16. Jas Laboratorium

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Titania memperhatikan susu kotak yang dibawakan Alvaro untuknya, entah ke mana perginya setelah cowok itu memberikannya susu dan beberapa snack. Titania masih enggan untuk beranjak mengeksekusi susu dan makanan ringan di depannya, yang pasti ia syok dengan apa yang ia dapatkan hari ini.

Beberapa menit yang lalu, Alvaro mengajaknya untuk pergi ke kantin hanya saja Titania enggan beranjak dari duduknya. Namun, Alvaro membelikannya susu dan makanan ringan membuat hati gadis itu sedikit menghangat. Sudah lama ia tidak memiliki seseorang yang begitu perhatian seperti sekarang.

Dengan gerakan perlahan, tangannya meraih susu kotak rasa cokelat dan meminumnya lewat sedotan yang tersedia. Ia melirik ke kanan dan mendapati ponsel Alvaro yang menyala di laci meja, nama seseorang membuat jantungnya berdebar kencang.

Rania.

Beberapa pesan dikirimkan dari kontak yang sama, hanya saja ia tidak berhak untuk membuka ponsel itu meskipun seminggu ia berpacaran ia sudah mengetahui sandi ponsel pria itu.

Entah kenapa Titania membayangkan Rania adalah seorang gadis lemah lembut dan sangat cantik. Hal itu membuat sudut hatinya merasa perih, perih karena ia sama sekali tidak tahu mengenai Rania.

Tak lama kemudian, Alvaro datang bersama kedua sahabat Titania. Mata gadis itu menatap Alvaro, Gio dan Rafael secara bergantian membuat Alvaro mengerutkan keningnya seolah-olah bertanya ada apa.

"Hape kamu bunyi terus," kata Titania dengan bibir yang masih menempel pada sedotan yang berada di atas kotak susu.

Alvaro yang mendengarnya penuturan dari Titania pun dengan segera mengecek ponselnya yang berada di laci meja. Cowok hanya melihatnya sekilas, setelah itu ia menaruhnya kembali. "Nggak penting," gumamnya.

Titania yang mendengar gumaman Alvaro pun mengangguk kecil dan melanjutkan membuka makanan ringannya. Alvaro duduk di sampingnya, menatapnya dengan tatapan dalam membuat Titania salah tingkah.

"Emm, ini aku nggak perlu bayar kan?" tanyanya seraya mengangkat makanan ringan, Alvaro tertawa kecil mendengar pertanyaan dari Titania.

"Bayar pake senyuman kamu," kata Alvaro.

Tanpa disadari dirinya, Titania tersenyum dengan rona merah di pipinya. Alvaro tentu saja melihat hal itu pun tertawa kecil, Titania mengusap wajahnya dan mendengus. "Suka banget bikin orang jantungan."

***

Seorang gadis berkacamata tengah duduk di kursinya, ia memperhatikan gerak-gerik dua orang yang cukup familiar di matanya. Titania dan Alvaro, kedua manusia yang berbeda jenis itu tampak tersenyum ke arah satu sama lain. Titania benar-benar bahagia sepertinya bersama dengan Alvaro, karena cowok itu sangat perhatian dengannya.

Satu minggu setelah kabar berita tentang Alvaro yang berpacaran dengan Titania, Ria terus memperhatikan gerak-gerik mereka. Seperti sekarang, tidak ada siapa pun yang tahu apalagi curiga terhadapnya.

Ia jadi mengingat tentang pembicaraan dengan sepupunya beberapa hari lalu, di mana ia bertanya apa kah sepupunya mengenal Alvaro atau tidak. Jawaban dari sepupunya membuat Ria menghela napas karena sepupunya mengira jika dirinya menyukai Alvaro.

"Kamu suka ya sama dia? Jangan deh, Alvaro nggak sebaik yang kamu kira."

Jawaban dari sepupunya membuat gadis yang sering memakai kacamata saat di sekolah mendengus kesal. "Aku nggak suka kok sama dia, ngapain juga aku suka sama dia."

"Kirain kamu suka sama dia."

"Mas kenal banget sama dia? Dia udah punya pacar juga, teman aku."

"Dia-"

"Ria!!!!"

Teriakan dari gadis yang sedari tadi ia perhatikan membuat lamunan Ria buyar seketika, gadis itu menoleh ke arah kanan dan kiri selanjutnya menatap lurus ke depan di mana Titania tengah menatapnya dengan tatapan bertanya-tanya.

"Kenapa?" tanya Ria dengan polos.

Titania mendengus kecil. "Gue panggil-panggil dari tadi nggak nyahut, lagi mikirin apa sih?" katanya membuat Ria menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Emangnya kenapa, Ta? Kok panggil aku," tanya Ria.

"Bawa jas praktikum? Hari ini kita ada praktek di lab kan?" tanya Tita yang tentu saja diangguki oleh Ria, gadis berkacamata itu sudah menyiapkan segalanya. "Aku nggak bawa," lanjutnya dengan cengiran lebarnya.

Ria menepuk keningnya sendiri karena Titania begitu kebiasaan tidak membawa jas praktikum, jika tidak ada jas sama saja tidak mengikuti jam pelajaran Pak Hermawan karena jika tidak memakai jas, maka tidak diperbolehkan masuk ke laboratorium kimia.

"Gue lupa, kemarin gue bawa pulang. Lupa dibawa," kata Titania. "Nanti lo bilang sama Pak Hermawan ya kalau gue ke toilet dulu," lanjutnya.

"Oke deh, kamu mau minjam ke siapa?" tanya Ria, ia mencari keberadaan Alvaro yang rupanya sudah tidak berada di tempatnya. "Nggak bilang dulu sama pacar kamu?"

"Nggak usah, gih sekarang lo ke lab. Gue mau nyari jas dulu," katanya yang diangguki oleh Ria.

***

"Cari ini?" kata seseorang menunjukkan sebuah jas yang dilipat rapi, Titania sudah mencari kelas yang sudah selesai praktek hanya saja tidak ada yang mau meminjamkannya.

Titania berharap dengan sangat dapat meminjam jas lab itu agar dirinya bisa mengikuti kelas Pak Hermawan. Hanya saja mengingat siapa orang yang memegang jas itu membuatnya berpikir dua kali. "Nggak usah makasih."

"Gue udah baik loh, terima aja. Nanti balikinnya kalau udah dicuci, atau kalau nggak ya langsung balikin aja begitu selesai," katanya.

Titania tampak ragu, kenapa cowok itu mau susah-susah meminjamkan jas laboratorium  untuknya? Ia terkejut saat tangannya diangkat kemudian jas itu ditaruh di atas tangannya.

"Jangan kebanyakan mikir."

Titania yang melihat punggung tegap itu berjalan menjauh pun dengan segera ke laboratorium untuk mengikuti mata pelajaran kimia. Jika saja ia tidak butuh, mungkin ia tidak akan meminjam pada seseorang yang sudah menyakitinya begitu dalam.

Titania memakai jas itu di depan laboratorium, betapa senangnya ketika ia masuk pak Hermawan beluk hadir. Ia segera menghampiri kelompoknya yang mana berisi Rafael, Alvaro, Gio dan Ria.

"Habis dari mana?"

"Pinjem jas," jawab Titania kala Alvaro bertanya kepadanya, Alvaro seperti mencium bau sesuatu dari jas yang dipakai kekasihnya. "Kayak kenal parfum ini," katanya.

"Hah?"

Titania bersyukur pak Hermawan memasuki laboratorium menghentikan argumen Alvaro tentang jas ini. Ia takut Alvaro salah paham dan cemburu dengan hal ini, bagaimana pun Bara adalah mantan kekasihnya.

Bara.

Untung saja sekolah mendesain jas laboratorium secara normal dan tidak ada namanya, namanya tersembunyi di kerah jas membuatnya aman. Bara adalah orang yang meminjamkannya jas, entah karena apa. Ia tidak tahu tujuan Bara meminjamkannya ini, apa dia punya maksud tertentu?

Jika iya, akan ia pikirkan nanti. Namun, jika tidak berarti dia sudah berpikiran buruk tentang cowok itu. Titania mendengarkan pak Hermawan seraya curi-curi pandang ke arah Alvaro yang tampak menawan saat diam dan fokus mendengarkan.

Kembali lagi ia menatap jas yang dipakai, harap-harap tidak akan menjadi masalah besar nantinya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro