Yura, salam kenal."

Lizzy ikut menyahut. "Aku juga! Namaku Elizabeth, panggil saja Lizzy!!"

Alice terdiam, kemudian tersenyum lebar. "Salam kenal, Yucchan, Lizchan. Namaku Alice! Mulai saat ini, mohon bantuannya." Gadis itu membenarkan letak kacamatanya, kemudian menunduk kecil.

Yura dan Lizzy terkekeh, merasa namanya berubah menjadi sedikit aneh. Mereka tertawa bersama, membuatku tersenyum tipis. Kemudian, aku berpura-pura memajukan bibirku beberapa senti.

"Sekarang kalian sudah saling kenal malah melupakanku. Cepat, tanganku kesakitan, nih!" Ujarku dengan nada merajuk.

Yura tertawa. "Iya, iya, Kena. Ayo ke ruang kesehatan. Para healer pasti ada di sana."

Aku tersenyum tipis, kemudian mengangguk setuju.

To be continue ...

Magic Cafe

Karena vara lagi kesambet ikemen //plakk
Maksudnya lagi baik, jadi update 2 kali yak minggu ini. Minggu ini cast Alice dlu :v

Alice

ABILITY : -POWER 1 (EMOTION CONTROLER)
-INTELEGENT : 9/10
-DEFENSE : 6/10
-ATTACK : 8/10
-REFLECT : 8/10
-STAMINA : 7/10

BLOOD : BLUE BLOOD

FUN FACT :
-Dulu pernah tinggal di dimensi manusia, lebih tepatnya di negara Jepang sehingga budayanya masih terbawa-bawa.
-Hobinya baca buku di perpustakaan.
-Kekuatannya hebat, tapi sayangnya belum bisa mengendalikan kekuatannya sepenuhnya. Andai saja dia bisa mengendalikan kekuatan pada level tertingginya yaitu dapat mengendalikan emosi orang lain, dia pasti bisa masuk peringkat 100 besar murid terkuat di SOM.

Malam ini biografi Alice aja yak, minggu depan baru post biografi para anggota dewan. Diusahakan update seminggu 2 kali (๑ÒωÓ๑)

See you next path~♡

Published 23-10-18

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro