21. Bully

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

- Kepercayaan adalah kunci dari sebuah hubungan kan? -

-Titania-
.
.
.

Titania bersemangat untuk ke sekolah, tujuannya hanya satu ia sangat ingin bertemu dengan Alvaro. Entah kenapa ia sangat merindukan cowok itu, seharian tidak mengabarinya membuatnya sedikit khawatir. Apa yang terjadi pada cowok itu?

Hanya saja setibanya ia di kelas ia harus menelan rasa kecewanya karena Alvaro izin tidak masuk. Cowok itu pun tidak menghubunginya, jadi sebenarnya apa yang terjadi?

Gio, Rafael dan Ria berkumpul di meja biasa sebelum ada Alvaro datang. Akhir-akhir ini memang Titania semakin jauh dari Rafael dan Gio. Hal itu karena dirinya memang tidak diperbolehkan untuk dekat dengan laki-laki lain selain Alvaro.

"Gue nggak tahu lo bakalan percaya sama gue apa enggak," kata Rafael memulai percakapan, Titania yang bingung pun hanya mendengarkan saja.

Titania menatap Ria, Rafael dan Gio bergantian, ia benar-benar bingung. "Kalian kenapa sih?" tanyanya saat melihat Ria menggeleng menatap Rafael.

"Lo sayang beneran sama Alvaro?" tanya Gio.

Titania terkekeh. "Kapan gue main-main coba? Sama Bara yang berengsek aja gue serius," katanya tertawa garing.

Rafael menghela napas panjang, ia bukannya ingin mengadu domba antara Alvaro dan Titania hanya saja informasi dari Ria benar-benar membuat dirinya menarik dukungan untuk hubungan Alvaro-Titania. "Gue nggak ada maksud apa-apa, Ta. Tapi Alvaro nggak baik buat lo," katanya.

Titania menatap Rafael dengan tatapan kecewanya. "Kok lo ngomongnya gitu sih, Raf? Lo nggak suka gue terlalu dekat sama dia dan ngelupain lo? Bukannya lo juga yang biarin gue jadian sama dia?"

"Ta, keadaannya beda. Alvaro udah punya cewek sebelum kamu," kata Ria ikut menimpali.

"Riya kok lo gitu sih sama gue? Selama ini dia baik kok sama gue, dia nggak ada yang mencurigakan. Lagi pula dari mana lo tahu? Lo nggak tahu apa-apa, Riya!" kata Titania dengan nada kecewa pada sahabat-sahabatnya.

"Yo, lo masih dukung hubungan gue kan? Gue nggak bisa kalau tiba-tiba kalian bilang gini tanpa bukti."

Gio menghela napas panjang. "Lo nggak perlu percaya kita sekarang kok, Ta. Tapi kalau suatu saat lo tahu sendiri, kita siap buat jadi tempat bersandar lo."

"Kalian dendam sama gue ya? Gue udah terlalu dekat sama dia? Makanya kalian bilang kayak gitu?" kata Titania masih dengan pendapatnya.

***

Bara duduk di sebuah taman sekolah yang terdapat kolam ikan di dalamnya. Terdapat ikan-ikan lucu membuatnya sesekali memberi makan mereka. Rasa sakit yang berasal dari hatinya belum juga sembuh, ia juga belum bisa melupakan mantan kekasihnya.

Ah- lebih tepatnya ia belum bisa menerima kenyataan bahwa orang yang ia cintai adalah orang yang sulit untuk dimiliki.

Seseorang menghampirinya dan merangkulnya, Bara melirik dan segera melepaskan tangan itu dari bahunya. "Jangan sentuh gue, Audrey. Kita udah selesai," katanya.

Bara akan menjauh dari Audrey hanya saja ucapan gadis itu membuat langkah Bara terhenti.

"Kalau lo masih menjauh dari gue, gue bakal bikin Titania malu. Gue bakal bilang ke orang-orang kalau dia anak haram," katanya

"Lo nggak akan berani," desis Bara.

"Kenapa nggak berani? Lihat dan nikmati kehancuran Titania yang sebenarnya, Bara sayang. Sesuai keinginanmu, dulu."

Bara melihat kepergian Audrey dengan tangan mengepal, memang benar dulu ia sangat menginginkan kehancuran Titania Alexandra karena ia mengira jika ibu gadis itu adalah perebut ayahnya.

Sekarang keadaannya berbeda, ia tidak mungkin menyakiti gadis itu untuk yang ke sekian kalinya. Cukup dulu saja ia menyesal, sekarang ia tidak akan lagi mengusik ketenangan gadis itu. Ia akan menghalangi siapa pun yang akan menyakiti Titania Alexandra, adiknya.

Bisa kan ia mengatakan seperti itu?

**

Titania menghabiskan jam istirahat hanya seorang diri, ia tidak bersama dengan Ria ataupun Rafael dan Gio. Ia memutuskan untuk berdiam di perpustakaan, seorang diri dan hanya diam dengan buku di hadapannya.

Istirahat setengah jam membuatnya bosan, seorang diri di perpustakaan. Hanya saja dirinya terusik saat beberapa orang bergerombol dan berbisik-bisik tentangnya.

"Kata Audrey, dia anak haram."

"Iya, kan Bara juga pernah bilang kalau Titania itu anak pelakor. Jadi wajar aja dia suka godain cowok orang, kayak ibunya."

"Pantas udah nggak punya teman, ternyata dia anak haram."

Titania yang merasa telinganya memanas pun segera melangkahkan kakinya keluar dari perpustakaan, mereka terdiam saat Titania menaruh buku di rak dengan kasar. Kemarahan Titania, siapa yang tidak takut?

Bisik-bisik tentangnya benar-benar tidak tahu tempat, tidak di perpustakaan, di koridor sampai ke kelasnya pun mereka masih berbisik-bisik tentangnya.

Ria menatapnya membuat Titania menghela napas panjang. "Lo ga mau kayak mereka? Bilang gue anak haram, bilang gue anak pelakor?" kata Titania dengan ketus.

"Ta, kok kamu ngomong gitu?"

Titania mendengus dan duduk di tempatnya. "Bukannya semua orang lagi kayak gitu?" katanya membuat Ria terdiam di tempatnya.

"Kita nggak akan kayak gitu, Ta. Jangan samain kita sama mereka," kata Rafael yang tiba-tiba duduk di samping Titania.

Mata gadis itu berkaca-kaca dan memutuskan untuk menaruh kepalanya di atas lipatan tangannya sendiri. Ia benar-benar sedang tidak baik-baik.

***

Audrey tersenyum senang ke arah Bara yang menatapnya tajam, saat ini mereka tengah berada di atap gedung. Bara yang sedang diliputi emosi dan Audrey yang tampak biasa saja dengan hal itu.

"Dia kuat juga," kata Audrey membuat amarah Bara semakin memuncak. Bara mencengkeram pipi gadis itu membuat Audrey meringis menahan rasa sakit yang ada di pipinya.

"Gue bisa lakuin apa aja ke lo, Drey. Jangan macam-macam," kata Bara menahan dirinya agar tidak melempar gadis itu dari sini.

"Sebentar lagi, pacar sialannya itu bakal nyakitin dia. Dan lo, nggak bisa apa-apa. Titania udah benci sama lo," kata Audrey di sela-sela cengkeraman yang ada di pipinya semakin kuat.

Bara yang mendengar hal itu pun melepaskan dengan kasar. "Apa maksud lo?!" tanyanya dengan nada tinggi membuat Audrey tertawa terbahak-bahak.

"Kita lihat saja, Bar. Dia udah bikin gue ngemis-ngemis di kaki dia biar dia nggak ganggu gue dan Piyan. Sekarang biarin gue jadi penonton atas karma yang udah dia lakuin," kata Audrey dan melenggang pergi dari sana.

Gadis itu berhenti dan berbalik. "Lo harus siapin bahu buat adik lo bersandar, Baby."

Bara mengacak rambutnya frustrasi, Audrey memang mengetahui bahwa Titania adalah adiknya hanya saja berbeda ibu. Bara menyesal telah menceritakan pada Audrey sialan itu!

Ia jadi mengingat tentang hubungannya dengan Alvaro yang sekarang menjadi kekasih Titania, dulu mereka saling menjaga satu sama lain. Bahkan Alvaro sempat memintanya untuk menjaga Titania saat di sekolah.

Sayangnya, ia mengkhianati perjanjian dirinya dan Alvaro. Bara tidak akan menaruh hati pada Titania, namun gadis itu begitu menarik perhatiannya membuat ia mengingkari janji yang sudah dibuat.

I'm sorry.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro