65. Rumah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Naya mengedarkan pandangan. Ia menggeret koper kecil miliknya di sebelah. Belum ada tanda bahwa Mark telah datang. Gadis itu memilih duduk di bangku kosong dekat dengan pintu keluar stasiun Lempuyangan.

Liburan akhir semester telah berakhir. Selama di Jakarta Naya menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah. Me time. Healing time. Gadis itu baru balik ke Jogja di hari Minggu. la menuruti permintaan sang kakak untuk tidak kembali terlalu cepat. Benar saja, Jeno dan Jevin sudah tiba di rumah kemarin siang.

Ponsel Naya berdering. Telepon masuk dari sang kakak. Naya langsung mengangkatnya.

"Halo, Kak? Dimana?" tanya Naya langsung.

"Susah cari tempat parkir. Kakak dapat tapi jauh, hampir di dekat fly over nih," jawab Mark dari seberang.

"Ya sudah. Aku samperin kesitu aja, Kak," ucap Naya sambil memutuskan sambungan teleponnya. Gadis itu menarik kopernya dan berjalan menuju tempat yang dimaksud Mark.

Naya merasa lega ketika mobil SUV hitam milik sang kakak sudah terlihat di depan mata. Gadis itu mengetuk kaca jendela pengemudi. Ia memberi isyarat untuk membuka kuncinya.

Setelah memasukkan koper ke dalam bagasi, Naya bergegas masuk mobil dan duduk di samping Mark. Gadis itu membuka topi yang ia kenakan dan mengipasi wajah dengan telapak tangan. Naya menunduk, mendekat ke arah AC.

"Nay, kok rambutnya jadi pendek?" tanya Mark terkejut melihat penampilan baru Naya. Hampir dua bulan tidak bertemu, Mark jadi pangling dengan perubahan adiknya.

Naya menoleh. Ia meringis. "Buang sial, Kak."

Mark hanya geleng-geleng kepala. Ia mengganti gigi dan mulai melajukan mobilnya meninggalkan area stasiun.

"Gimana KKN, Kak?" tanya Naya membuka percakapan.

"Seru sih," jawab Mark. "Tapi bikin Kakak jadi item gini nih. Gosong semua kulit Kakak."

Naya mengangguk setuju. "Nggak pakai sunscreen ya?"

"Sudah, tapi nggak mempan," jawab Mark. "Di sana memang panas banget. Tiap hari Kakak bisa minum sampai tiga liter."

Percakapan kakak beradik itu berlanjut. Mereka saling bertukar kabar, sekaligus melepas rindu.

--

"Kopernya langsung Kakak taruh kamar ya, Nay," teriak Mark dari lantai atas.

"Iya, Kak," balas Naya.

Gadis itu masih berada di dapur. Habis minum satu gelas air mineral, tiba-tiba ia malah jadi ingin minum es sirup. Ini akibat Jogja sedang dilanda sinar matahari berlebih. Keputusan Naya untuk memotong rambut sepertinya benar.

Naya berjinjit. Ia mengintip apakah wadah minum kaca milik keluarganya masih berada di lemari penyimpanan atas.

"Cari apa?" tanya sebuah suara dari balik punggung Naya.

Naya menoleh. Ia melihat Jevin jalan mendekat ke arahnya. Satu kantung plastik besar menggantung ditangannya, tangan yang lain berada di dalam saku.

Naya mengedip-edipkan matanya. Jevin datang dengan model rambut baru. Terlihat lebih fresh dan cool.

"Cari pitcher kaca yang biasa dipakai untuk minuman itu lho, Kak," jawab Naya setelah tersadar.

Jevin meletakkan kantung belanjanya di meja makan. Cowok itu berdiri di sisi Naya, ikut melongok ke dalam lemari. Naya menyingkir ke samping dan memberi ruang yang cukup untuk Jevin.

Jevin meletakkan teko minuman yang dimaksud Naya ke samping kompor. Cowok itu menunduk, melihat ke arah Naya.

"Bener. Makasih, Kak," ucap Naya sambil tersenyum.

"Mau buat apa?" tanya Jevin. Ia bergerak mengeluarkan buah-buahan yang baru dibelinya dari plastik.

"Es sirup," jawab Naya singkat. Gadis itu kini sedang berjongkok di depan kulkas, mengambil satu botol sirup rasa cocopandan. "Jogja panas banget, Kak."

Jevin terkekeh. "Makanya potong rambut ya, Naya?"

Naya mengulum senyum tanpa menoleh. Ia rindu suasana seperti ini. Dirinya dan Jevin bisa mengobrol seperti biasa sambil mengerjakan kesibukan masing-masing di dapur. Tanpa ada pembicaraan mengenai perasaan dan isi hati.

"Ya, gitu deh," jawab Naya sambil tersenyum. "Kak Jevin juga potong rambut."

Jevin melihat pantulan dirinya di lemari kaca. Cowok itu kemudian tersenyum. "Cocok nggak, Naya? Lagi trend nih, ngikutin gaya artis Korea gitu."

Naya terkekeh geli mendengar alasan Jevin. Ia mengangguk sambil tersenyum. "Bagus kok, Kak."

Jevin telah selesai menata buah-buahan di dalam satu keranjang. Kini ia berdiri menyandarkan beban tubuhnya di kitchen kabinet. Matanya mengikuti tiap gerakan Naya yang masih sibuk menakar air.

"Apa kabar Naya?"

Naya mengangkat wajahnya. Ia menemukan binar lembut itu lagi dalam mata Jevin. Bedanya, kali ini Naya bisa menekan debaran jantungnya. Ia teringat dengan permintaan sang kakak untuk tahu batasan diri.

"Baik," jawabnya sambil tersenyum. "Kak Jevin gimana? Liburan ngapain aja?"

"Liburan gitu-gitu aja. Main game, tidur, makan, jalan sama temen, bantuin Mama masak, coba resep baru...," Jevin kemudian menggantung jawabannya. "Sama mikirin kamu."

Senyum Naya hilang. Ia kembali mengaduk sirup yang telah ia campur dengan air matang. Gadis itu terlihat jelas mulai tidak merasa nyaman.

Jevin menghela napas panjang. Kenapa perasaannya sangat rumit seperti ini? Sudah ditolak Naya dua kali pun, Jevin masih belum bisa mengurangi perasaan sayangnya.

Naya menutup pitcher. Ia telah selesai membuat sirup. Gadis itu memasukkannya ke dalam kulkas. Ia berharap setelah selesai beres-beres nanti minumannya itu sudah menjadi dingin.

"Aku ke kamar dulu ya, Kak," pamit Naya pada Jevin.

"Naya," panggil Jevin sebelum Naya benar-benar pergi. "Maaf."

"Untuk?"

"Sudah bikin kamu nggak nyaman," jawab Jevin serius.

Naya tersenyum tipis. Tanpa bicara, gadis itu kembali melanjutkan langkahnya.

--

"Neng," panggil Hechan saat melihat Naya sedang membuat camilan sehat di dapur.

"Hm?" Naya hanya bergumam sebagai jawaban.

"Tahu tipe cewek kesukaan Kak Hechan, nggak?"

Naya sudah tidak heran mendapat pertanyaan absurd dari cowok itu. "Memang gimana?" tanya Naya menanggapi dengan tidak niat.

"Cewek yang rambutnya panjang."

"Oh, gitu," jawab Naya sekenanya. Ia bergerak mencuci tangan.

"Tapi," sambung cowok itu tanpa diminta. "Setelah lihat Neng rambutnya pendek kayak gini, Kak Hechan ganti tipe deh."

"Kenapa?"

"Soalnya cewek rambut pendek ternyata cantik juga," lanjut Hechan sambil terkekeh. "Apalagi kalau ceweknya Neng Naya."

Naya berbalik. Raut wajahnya tetap datar saat berjalan menghampiri Hechan. Ia mengibaskan tangannya yang berair tepat ke depan muka Hechan.

"Ngalus mulu."

Naya mengambil dua mangkuk berisi greek yogurt dengan potongan strawberry di atasnya. Gadis itu melenggang menuju ruang tengah. Ia meletakkan satu mangkuk di meja depan Mark. Kakaknya itu hanya melirik, ia kemudian kembali sibuk bermain game dengan Rendra.

"Kok gitu sih, Neng?" protes Hechan yang dari tadi mengekori Naya.

"Maunya dijawab apa?" tanya Naya. Ia duduk bersila di atas sofa sambil menyuap sedikit yogurt dari dalam mangkuknya.

"Gombalin Kak Hechan balik dong," rengek Hechan tidak tahu malu sambil duduk tepat di samping Naya.

"Shit! Kalah kan gue! Asu!" maki Mark sambil membanting controller ke sofa.

Mark melihat ke arah Hechan yang masih berusaha merayu Naya. Wajahnya minta banget ditoyor. Mark menahan tubuh Hechan dan duduk diantara cowok itu dan adiknya. Tangannya bergerak mengambil mangkuk yogurt yang telah disiapkan Naya.

"Kelamaan jomblo ya lo? Kasihan tuh adek gue, saking eneg-nya denger lo gombal sampai nggak bisa dibaperin sama cowok lain," komentar Mark.

Naya memukul lengan kakaknya lumayan keras. "Kok aku ikut kena sih, Kak?"

Mark meringis. Ia menyuap yogurtnya dengan tenang.

Rendra memandangi Naya dan Mark bergantian. Senyum tipis menghiasi wajah. Khas banget hubungan love-hate relationship antara dua kakak beradik itu.

Pintu depan terbuka. Jevin dan Jeno muncul di sana. Mereka habis makan berdua di luar.

Mata Naya melihat ke arah Jeno. Ia baru melihat Jeno lagi setelah tiba di rumah ini. Namun, cowok berkulit putih itu malah melengos langsung berlalu menuju kamarnya. Andaikan tidak dipaksa Jevin untuk lewat pintu depan, Jeno pasti lebih memilih jalan memutar menuju bungalow.

Pandangan mata Jevin melihat ke arah Naya. Ia masih ingat dengan percakapan mereka sore tadi. Matanya menyiratkan kesedihan. Cowok itu berlalu tanpa suara mengikuti langkah Jeno.

"Lah, tuh duo maut ngapa dah?" komentar Hechan. "PMS kali ya?"

"Mereka ngamuk, baru tahu rasa lo," ucap Rendra. Hechan cuma meringis. Membayangkannya saja tidak mampu, lebih baik tidak usah berandai-andai.

"Oh ya, Neng. Mau Kak Hechan traktir nggak?" sambung Hechan kembali mengganggu Naya.

"Mentahannya aja sini," balas Naya cuek. Mark tertawa mendengar jawaban sang adik.

"Yeee, bener atuh yang ini Neng," sahut Hechan. "Lo juga Mark."

"Gue?" tanya Rendra asal nimbrung.

"Lo tidak berperan atas kesuksesan akun U-Tube gue," balas Hechan sambil menggelengkan kepala dan menggerakkan jari telunjuk ke kanan- kiri.

"Memang ada apaan sama akun U-Tube lo?" tanya Mark penasaran.

Hechan cengar-cengir dulu sebelum menjawab. "Gue dapat Silver Play Button dari U-Tube dong."

"Hah serius?!" tanya Rendra terkejut. "Lu kan cuma nyanyi-nyanyi nggak jelas?"

"Eh, si bangsat! Itu namanya talent," sewot Hechan. Ia melotot pada Rendra. "Jadi gimana Mark? Neng? Gue traktir makan nih. Syukuran."

"Aku ikut Kakak aja. Kalau Kakak pergi, aku ikut," jawab Naya tidak peduli.

"Kakak sekarang mulai sibuk, Nay," keluh Mark. Ia menaruh mangkuknya yang telah bersih ke atas meja. "Kakak diajak magang di kantor senior nih. Satu proyek harganya lumayan."

Kedua mata Naya melotot. Ia melihat ke arah sang kakak dengan tatapan tak percaya. Padahal belum lulus jadi arsitek, tapi sudah dapat kerja duluan.

"Skripsi Kakak gimana?" tanya Naya. Pasalnya, ia takut kakaknya itu justru keenakan cari uang tapi kuliah jadi terbengkalai.

"Ya, tetap jalan," jawab Mark. "Tangan Kakak tuh gatel kalau nggak sibuk. Ngerjain skripsi mah bisa disambi ngelakuin hal lain."

"Yah, gue dikacangin," keluh Hechan pada kakak-beradik itu. "Ya sudah, traktirannya gue ganti go-food aja biar bisa makan bareng di rumah. Gue rencananya mau bikin konten Q&A nih. Nanti kalian berdua ikut muncul di depan kamera ya. Apalagi Mark, banyak yang nyariin. Ditanya kenapa nggak pernah kelihatan lagi."

Mark menoyor kepala Hechan. "Lo mau jual tampang gue buat cari subscriber?" Hechan hanya meringis sebagai jawabannya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro