Chapter 2 : Separuh Aku

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Makhluk mengerikan itu membuat hidupku tersiksa. Separuh tubuhku bukan lagi milikku. Saat tenggorokanku mengering, otakku dikuasai oleh nafsu setan. Setiap berpapasan dengan orang, hidungku bergerak mengendus. Keinginan aneh mucul bersamaan dan aku ingin sekali meminum darah orang itu.

Oh tidak. Jangan sampai aku membunuh mereka, batinku. Aku mencoba menahan diri setiap godaan itu muncul di benakku. Memberi sugesti pada diri sendiri, bahwa aku bukanlah pembunuh sambil mengingat aku adalah seorang hakim. Walaupun sekarang kuputuskan berhenti menjadi seorang hakim karena keadaan.

Rasanya ingin mati saja daripada harus dikuasai jiwa iblis yang bersemayam. Aku masih saja berlari menelusuri hutan dan menaiki lereng gunung. Kesana kemari mencari sesuatu. Beberapa lama kemudian, akhirnya kutemukan juga. Sebuah tebing yang sangat tinggi, mungkin tingginya seratus dua puluh hasta. Aku pun menepi ke bibir jurang dan bersiap untuk menjatuhkan diri. Lalu aku melesat turun dengan cepatnya. Kupejamkan mataku dan berpasah diri untuk menjemput sang ajal.

Tibalah di dasar jurang. Rasa sakit yang dahsyat menjalar di seluruh tubuh, setelah tubuhku menghantam tanah yang keras. Aku rasa tulang-tulangku banyak yang patah dan remuk. Aku tunggu malaikat datang menjemputku. Namun ia tidak kunjung datang juga setelah sepuluh  menit berlalu. Hingga tubuhku kembali pulih. Sepertinya tubuhku bisa memperbaiki sel-sel tulangku yang telah patah dan hancur dengan sendirinya.

Matahari muncul dari balik awan. Ia mengambang di langit nan biru, tepat di tengah penglihatanku, tidak condong ke barat atau pun ke timur. Lama aku memandanginya. Tapi kenapa aku merasa seluruh kulitku terbakar?

Aku merenung setelah merangkak ke pohon besar nan meneduhkan. Ternyata sinar matahari adalah kelemahan makhluk yang ada dalam diriku. Aku pun membuat sebuah rencana. Lalu terpikirkan olehku untuk membakar tubuhku hidup-hidup keesokan harinya.

Semua persiapan menghadapi ajal telah kusiapkan sebaik-baiknya. Namun sebuah teriakan mengganggu telingaku dengan tiba-tiba. Aku mencari-cari sumber teriakan itu. Dari manakah suara itu? Kemudian, dari kejauhan aku bisa melihat asap yang membumbung tinggi di balik rimbunnya hutan.

Sejenak aku berpikir. "Bukankah arah itu tempat istana kerajaan Ming berada?" tanyaku sambil berlari menuju tempat asal asap itu. "Tidak mungkin! Jangan sampai dugaanku benar!"

Tidak butuh waktu lama aku sampai di istana kerajaan Ming. Ternyata kebakaran itu berasal dari ulah musuh besar mereka, kerajaan Han. Aku, Alex  Fang tidak tega membiarkan sang raja dan sang putri beserta penguni istana lainnya terpanggang dan mati konyol begitu saja. Akhirnya, dengan sifat
heroikku, aku bergegas menyelamatkan mereka.

Setelah aku menyelamatkan mereka, balasan  yang kudapat bukanlah rasa terima kasih atau sebuah penghargaan. Mereka justru menganggapku sebagai monster yang mengerikan. Lalu mereka mencoba membunuhku. Para prajurit dikerahkan. Sekejap para prajurit itu menodongkan senjata tajamnya dan mengepungku.

Tidak, ini tidak baik. Aku pun melarikan diri dari mereka. Aku tidak ingin membunuh dan terjadi korban lebih banyak lagi. Para prajurit menghadangku ketika aku mencoba lolos dari mereka. Aku terus saja berlari dan akhirnya melompat saat beberapa dari mereka tepat di depanku. Tubuhku melayang di udara dan melewati tembok istana yang tinggi. Apa ini kekuatan makhluk iblis ini?

Aku bisa melihat dari atas para prajurit terheran dan berlari mengejarku. Anak panah mereka juga ikut serta mengejarku. Mereka semakin lama semakin menjauh sampai akhirnya aku tidak bisa melihat mereka lagi. Aku menghentikan lompatanku dan memilih untuk berjalan cepat saja.

Pelarianku ini berakhir di sebuah gubuk, dekat hutan yang baru saja kulewati. Di depannya berdiri seseorang yang memandangiku sambil tersenyum tipis. Ia seorang Petani buta yang termasuk hebat. Karena ia bisa melacak keberadaanku. Bagaimana dia tahu, pikirku.

Aku mendekatinya dan nafsu setan muncul kembali. Mereka menggeliat di dadaku dan hampir saja aku tak bisa menahannya. Kemudian nafsu iblis itu menghilang dengan sekejap saat petani buta itu menyapaku. "Kemarilah nak."

Aku mendekat. "Singgahlah sejenak di gubuk saya ini," ucapnya.

Aku terheran, ia menyuruhku agar singgah di rumahnya. Aku pun tidak menolaknya karena aku tidak punya tempat tinggal lagi sekarang. Lagi pula gubuknya jauh dari rumah penduduk. Jadi nafsu iblisku tidak sering begejolak dalam diriku.

Lama aku terdiam dan tak banyak bicara. Berkali-kali si petani memaksaku bercerita. Akhirnya aku menceritakan apa yang terjadi pada diriku. Tak kusangka ia tidak takut sama sekali padaku, setelah mendengarnya. Bahkan ia tidak menganggapku sebagai sosok monster yang mengerikan. Ia justru mengangkatku sebagai anaknya dan menganggapku seperti anak kandungnya sendiri. Entah apa yang membuatnya seperti itu.

"Sekarang panggil saja ayah. Hiduplah di sini bersama ayahmu."

Kehangatan yang tidak pernah kurasakan sebelumnya, perlahan mulai menghangatkan kehidupanku. Obrolan kami berdua semakin lama semakin akrab. Seperti halnya anak dan bapaknya yang sedang bercengkrama.

Pria tua itu sangat suka bercerita tentang dirinya dan alam sekitarnya. Ia paham betul berbagai macam tanaman, hewan dan bagaimana kondisi geografis di sekitarnya. Tidak sepertiku, yang tidak banyak mengenal tanaman.

Aku pun membantunya membajak sawah keesokan harinya. Aku tidak ingin bebannya semakin besar setelah aku menumpang dengannya. Atau bisa kusebut dengan tinggal bersamanya.

Ternyata kekuatan makhluk yang ada dalam diriku jauh di luar nalar manusia. Seperti tujuh ekor kuda yang sedang membajak sawah. Aku ingat, kemarin juga tubuhku terbang layaknya burung elang. Tidak, itu justru lebih mirip melompat seperti katak atau kelinci, atau jangkrik. Tidak butuh waktu lama aku membajak sawahnya yang menurutku tidak begitu luas, hanya dua petak saja. Lalu selesailah tugasku hari itu.

Petani itu tersenyum saat aku duduk di dekatnya. Ia mengisyaratkanku agar aku mendengarkan sesuatu yang akan dia katakan. Lalu ia mengajariku suatu hal yang belum pernah kudapat sebelumnya. Ia menasehatiku, bagaimana cara mensyukuri kekuatan vampire yang di dalam separuh tubuhku.


Massage for Dad

  Wahai ayah angkat, tidurlah yang tenang. Niscaya kita akan dipertemukan lagi. Terima kasih ayah.

  Salam hangat,


  Anakmu

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro