21. Pumpkin Pie

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Happy Helloween!

Untuk pengalaman membaca lebih smooth, seru, panjang dan sudah retouch part 21 dan 22, aku sudah post di Karyakarsa.com/kincirmainan.

Part 22, seperti part 21 ini akan tetap di-post versi Wattpad-nya. Versi di Karyakarsa tentu berbeda, ya. Kali ini aku nggak buka pemesanan via Whatssapp karena harganya cuma 8500. Minim transfer kan 10k

Kenapa aku bikin versi baca duluan? Karena setidaknya minggu ini aku bakal sibuk editing cerita lain yang mau terbit, terus vote-nya juga lama, jadi ya udah... yang butuh baca duluan aja bisa ke Karyakarsa.

Dalam waktu dekat, bakal ada lagi part mature ya ahaha yang udah baca part 22 pasti bisa menduga2 🤣

Yang udah langsung dukung tanpa babibu, I love you so much!


"Jangan stres-stres, Minaaa," Bang Naswar menasehatiku. "Kudengar dari Riana, kemarin kamu pingsan? Intake kalori harianmu gimana? Seimbang, nggak?"

"Seimbang," jawabku segan. "Aku pingsan karena jatuh, bukan kurang gizi, Bang. Aku nelepon buat urusan biasa. Abang udah kirim belum? Albert butuh buat dijadwal beberapa minggu sekalian, kita lagi ngurusin hal lain yang lebih penting soalnya."

Setiap kali aku terpaksa menghubunginya, dia selalu bilang begitu. Padahal, dia itu dietitian, bukan psikolog. Kami mengandalkannya untuk tips-tips menu sehat dan gizi mingguan yang bisa diakses gratis oleh pengguna aplikasi. Atas jasanya dulu, aku berhasil menurunkan belasan kilogram pertamaku dalam beberapa bulan, bekerja sama dengan personal trainer yang juga menangani kebugaran papi. Dia dan Riana kakak beradik. Bang Naswar sulung, Riana bungsu. Aku membayar semua artikel gizinya dengan mempekerjakan adik perempuannya sebagai asisten merangkap staf operating officer. Sekali dayung, dua pulau terlampaui. Kalau kami harus membayar jasanya per-artikel, kami nggak mungkin memberikan tips-tips berharga itu secara gratis.

Aku mengakhiri panggilan dengan Bang Naswar setelah dia menyanggupi permintaanku menyiapkan artikel untuk empat tayangan sekaligus. Kalau kubiarkan dia mendengar suaraku lebih lama, dia bisa menduga yang enggak-enggak. Mana mungkin aku kekurangan gizi? Yah, aku memang sibuk dan jadwal makanku agak terganggu sejak Susanto terpaksa kupecat.

Harapanku hanya Mahmoud. Sayangnya sebelum jadi bos yang banyak permintaan, aku malah mengajaknya naik ke tempat tidurku duluan.

Kalau begini, aku bakal segan sama Mahmoud. Sekarang aja aku udah merasa bertanggung jawab duluan akan kenyamanannya bekerja di sini. Dia terang-terangan bilang nggak ingin jadi model, aku merasa kami sedang menjebaknya, padahal memang itu yang kami lakukan sekarang. Aku sempat bersitegang dengan Gio di ruang pertemuan tadi. Gio bilang, nanti kalau Mahmoud yang lugu tahu dia sedang di-grooming diam-diam, dia bakal minta tarif tinggi. Aku ingin bilang dia bukan orang seperti itu, tapi memangnya tahu dari mana aku orang seperti apa Mahmoud?

Akhirnya aku memilih diam karena kalah suara.

Kayaknya aku terlalu bawa perasaan gara-gara kami sudah bercinta. Berhubungan seksual, maksudku, bukan bercinta. Aku nggak berniat bercinta dengan siapapun. Mahmoud yang sepertinya baik sekalipun. Edwin juga dulu kayaknya baik hati, ternyata.... Ah, aku harus menepis pikiran-pikiran beginian. Kalau perlu, seandainya hubungan fisikku dengan Mahmoud berkelanjutan, aku harus segera membuat batasan jelas dengannya.

Hubungan fisik berkelanjutan?

Apa aku membutuhkannya? Bukannya lebih enak melakukannya dengan Adrian yang sudah sama-sama paham mengenai kebutuhan kami meski merayunya butuh tenaga ekstra?

Benar juga, merayu Adrian butuh tenaga ekstra. Justru itu. Mahmoud yang lugu jatuh ke pelukanku dengan mudah, permainannya juga tak kalah hebat. Hubungan fisik berkelanjutan? Kenapa enggak? Paling kami harus sembunyi-sembunyi, kan?

Gio berhenti di depan ruanganku dan membuka pintu kaca. Kepalanya melongok ke dalam, tandanya dia nggak berniat masuk. Kami berdebat cukup sengit tadi, aku sampai nyaris mengingatkannya, siapa bos-nya di sini. Dengan formal, dia berkata, "Mbak Mina duluan, yuk? Biar Mahmoud-nya nggak ngerasa aneh kalau diambil duluan."

Aku masih jengkel padanya.

Melihatku merengut, Gio mengimbuhi, "Inget, Mbak... kadang kita memang harus pakai cara ini. Ntar juga kalau berhasil, Mahmoud bakal senang. Dia bisa dapat duit lebih banyak buat ngelanjutin kuliahnya."

Aku mengernyit.

"Mbak nggak tahu? Dia putus kuliah karena Abhi-nya sempat bangkrut. Dua atau tiga tahun dia balik kampung buat jadi kuli di kios keluarganya sendiri. Kasihan. Pas bisnis keluarganya mulai menggeliat, Mahmoud udah nggak sampai hati minta dibiayain ngelanjutin kuliah. Dia butuh uang buat itu, atau mewujudkan impiannya bikin bengkel mobil, atau motor. Dengan gaji yang Mbak kasih, kapan dia bisa punya uang buat lanjut kuliah, atau buka bengkel?"

Aku tahu Mahmoud ingin melanjutkan kuliah, kupikir itu isapan jempol pelamar kerja yang butuh gawean secepatnya aja. Aku mengernyit bukan karena aku tak tahu, aku mengernyit karena Mahmoud mengulang ceritanya di depan Gio. Dia lebih memilih minggat dari apartemenku diam-diam daripada pillow talk duluan. Harusnya aku bisa mengorek lebih dalam tentangnya, kalau saja dia mau tinggal sampai aku bangun.

"Mbak!"

"Iya, iya!!!" sahutku, melampiaskan kekesalan yang merayap di punggungku kepada Gio. CMO yang dulu kubajak dari perusahaan start up sekarat untuk bekerjasama denganku membangun HBM itu menarik dagunya ke belakang. Kaget karena aku menyalak.

Sebelum bergabung di studio, aku memilih blazer di dalam lemari pakaian daruratku. Karena kami hanya membayar Jamie menangani Mahmoud demi menekan budget, aku mempercantik penampilanku sendiri. Untuk sentuhan akhir, aku mengenakan bros HBM yang sengaja kami rancang untuk kepentingan seperti ini.

Di laciku masih ada satu.

"Mas Mahmouuud...," panggil Riana dengan gaya centilnya. "Ini dipake di dada, ya? Dari Mbak Mina. Nanti Mas Mahmoud simpan, ya? Kadang kita pakai untuk event-event tertentu."

Aku melirik sekilas ke arah Mahmoud saat memeriksa monitor kamera Albert yang menyorot ke layar hijau. Gara-gara aku nggak menyangka bahwa dia ternyata juga sedang diam-diam memperhatikanku, aku membuang wajah tanpa tersenyum padanya. Percuma aku menyuruh Riana mengangsurkan bros itu, bukan menyerahkannya sendiri. Aku melakukannya supaya orang nggak melihat kami berinteraksi terlalu banyak. Kalau barusan seseorang melihat caranya memandangku, kami bakal segera ketahuan. Pilihanku sekarang ini hanya dua. Satu, membicarakannya terang-terangan dengan Mahmoud mengenai batasan-batasannya kalau kami mau lanjut jadi atasan dan bawahan yang saling menguntungkan, atau dua, menutup kemungkinan adanya hubungan fisik berkelanjutan.

Setelah aku menyelesaikan pengambilan gambar dalam beberapa kali take saja, Mahmoud mendapat giliran selanjutnya. Mahmoud tampil sangat... menggiurkan. Ludahku tertelan paksa saat melihatnya diarahkan oleh Jamie di depan kamera. Tamara dan Riana sama sekali nggak berniat menyembunyikan kekaguman terhadap pesuruh baru kami itu. Aku sengaja mengambil tempat menonton agak jauh dari mereka berdua, takut nggak bisa bersikap wajar kalau Tamara mulai membisik-bisik mengenai betapa seksinya Mahmoud saat ini.

Jamie memang piawai menangani model pria, di samping Mahmoud memang sudah menawan dari sananya. MUA yang belum terlalu terkenal karena hanya mau eksklusif menangani male model itu melakukan sesuatu pada rambut Mahmoud-entah apa-mungkin dia memakaikannya dry shampoo dan conditioner, tanpa hair gel, yang jelas rambut hitam lebat Mahmoud tampak makin berkilau menyilaukan. Jamie menatanya tak terlalu rapi, dia memahami konsep foto yang akan kami ambil dari Mahmoud. Seganteng apapun, dia seorang pesuruh, bukan eksekutif muda berambut klimis. Justru di situ nilai jualnya, mengutip kata Gio.

Alis tebal Mahmoud dirapikan tanpa dicukur. Bulu-bulu hidung mancungnya di-trim, jangan sampai ada yang mencuat dan tertangkap kamera. Jamie tidak menyapukan bedak di wajah Mahmoud, dia membiarkannya bersinar dengan sapuan moisturizer dan sedikit sentuhan highlighter. It makes him look so... emh.

Walau otot-otot kencangnya hanya dibalut polo shirt hitam beraksen hijau dengan bordiran logo HBM dan bros di kerahnya, dilihat dari sudut pandang manapun, dia tidak pantas dijadikan pesuruh. Aku memang bodoh.

Pengambilan gambar hanya dilakukan kurang dari dua jam. Satu jam-nya dihabiskan untuk mengambil gambar Mahmoud sebanyak mungkin. Dari senyumnya yang semula merekah dan matanya yang berbinar, lama-lama ekspresi wajah yang tertangkap kamera adalah raut-raut letih dan bosan. Gio memutuskan untuk tidak memaksa Mahmoud bertahan lebih lama sewaktu lelaki sabar itu mulai mengeluh. It takes time, kata Gio padaku. Aku bahkan nggak ngomong apa-apa. Kalau nggak ada dia, sesi itu sudah kuakhiri pada lima belas menit pertama. Hanya pada menit-menit pertama saja senyum Mahmoud tergambar tulus. Selebihnya, orang buta saja bisa melihat betapa terpaksanya dia.

"Kita lembur, ya, Mbak!" Albert memberitahu.

"Memangnya mau diberesin sekarang juga?" tanyaku sambil membantu Gio menggulung kabel.

"Iya, biar cepet kelar," sahut Tamara.

Aku agak terkejut saat Mahmoud tahu-tahu berada di sisiku dan mengambil alih kabel tersebut dariku. Tanganku yang sempat bersentuhan dengan jarinya refleks bereaksi menolak dan membuangnya. Mahmoud yang tak siap menangkap akhirnya justru menjatuhkannya. Aku buru-buru berlutut membantunya menggulung kabel. Mata kami bertemu. Matanya kemerahan. Sepertinya dia kurang tidur di atas ranjangku semalam.

Aku bangkit berdiri, menyatukan tanganku di depan dada untuk memberi pengumuman penutupan, "Okay it's a wrap! Yang lembur silakan lembur, tapi kalian cari makan malam sendiri karena Mahmoud nggak kukasih lembur malam ini."

Semua orang bersorak kecewa.

"Kemarin malam Mahmoud udah lembur, masa sekarang diplonco lagi?" kataku membela diri.

"S-saya nggak apa-apa, kok, Bu...."

"Nggak," kataku tegas. "Kamu pulang aja. Nggak ada yang membutuhkanmu lagi di sini. Mereka bisa bikin kopi sendiri dan pesan Go Food!"

Alis Mahmoud melengkung, dia tampak terluka mendengar absolutnya titahku barusan.

Kover baca duluan part lebih lengkap di KaryaKarsa.com/kincirmainan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro