58. Kaki Gurita

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Selamat siang 😘

15... 14... 11... 9... 8... 7... 6... 5...

Aku meremas kedua tanganku di depan dada dengan cemas. Digital countdown penghitung penjualan lima ribu paket gym dan tracksuit kolaborasi Mina X Mahmoud berganti angka begitu cepat dalam beberapa menit setelah Pre-ordernya diluncurkan pukul delapan tepat. Cynthia yang berniat keluar dari ruang pertemuan untuk kembali memeriksa pekerjaannya memilih berdiri di ambang pintu kaca terbuka yang handle-nya ia pegangi erat.

Stefani memegangi teko teh dengan kedua tangan, cangkir-cangkir itu tetap kosong. Semula dia pikir dia akan menuang teh dan mengajak semua orang makan kue sembari menunggu penjualan sold out dalam dua jam waktu yang diperkirakan Albert. Mahmoud menertawakannya, tak mungkin dua ribu paket terjual secepat itu. Gio sependapat dengannya, kalau aplikasinya nggak macet dalam dua jam saja sudah bagus, katanya. Nggak ada yang percaya dalam kurang dari satu jam, angka itu berkurang secara kilat. Lima ribu paket terjual. Aku yakin Riana lupa bernapas. Tamara membekap mulutnya sejak angka itu berubah menjadi tiga digit dan terus bergerak dengan sangat cepat. Kadang berkurangnya puluhan, bahkan ratusan angka sekaligus. Aplikasi kami boleh juga, pikirku.

4...

"Delapan puluh tujuh menit delapan belas detik," Gio memandangi penghitung waktunya. "Sialan. Apa dia macet?"

"It's officially sold out," Albert mendesis. "Tinggal tiga, hentikan penghitung waktunya."

"Tunggu dulu," cegah Mahmoud yang berlutut tepat di sampingku duduk. Saat menyadari aku memandanginya, dia mendongak memperlihatkan warna mukanya yang sepucat kertas. Aku tersenyum padanya, mengucapkan terima kasih yang bahkan tak bisa terucap dalam kata-kata. Tiga paket yang menggantung itu membuatku geli mengingat sejak semalam pria ini tidak bisa tidur gara-gara gugup. Seperti anak kecil, dia minta kepalanya dibenamkan di dadaku supaya dia bisa tidur. Tapi ujungnya... kami malah tidak tidur sama sekali gara-gara dia keasyikan melakukan hal lain yang bikin kantukku lenyap tak berbekas.

Mahmoud terkesiap sewaktu aku menyelipkan jemariku ke sisi kepalanya dan menyisirnya ke belakang. Aku mengedip lambat seolah bilang aku melakukannya dengan kesadaran penuh, barulah Mahmoud menyunggingkan senyum manis yang melukis lekuk pipinya dalam-dalam. Dia tak pernah menuntutku mengumumkan hubungan dan meski sebagian orang di kantor sudah tahu, sebagian yang lain mulai mengendus kejanggalan hubunganku dan Mahmoud, kami tidak pernah menunjukkannya secara terang-terangan. Pihak-pihak yang sudah tahupun menganggap rahasia itu lebih baik tetap menjadi rahasia dulu, dengan alasan macam-macam. Yang jelas, Gio dan Albert agak cemas penggemar wanita Mahmoud akan berkurang kalau dia punya pacar, apalagi pacarnya CEO perusahaan yang menjadikannya model. Keistimewaan Mahmoud sebagai pesuruh yang naik pangkat akan membuat orang berpikir... oh... pantas saja!

Setelah huru-hara yang terjadi dengan Adrian bulan lalu, kehidupan kami perlahan kembali normal. Baik aku dan Mahmoud sama-sama tidak terlalu tahu bagaimana kabar Adrian. Kudengar perusahaan yang mengontraknya tetap mencari talent lain untuk face utama, tapi Adrian sudah disiapkan untuk event lain. Selebihnya, kami sangat sibuk menyiapkan materi promosi dan datangnya hari ini. Di sela-sela padatnya kesibukan, aku juga mendengar Stevan tidak lagi bekerja di agensi yang sama, tapi aku tidak terlalu mengikuti kelanjutan kabarnya. Dia masih terus mencoba membujuk Mahmoud sampai detik-detik terakhir dia diputus hubungan kerja dan posisinya diganti orang lain yang juga cukup dikenal di kalangan talent searcher.

Oh... dan aku belum datang bulan, tapi aku suka diam-diam membeli test pack dan menjajalnya, hasilnya masih negatif. Bukan berarti aku mengharapkannya positif, tentu saja. Setiap kali memikirkannya, ludahku terasa sangat pahit. Bagaimana kalau aku hamil? Aku nggak bisa membayangkan kerepotannya, terutama tentang hal yang satu itu. Siapa ayah bayiku?

"Tiga! Sial!" Makian Gio membuyarkan lamunanku dan membuatku menoleh ke arahnya sambil tertawa pelan. Mahmoud diam-diam meraih jemariku dan meremasnya di sisi kursi. Aku membalas genggaman tangannya tanpa menunjukkan reaksi apa-apa di depan staf lain yang ikut tertawa melihat kecemasan Gio. Dua ribu paket pertama itu sudah jelas-jelas sold out. Kami hanya membutuhkan hitungan waktu sependek mungkin demi kepentingan konten dan segelintir paket terakhir ini jelas bikin gemas.

"Berapa paket lagi yang sudah tersedia di lantai produksi?" tanyaku pada Albert sementara Mahmoud memijat-mijat tanganku lembut dan sesekali mengecupnya.

"Dua ribu lagi siap minggu depan. Rencananya tepat seminggu lagi kita kasih ancang-ancang PO kedua sambil menunggu review dari penerima paket-paket pertama," jawab Albert cepat. "Kita masih punya cadangan bahan untuk dua ribu paket lagi. Mbak tinggal kasih instruksi sebelum vendor menerima orderan dari pihak lain."

"Menurutmu kita bisa simpan buat ready stock sebanyak itu?"

"Positif," Albert mengafirmasi.

"Tiga!" teriak Tamara dengan mulut masih terbungkam.

Angka dua dan satu tidak pernah muncul lalu tiba-tiba layar mengedip dan tampilannya berubah meriah dengan confetti warna-warni bertebaran memenuhi layar besar di depan kami. Mataku membeliak, rahangku jatuh sampai ke pangkuan. CONGRATULATION! SOLD OUT. Aku meraup wajahku. Dua ribu paket terjual jauh di bawah waktu yang sempat kami anggap mustahil. Air mataku mengalir, Mahmoud melompat tinggi menghampiri Albert dan memeluknya erat. Tamara dan Riana menjerit. Cynthia yang ternyata tak pernah meninggalkan ruangan hanya bisa bersandar di pintu terbuka dengan mulut menganga. Staf lain merangsek masuk ke ruang meeting, bersorak sorai merayakan kesuksesan yang membuat kami kurang tidur mengurus pengemasan, produksi, bolak-balik mengecek quality control, menghubungi rekanan ekspedisi, reseller, online shop, dan segenap influencer yang turut terlibat dalam promosi.

Terbayar tunai.

Paket senilai Rp.2.050.000,- yang sempat bikin aku mengernyit sewaktu Albert dengan berani mengajukan harganya karena nyaris setara dengan track suit keluaran merek-merek terkenal yang mendunia, sebanyak dua ribu buah, terjual dalam...

"SEMBILAN PULUH DUA MENIT TIGA BELAS DETIK!" Gio berseru sambil melompat dan memukul udara di sekitarnya dengan penghitung waktu tergenggam di tangannya. "WOOOHOOO!!!"

Aku kehilangan hitungan berapa banyak keuntungan yang kami dapatkan dalam waktu sesingkat ini. Ponselku bergetar, wajah papi terpampang di layar. Pastinya dia juga memantau peluncuran produk kami pagi ini. Aku berutang cukup banyak padanya untuk proyek ini dan dengan bangga berniat menjawab panggilan itu untuk menjanjikan pelunasannya segera ketika Mahmoud menarik lenganku dan menyeretku bangkit dari kursi. Tanpa basa-basi dia mendekap pinggangku dan memutarku di udara.

Aku tak mampu mencegah Mahmoud. Kami sedang tenggelam dalam euforia dan tawa bahagia, sebahagia semua orang yang memadati ruang meeting dengan air mata haru dan bayangan berapa banyak bonus yang akan mereka terima akhir bulan nanti. Lenganku mengalung erat di lehernya, kakiku melayang di udara. Hatiku terasa ringan, seringan tubuhku dalam dekapan dan ayunan lengan kokoh Mahmoud. Tawaku masih tersisa ketika Mahmoud terhuyung dan tubuh kami nyaris jatuh menabrak punggung Gio. Aku tergelak, Mahmoud menyemburkan tawa, tak satupun dari kami mampu mengucapkan maaf pada protes Gio yang meringis kesakitan. Dekapanku di leher Mahmoud belum mengendur ketika tawa kami surut. Seolah lupa di mana kakiku berpijak, aku memupus jarak antara bibirku dan bibir Mahmoud, menghubungkannya dalam ciuman penuh luapan kegembiraan.

Sedetik kemudian, ruangan itu seketika hening. Napas tertahan terdengar di setiap sudut ruangan. Aku sendiri baru menyadari apa yang kulakukan dan segera mencabut bibirku dari tautan bibir Mahmoud. Dengan panik aku melangkah mundur dan lagi-lagi menabrak Gio yang kali ini dengan sigap menangkapku, membalik tubuhku, dan secara mengejutkan... mengecup bibirku dalam-dalam!

"WOHOOOO!!!" teriaknya. "I WANNA KISS EVERYBODY!!!"

Mahmoud masih mematung ketika Gio mengadu dada dengannya dan mengecup pipinya sama seperti dia mengecup bibirku. Riana menjerit menghindari Gio yang berniat menangkap dan mengecup bibirnya juga, kemudian dalam waktu yang sama singkatnya, semua orang melupakan apa yang kulakukan gara-gara sibuk menghindari bibir Gio yang menyosor ke sana kemari.

"Sorry, ya, Moud... anggap aja itu collateral damage," ringis Gio sewaktu kami berlima berkumpul di ruanganku dan yang lain kembali bekerja dengan suka cita. "Gue juga rugi lho, Moud, nyium pipi lo. Najis tau."

"Bilang aja Mas Gio sebenernya pengin nyium Mbak Mina, pake collateral damage segala!" cemooh Tamara sambil menggetarkan bibirnya sampai berbunyi seperti suara kentut. "Tahu gitu kan aku juga bisa nyium pipi Mahmoud, ya, kan, Mas Mahmouuud?!"

Mahmoud cuma bisa cengar-cengir, sementara aku udah nggak tahu mau naruh mukaku yang merah membara ini di mana. Albert kembali menekankan sebaiknya hubungan kami tetap dirahasiakan dulu dari siapapun untuk menghindari bocornya informasi paling enggak sampai promosi kolaborasi ini berlalu. Begitu sisa-sisa urusan selesai dan kami ditinggal berdua di ruang kerjaku, Mahmoud berhenti memindahkan gelas-gelas minuman ke atas baki dan menyusulku masuk ke toilet dalam ruang kerjaku.

"Mahmoud!" Aku tetap menghardik meski nggak terlalu kaget dia berani melakukannya. Mahmoud sendiri sudah nggak terlalu mempan kuperingatkan. Dia malah merangsekku, menarikku ke dalam pelukannya. Dengan lincah dia mengubah posisi kami dan mendesakku ke pintu toilet yang menutup, lalu mulai memagut bibirku dalam ciuman yang mengisyaratkan luapan hasrat. "Mmmhhh... Moud... nggak di sini," cegahku saat dia mulai membelai pahaku dan membawa rokku serta saat dia meraba naik ke pinggulku.

"Kenapa?" tanyanya pura-pura bodoh. "Mereka mengira saya lagi beres-beres," katanya, lalu dengan kurang ajarnya mengaitkan kaki kananku ke pinggangnya dan mendesak bagian bawahku hingga bokongku menabrak pintu. Aku melotot, tapi Mahmoud malah menjulurkan lidahnya menjilat bibirku. Sambil memagut, dia mengusap pipiku, "Mana yang tadi dicium Mas Gio?" tanyanya cemburu. "Saya kesal sekali sebenarnya."

"Aku tahu. Aku juga kesal."

"Karena dia nyium bibir kamu?"

"Karena dia nyium pipi kamu!" candaku.

Mahmoud tertawa kecil. "Sudah saya bersihin pake debu tujuh kali," dia balas berkelakar. Matanya yang sedetik tadi tertawa manis bersama bibirnya dengan cepat meneduh, berubah serius, dan menjurus ke satu titik yang paling disukainya, yaitu di celah antara bibirku yang terbuka. "Saya lega sekali karena produknya terjual habis dengan sangat cepat."

"Aku juga," ucapku seraya mendongak, memberi akses kepada bibir Mahmoud yang senang sekali menyusuri rahang dan leherku kalau posisi kami lagi kayak begini. "Moud...," panggilku, merangkum kedua sisi rahangnya dan menjauhkannya dari lekuk leherku. Aku nggak mau bajuku berantakan sekarang. "Aku tahu kamu lagi seneng banget, tapi mending kita tunda acara begininya nanti di apartemen, yah? Aku nggak enak kalau tahu-tahu ada yang masuk."

Mahmoud mengangguk, dia masih saja menatap ke titik yang sama. Biasanya masih ada yang ingin dikatakannya. "Apa?" tanyaku.

Akhirnya Mahmoud menatap mataku.

"Bisikin saja kalau malu," suruhku nggak sabar. Dia bisa seimut itu memang. Kalau ada yang diinginkannya dariku, dan biasanya berkaitan dengan permainan ranjang, dia baru bilang kalau kusuruh membisikkannya, padahal toh nggak ada siapa-siapa juga di sekitar kami.

Mahmoud merapatkan tubuhnya padaku, menaruh kepalanya di sisi kepalaku. Napasnya mengembus hangat di daun telingaku saat dia berbisik, "Ibu masih punya janji."

"Janji? Janji apa?"

"Bikini hitam dan sepatu hak tinggi."

Astaga....

Baca kisah Mahmoud dan bikini kaki guritanya di Special Chapter 58 di karyakarsa, yuk. 3 kali lipat lebih panjang, lho. Lebih gemes, bikin ketawa, tapi juga bikin deg2an 🤪

Yang udah gede aja ya yang boleh bacaaa...

TAMBAHAN INFO PER AGUSTUS 2022 TENTANG DUKUNGAN DI KARYAKARSA

Buat kamu yang belum tahu, sekarang dukung karya di karyakarsa kalau lewat aplikasi, harus top up saldo koin dulu. Koinnya juga cukup mahal.

SOLUSINYA:

1. Buka akun karyakarsaku lewat web (Browser, kayak google chrome, atau browser yang ada di Hp atau laptopmu.) Link Karyakarsaku ada bio wattpad/ instagram.

2. Lakukan dukungan via web saja. Setelah dukungan kamu lakukan, baru baca di aplikasi (atau langsung di web juga nggak apa-apa)

3. KENAPA?

Sebab, di web kamu masih bisa mendukung per part dengan Rupiah menggunakan e-wallet (Shopeepay, DANA, OVO, transfer bank, dsb) seperti biasa.

Di WEB kamu juga bisa TOP UP saldo koin dengan harga jauh lebih murah dan sesuai konversi 1 koin=100 rupiah

Jadi di aplikasi, kamu kalau beli 200 koin (Senilai 20ribu rupiah) itu seharga 29ribu rupiah. Di web, harganya tetap 20ribu rupiah.

Jadi saranku, supaya kamu tetap bisa akses karyaku dengan mendukung sesuai harga yang kuberikan, dukunglah via web saja. Atau kamu bisa beli koin di web, lalu koin itu bisa dipake beli via aplikasi, dan kamu bisa baca di aplikasi.

Terima kasih,

Kin

Oh iya... udah baca Swing-ku belooom?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro