74. Usaha Mark

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Naya mengulet di atas kasurnya. Tangannya meraba-raba nakas. Dengan satu usapan pelan pada layar ponsel, alarm itu berhasil dimatikan. Sudah dua jam Naya tidur. Lumayan, rasa lelahnya sedikit terangkat.

Gadis itu duduk bersandar di kepala tempat tidur. Naya mengecek aplikasi kirim pesan. Pesan terakhir yang ia kirimkan pada Jeno belum dibaca. Padahal Naya yakin cowok itu bakal senang kalau tahu Naya sudah pulang.

Pintu kamar Naya diketuk pelan. Wajah Mark muncul disana. Mengetahui bahwa sang adik sudah bangun, Mark melangkah masuk.

"Sudah bangun ternyata. Balik jam berapa tadi siang?" tanya Mark sambil duduk di kasur Naya.

"Dua kayaknya," jawab Naya berusaha mengingat-ingat.

Dia agak lupa karena begitu sampai rumah, Rendra langsung menarik dirinya untuk beli makan malam. Padahal kan masih siang. Bisa go-food juga. Aneh memang Rendra.

"Kok tumben Kakak sudah di rumah jam segini," komentar Naya. Sekarang masih pukul tujuh malam.

Mark terkekeh. Akhir-akhir ini dirinya memang lebih sering pulang tengah malam. Mark memilih mengerjakan skripsi dan proyek pekerjaan di luar. Kalau di rumah, yang ada nggak bakal selesai karena ketiduran atau malah tergoda untuk ikut main game bareng Hechan dan Rendra.

"Kerjaan Kakak sudah selesai dong," ucap Mark bangga. "Proyek pertama yang kakak handle nih. Besok DP cair."

"Skripsi gimana, Kak?"

"Beres lah, kayak nggak kenal Kakak aja kamu nih," ucap Mark gemas. "Target Februari tahun depan wisuda."

"Wih, lulus cum laude, dong!" ucap Naya terkejut.

"Iya lah. Seorang Mark gitu! Kakak bakal bikin Ayah Bunda bangga, bilang kalau pilihan Kakak itu nggak salah. Mereka juga pasti bakal kaget kalau tahu Kakak sudah dapat kerja dulu sebelum lulus."

Naya manggut-manggut senang. Ia tersenyum lebar. Gadis itu sih nurut aja. Soalnya dia sendiri juga capek sama doktrin dinasti dokter yang melekat kuat di keluarganya. Mark aja disuruh cari calon istri dokter karena sendirinya sudah masuk teknik. Aneh banget nggak sih pikiran orangtua yang kayak gitu?

"Oh ya, Kakak jadi inget kesini mau ngomong apa," ucap Mark sambil menjentikkan jari di depan wajahnya.

"Apa?"

"Lusa Julian pendadaran lho. Kamu sudah tahu kan, Nay?" tanya Mark antusias.

Naya tersenyum tipis dan mengangguk. Serius deh. Ini Mark kayak beneran jodohin Naya sama Julian. Sejak acara ulang tahun Naya, Mark getol banget melibatkan Naya dan Julian dalam acara kencannya. Jadi double date gitu.

Naya belum bisa ngomong jujur ke Mark tentang hubungannya dengan Jeno. Nggak tahu gimana cara menyampaikannya. Akhirnya Naya cuma bisa mengiyakan ajakan Mark ketika Naya "dijebak" dalam settingan double date sang Kakak.

Gimana nggak dijebak? Bilangnya ke Naya mau diajak makan cobain kafe bagus yang baru buka. Eh, tahunya ada Kak Lia sama Kak Julian juga. Kan Naya jadi nggak bisa kabur.

"Iya, tahu kok," jawab Naya.

Seniornya itu sudah bilang dari minggu lalu, namun Naya sengaja melupakannya karena tidak ingin membuat Jeno cemburu lagi. Lagian, Julian cuma minta doa biar ujian skripsinya lancar, dia tidak bilang kalau ingin merayakan kesuksesannya bersama Naya.

"Sidangnya jam dua siang. Selesai paling jam empat. Gitu dia bilangnya," ucap Mark semangat.

Woah, woah. Mark bahkan tahu lebih detail daripada Naya. Ini yang suka sama Julian sebenarnya Mark atau Naya sih?

"Terus?"

Mark mengerutkan keningnya. "Ya, siapin surprise lah. Masa kamu nggak tahu tradisi orang pendadaran sih?"

Naya mulai jengah dengan pembicaraan ini. Ia memeluk boneka kelinci dan menenggelamkan wajahnya di sana. Diam-diam ia menghela napas panjang.

"Jangan-jangan beneran nggak tahu? Aduh, punya adek kok pengalamannya minimalis banget gini," ejek Mark.

Naya mengangkat wajahnya. Ia mendelik tak terima dengan ledekan Mark. Kakaknya itu hanya terkekeh. Ia mengacak rambut Naya pelan dan meminta maaf.

"Mumpung Kakak bakal gajian, nih pilih, kamu mau kasih bunga ke Julian yang kayak gimana. Kakak bayarin," ucap Mark sambil menyerahkan ponselnya, menunjukkan deretan buket bunga siap pesan dari toko bunga online.

"Bunga nggak bisa dimakan, Kak," kilah Naya tanpa minat.

"Kamu mau kasih buket snack gitu? Kurang romantis, Nay," komentar Mark. "Lagian Kakak sama Kak Lia sudah pesen mau kasih buket makanan."

"Kak Lia juga ikut kasih hadiah?" tanya Naya terkejut. Wah, benar-benar deh. Semua orang sangat antusias dengan Julian, hanya Naya saja yang tidak.

Mark mengangguk sambil meringis. Kelihatan banget kalau dia bangga punya pacar seperti Lia. Perhatian banget soalnya. Termasuk pendukung kuat hubungan Naya-Julian agar segera berlayar.

"Ya sudah, Kakak aja yang pilih deh. Kan belinya pakai uang Kakak," jawab Naya. Gadis itu berbaring di dalam selimut, lebih baik dia tidur lagi daripada harus meladeni omongan Mark.

"Kakak juga bingung ini."

"Yang paling gede, yang paling mahal," ucap Naya asal.

Mark mendelik. Ia akhirnya menghela napas panjang. "Ya sudah nggak papa. Tapi janji ya, kamu bakal ikut acara kejutannya. Julian pasti senang."

Naya berpikir sejenak. Waktu itu Julian sudah ikut surprise party ulang tahun Naya. Paling tidak Naya harus membalasnya. Agar tidak ada hutang di antara mereka. Akhirnya Naya mengangguk.

Masalah jujur ke Mark, Naya bakal mikir lagi nanti. Sekarang dia cuma mau Jeno. Dengerin Mark ngoceh ini-itu tentang cowok lain bikin Naya kesal.

"Ya sudah. Istirahat lagi aja. Jangan lupa nanti makan malam," ucap Mark sambil mengusap puncak kepala sang adik. "Kakak nggak mau kamu sakit."

"Hmm," balas Naya dengan bergumam. Kedua matanya sudah terpejam.

---

Naya membuka kedua matanya. Ia cuma bisa tidur-tidur ayam setelah Mark pergi. Ia melihat jam di atas meja belajar, baru menunjukkan pukul setengah sembilan. Kirain waktu sudah lama berlalu, ternyata tidak.

Gadis itu meraih ponselnya. Pesan untuk Jeno masih belum dibaca. Naya menekan tombol hijau di kontak cowok itu. Tidak aktif. Kemana sih orangnya?

Naya menyibakkan selimut ke samping. Gadis itu memakai hoodie hadiah ulang tahun Rendra. Sambil mengenakan sandal kamar bergambar Spongebob kesukaannya, Naya berkaca dan membersihkan wajah. Gadis itu mengantungi ponsel dan berjalan menuju ruang belajar di depan kamar.

Naya membuka gorden, mengintip ke kamar Jeno. Lampu kamarnya tidak menyala. Motor cowok itu juga masih terparkir rapi di halaman belakang. Jeno sudah tidur? Tumben.

Gadis itu menuruni tangga dan menuju dapur. Perutnya meraung-raung minta diisi. Ia melihat nasi kotak yang tadi dibeli olehnya bersama Rendra. Hanya tinggal tersisa satu. Berarti tinggal Naya yang belum makan?

"Kak, nasi kotak di dapur punya aku atau gimana?" tanya Naya pada Rendra yang sedang duduk di single sofa sambil membaca buku.

"Iya, punya kamu, Nay," justru Mark yang menjawab. "Punya Jeno sama Jevin sudah ditaruh di kamarnya masing-masing tadi sama Hechan."

Naya mengangkat kedua alisnya heran. "Kok makan di kamar? Memang Kak Jeno sama Kak Jevin kenapa?"

Hechan pura-pura tidak dengar. Dia malah sibuk main game di ponselnya.

"Lagi pada sibuk. Nggak mau diganggu, katanya," jawab Rendra cepat.

"Makan dulu aja, Naya," lanjut cowok itu sambil tersenyum lembut. "Mau gue panasin di microwave dulu?"

Naya menggeleng. Ia melirik ke arah Hechan yang tumben sekali jadi pendiam hari ini. Gadis itu akhirnya memutuskan untuk makan dengan tenang di dapur. Perutnya kembali berbunyi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro