Eyes, Dark, Question

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


"Tarik napas."

Aku melakukannya meski sudah diminta berkali-kali, menghirup udara dalam-dalam, lantas mengeluarkannya perlahan seperti ibu yang akan melahirkan. Bedanya, aku ingin mengeluarkan keinginan untuk "berhenti", bukan bayi. Selain itu, orang yang memberiku petunjuk dari tadi bukan dokter, dia hanya orang asing yang anehnya mau mendengarkanku.

"Kau melakukannya dengan baik."

Ini hanya bernapas jadi untuk apa aku mendapat pujian ini?

"Sekarang lihat aku."

Aku sudah melihatnya. Seorang wanita tua pucat dengan senyum ramah. Matanya tersembunyi di balik poni yang panjang dan rata hingga hidung.

"Sekarang lihat aku."

Aku hanya diam, memendam rasa bosan. Benar juga, kenapa aku menurutinya, ya? Dia memberiku rasa aman dan nyaman meski kami baru bertemu siang ini.

Bertemu di mana ya ... ?

Ah .... kurasa aku tahu. Aku ingat sedang duduk sendirian di bawah pohon sebuah taman di hari Rabu, hari tersibuk di mana pun aku berada; di rumah, di sekolah, di jalan. Lalu aku beristirahat. Kenapa aku ... beristirahat?

"Tarik napas."

Aku menghirup udara.

"Angkat kepalamu."

Entah kapan aku menunduk, jadi aku mengangkat wajahku lagi, melihatnya.

Melihat ....

Namun, rasanya aku terlalu mengantuk.

"Buka matamu."

***

Aku berkedip berkali-kali. Aku sadar mataku terbuka, tapi yang terlihat tidak ada. Kosong dan entah kenapa sulit untukku terus memandang ke depan. Jadi, aku menunduk dan mulai berjalan karena tak tahu lagi apa yang harus kulakukan selain itu.

Aku hanya merasa kedua kakiku melangkah maju pelan-pelan, tanpa ada alas. Meskipun begitu, aku tidak jatuh ke lubang atau semacamnya.

Tanganku tetap di sampingku, lemas, seolah-olah kehilangan tenaga sama seperti mata dan kepalaku.

"Buka matamu."

Aku tersenyum pedih. Siapa pun kau yang menyuruhku membuka mata, aku ini tidak bisa melihat apa-apa.

"Buka matamu."

"Buka matamu."

Aku berhenti, mendongak. Aku berbicara tapi tak ada suara yang terdengar. Aku hanya tahu, pikiranku berbicara.

Lihat ke bawah atau ke atas, aku tidak bisa lihat apa-apa, tidak ada ujung di mana pun.

Retak, ada yang perlahan rusak di dalam diriku, entah apa aku tidak bisa melihatnya. Aku tidak tahu.

Apa yang harus kulihat?

"Buka matamu."

Katakan, apa yang harus kulihat?

"Buka matamu."

Jangan menyebalkan dan katakan saja!

Rasanya aku menjerit, tapi bibirku terkatup, dan hanya kepalaku yang sedikit terasa berat. Benar.

Itu hatiku.

Hatiku berteriak.

Hatiku putus asa.

Diriku putus harapan.

Hening. Suara itu menghilang. Lalu aku kembali berjalan dalam kegelapan.

Sebenarnya, apa gunanya terus berjalan. Entahlah. Pikirku tidak ada tapi kakiku mengambil langkah.

Alih-alih risih tentang tempat apa ini aku lebih risih pada kenyataan aku tersesat. Benar, kenapa aku tersesat, lagi?

Tidak ada yang bisa kulihat tapi amarah menggerogotiku. Halusinasi berjalan di kepalaku. Kehidupan sekolahku sibuk. Kehidupan rumahku sibuk. Apa yang salah? Apa? Katakan, siapa pun, kenapa aku masih hampa?

Kenapa aku masih tersesat? Bukankah selama ada kesibukan dan rencana, orang lain akan bergerak dan mendapatkan arah masa depannya?

Amarah ini begitu bergejolak diikuti rasa putus asa yang semakin menggelap. Napasku mulai sesak. Namun, apa pun yang kurasakan, kakiku bergerak.

Berhentilah berjalan. Pikiranku secara sadar berusaha mempengaruhiku.

Apa itu aku? Apa itu aku yang berharap berhenti?

Iya.

Tapi aku juga sadar jika ada yang berbicara padaku.

Iya.

Aku menarik napas, membuka mata, dan bertemu gelap gulita.

Berhenti saja. Kau masih punya waktu untuk pindah.

Aku tidak mengerti kenapa kalimat yang bisa jadi benar terasa menusukku. Aku tidak bisa lihat apa-apa sekarang. Tidak diriku. Tidak kelebihanku. Tidak kekuranganku. Tidak keinginanku. Tidak juga hasrat untuk melanjutkan hidupku.

"Tarik napas."

Serius, itu siapa? Tapi aku menarik napas. Itu tidak membantu, aku masih marah. Jantungku masih berdebar protes. Tapi aku tidak tahu kenapa aku marah. Sama seperti mataku yang tak bisa melihat apa-apa.

Iya, kau tidak bisa melihat apa-apa.

Aku sudah bosan melihat tidak apa-apa sejauh aku berjalan. Bukan ujung. Bukan juga hasil. Hanya jalan yang entah membawaku ke mana. Mungkin juga jalan yang memintaku berhenti.

Berhenti ....

Iya, berhenti saja.

Tapi kenapa?

Kau kan sudah kehilangan.

Kau tahu apa itu kehilangan?

Jawab.

Atau tidak usah ... aku rasa aku sudah menjawabnya. Aku tahu apa itu kehilangan. Sesuatu yang tadinya didambakan. Sesuatu yang tadinya berharga. Sesuatu yang tadinya dicapai. Sesuatu yang sebelumnya mendukungku berjalan, hancur.

Tepat saat aku menyadari hal itu, kakiku lemas, aku berlutut. Saat itu berat di hatiku menumpuk dalam sekejap. Kemudian tak menunggu lama keluar melalui lembab air mata.

"Tarik napas."

Aku tidak bisa bernapas.

"Tarik napas."

Aku tidak punya alasan untuk bernapas!

"Tarik napas."

Aku ... tidak punya "napas" yang tersisa.  Sudah. Tidak. Ada. Hilang. Musnah. Terbuang. Meninggalkanku. Apa pun itu ... sudah tidak ada.

Tidak apa.

Untuk sesaat kemarahanku berhenti. Apa?

Lagi pula kau menginginkannya.

Berdiri.

Berdiri.

Rasanya ada suara yang sama tapi terkesan berbeda.

"Buka matamu."

Berdiri.

Tidak apa.

Kau menginginkannya.

Kau hanya tidak bisa menyerah.

Siapa? Aku memang ingin menyerah. Aku. Tidak. Punya–

Kau berat hati menerima kegagalan.

Dan itu manusiawi.

Kau tahu itu.

Aku.
Aku!
Aku!

Kali ini aku memejamkan mata, menajamkan telinga dan pikiran.

Jadi, manakah yang harus kudengar?


- End -






Author note
803 kata.

Cerpen ini sebenarnya ditulis 8 Juli 2022. Di hari yang sama aku menunjukkannya ke Amour chan. Sebenarnya hari itu reaksinya menunjukkan ini bagus, tapi hari setelahnya aku masih ragu.
Sampai hari ini 14 Juli 2022, jam 10 malam, hampir jam 11 :)

Baru yakin, lalu publikasi, hemeh. -_-)

Oh, hai lagi! Jika kamu melihat cerita ini sampai end, terima kasih sudah meluangkan waktu dan pikiranmu untuk membaca.  ^-^)/

Nope aku nggak berharap ada yang baca, tapi aku menghormati kalian yang mau membacanya. Walaupun, di atas itu emang agak tidak jelas? ●~●)

Ha ha ha! /ngakak/ ^□^

Uh, semoga cerita di atas menghibur meski sedikit sedih? Tidak sedih sih mungkin. ●~●;)

Sampai jumpa lagi ... jika bisa, he he.

Semoga harimu menyenangkan!

Salam semanis lolipop,
Yemimaliez

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro