20. Pilihan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

-Aku tidak bisa mengalah begitu mudah, segalanya yang sudah ada pada genggamanku akan aku genggam sekuat tenaga-
R

aina

***

Titania duduk di sofa menikmati makanan ringan yang ada di pangkuannya. Gadis itu menonton televisi dengan tenang, tak lama kemudian deru mobil membuatnya beranjak dari duduknya dan menaruh toples di atas meja.

Ia memutar kunci dan menyambut ayah di ibunya pulang ke rumah, Titania menyalami tangan ayah dan ibunya.

"Kamu belum tidur, Sayang?" tanya Mamanya.

"Belum, Ma."

Titania segera masuk bersama kedua orang tuanya. "Ma, besok mama ada acara?" tanya Titania yang dijawab gelengan ringan oleh ibunya.

"Nanti Ayah yang mau ke Singapura, jenguk nenek Bara," kata Mamanya membuat Titania hanya mengangguk kecil.

Ayahnya hanya diam saja memperhatikan interaksi antara anak serta istrinya.

"Berapa lama, Yah?" tanya Titania.

Ayahnya tersenyum tipis. "Belum tahu, sayang. Nanti besok ayah berangkat, kamu baik-baik ya sama Mama."

Titania mengangguk.

"Ayo kita makan malam bersama," kata Mamanya.

Mereka berjalan ke arah ruang makan dan makanan sedang disiapkan oleh bibi. Mereka duduk di kursi masing-masing, dan membalik piring.

"Nyonya, tadi pacarnya Non main ke sini."

Titania yang mendengar hal itu pun tersenyum malu-malu ke arah Bibinya, sementara Mamanya penasaran siapa orang yang menjadi kekasih putrinya. "Ganteng nggak, Bi?"

"Ganteng, Nya. Tadi saya sampai nggak kedip lihatnya," kata Bibi seraya menaruh lauk di hadapannya Mamanya.

"Tadi ngerjain tugas kelompok, Ma. Nggak main kok," kata Titania.

"Main juga nggak apa-apa, anak Mama kan udah besar. Sebentar lagi lulus," kata Mamanya membuat Titania tersenyum malu-malu.

"Sudah, Ma. Jangan digodain terus Titania, nanti jadi kepiting rebus."

***

Alvaro melangkahkan kakinya memasuki rumah, bundanya tengah berkacak pinggang menatapnya. Alvaro tersenyum tipis ke arah bundanya.

"Bunda ...."

"Habis dari mana, Al?" tanya Bunda.

"Habis ngerjain tugas kelompok, Bun."

Alvaro mencium tangan Bundanya, entah kenapa Bundanya menatap wajah cowok itu membuat Alvaro bingung. "Ada apa, kok Bunda lihatin aku kayak gitu?"

"Sana ganti baju dulu," kata Bunda.

Alvaro berjalan ke kamar namun Bundanya mengikuti dari belakang. "Kalau Bunda tanya sesuatu, kamu marah nggak?"

"Tanya apa, Bun? Tanya aja," kata Alvaro sedikit bingung.

"Hubungan kamu sama Raina, bagaimana?" tanya Bunda yang menatap wajah putranya membuat Alvaro yang ditanya seperti itu pun terkejut. "Tadi Raina ke sini, dia nangis sama Bunda."

Alvaro diam.

"Benar kalau kamu selingkuh?"

Alvaro mengusap wajahnya mendapat pertanyaan yang membuat kebahagiaannya pudar. "Bun, kalau aku udah nggak ada perasaan apa pun nggak boleh ya?" kata Alvaro.

"Boleh, Al. Kamu boleh bosan sama Raina, tapi kamu juga belum putusin dia kan? Kamu salah kalau jalin hubungan baru," kata Bunda.

"Aku bukannya udah nggak mau sama Raina, Bun. Tapi dia nggak ngabarin aku, satu Minggu. Udahlah, Bun ... nanti kalau dia ke sini lagi bilang aja aku nggak mau ketemu sama dia!"

"Al, kamu jangan egois dong."

Alvaro melemparkan tasnya di atas kasur. "Udah ya, Bun. Alvaro capek, mau istirahat."

"Kamu ditunggu Raina di kafe rainbow."

**

Alvaro mendatangi base camp yang sering ia kunjungi, mereka adalah teman-teman di sekolah lamanya. Hari ini benar-benar membuatnya sakit kepala, ah tidak- yang lebih membuatnya sakit kepala adalah Raina.

Gadis itu masih kekeuh untuk menemuinya, apalagi sampai menemui bunda. Ia menyesal membiarkan Raina mengenal bundanya, jika saja ia tidak pernah mengenalkannya pada bunda mungkin ia akan aman sekarang.

"Galau mulu lo," kata Damar.

"Tau nih, pacar udah dua masih aja galau. Masalahnya apa?" tanya Rio.

Alvaro lagi-lagi menghela napas mendengar ucapan itu, ia benar-benar pusing dengan semua ini. "Raina tahu gue punya cewek lagi," katanya.

Damar menepuk keningnya sendiri, ia benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran Alvaro. "Cewek lo yang sekarang cantik," katanya.

"Dia juga kuat," sambung Rio. "Dia lebih bisa nahan sakit dari pada Raina."

"Lo tahu maksudnya kan?" tanya Damar membuat Alvaro memijat pangkal hidungnya.

"Gue pusing banget, asli."

Dia juga kuat

Alvaro tahu Titania sangat kuat dan tabah dalam menjalani kehidupannya, mungkin kehilangannya tidak akan menjadi masalah besar kan? Tapi, ia juga harus memikirkan diri sendiri. Bagaimana dia tanpa Titania?

"Lo kenal Ria kan?"

Alvaro mengerutkan keningnya saat mendengar ucapan Rio. "Kenapa?" tanyanya.

Rio meniup asap yang keluar dari mulutnya sendiri dan menatap Alvaro. "Dia tahu kalau lo punya dua cewek," katanya membuat Alvaro terkejut.

Dari mana cewek cupu itu tahu?

***

Alvaro melangkah masuk dengan percaya diri, meskipun dirinya sudah telat selama satu jam. Gadis itu menatap nanar ke arahnya, membuat Alvaro menghela napas berat dan duduk di depannya.

"Udah lama nunggu?"

Gadis itu mengangguk kecil dan menyuruh Alvaro agar segera duduk. Gadis bernama Raina itu juga menyuruhnya untuk memesan sesuatu, hanya saja pada dasarnya Alvaro enggan untuk berlama-lama dengan Raina.

"Kamu harus pesan sesuatu, Al."

Alvaro menghela napasnya pelan dan memesan minuman. Dia hanya memenuhi keinginan Raina, selebihnya tidak ada.

"Sekarang aku mau nanya sesuatu sama kamu," kata Raina yang diangguki Alvaro.

"Kenapa kamu susah banget dihubungi?" tanyanya masih dengan senyumannya. Alvaro yang melihat hal itu pun sedikit merasa bersalah pada gadis itu, "aku tahu aku jauh, tapi seenggaknya kamu berusaha buat kita dekat lagi."

"Rain, aku minta maaf."

Raina mengangguk singkat. "Oke kalau hal itu bisa aku maafin, lalu ini apa?" katanya menunjukkan beberapa foto Alvaro yang terlihat manis dengan seorang gadis yang cowok itu kenal dengan jelas.

Titania.

"Kamu selingkuh, Al," katanya dengan suara lirih.

"Kamu boleh benci aku, kamu boleh putusin aku sekarang juga. Aku minta maaf," kata Alvaro, Raina menatapnya tidak percaya.

"Kamu pilih dia?"

Alvaro diam.

Raina mengusap wajahnya. "Al, kita ini udah jalan hampir satu tahun. Tapi kamu milih orang baru? Kamu yakin kamu nggak akan menyesal?"

Alvaro diam lagi.

"Aku mau kamu putusin dia," kata Raina.

Alvaro memandangnya dengan pandangan memelas, ia tidak mungkin tega melihat Titania menderita. "Aku sayang sama dia!"

"Al- stop! Aku nggak mau tahu, kalau dalam waktu tiga hari kamu nggak putusin dia! Aku yang bakal turun tangan," kata Raina mutlak.

Alvaro menghela napas panjang melihat kepergian Raina, ia benar-benar tidak tega melihat Titania menangis hanya karena dirinya namun di sisi lain ia juga tidak tega dengan Raina. Lalu, sekarang bagaimana? Apa yang harus ia lakukan?

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro