23. Bunda Alvaro

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

- Aku tidak pernah bermain-main, kecuali pada seseorang yang memulainya terlebih dahulu dan itu bukan kamu -

-Alvaro-
.
.
.

Titania membaca alamat yang ada di layar ponselnya dan ia melirik ke arah nomor rumah di hadapannya, gadis itu mengangguk kecil. Semoga saja ini benar rumahnya, kemudian Titania mendekati pos satpam.

"Permisi Pak, ini benar rumahnya Alvaro Narendra?" tanyanya.

Satpam itu berdiri mendengar suara Titania. "Iya Neng, benar. Neng ini siapanya mas Al?" tanyanya.

"Saya teman satu kelasnya pak, ingin menjenguk dia. Udah tiga hari nggak masuk sekolah," kata Titania.

Satpam itu mengangguk dan membukakan gerbang untuk mereka. "Masuk saja, Non." katanya.

Titania menyuruh Gio dan Rafael memasuki halaman rumah Alvaro membawa motor mereka, sedangkan dirinya berterima kasih pada satpam dan segera berjalan menuju pintu.

Rafael dan Gio menekan bel yang ada di sana, tak lama kemudian seorang wanita paruh baya membukanya. Rafael dan Gio menyalami tangan wanita yang diduga adalah ibu dari Alvaro.

"Saya teman sekelas Alvaro, Tante. Alvaronya ada?" tanya Gio.

Wanita paruh baya itu tersenyum dan menyuruh mereka masuk. "Alvaro demam dari kemarin, nggak tahu kenapa. Pulang-pulang badannya panas."

"Ayo Tante antar ke kamar Alvaro."

Titania melihat ibu dari kekasihnya ini terlihat baik pun mengikuti dari belakang, bersama Rafael dan Gio tentu saja. Sebenarnya jauh dalam lubuk hatinya ia sangat gugup bertemu dengan ibu dari Alvaro, untung saja Rafael dan Gio tidak resek dan tidak meledeknya.

Ini mengurangi kegugupannya.

Titania menghela napas dan sedikit terkejut saat melihat seorang gadis keluar dari sebuah kamar yang ia pikir adalah kamar Alvaro.

"Raina, Al udah mau makan?"

Gadis itu menggeleng perlahan dan menatap Titania, tatapan mereka bertemu dan selanjutnya ibu Alvaro mengangguk kecil.

Dia yang bernama Raina?

"Nah, ada temannya Alvaro. Kali aja mau disuapin sama lo," kata gadis itu padanya.

Ibunya Alvaro pun menatap gadis yang bernama Raina dan dirinya bergantian. "Ya sudah, nanti Bunda yang bujuk Al buat makan."

"Aku pulang dulu ya, Bun. Yang bisa nyembuhin Alvaro udah datang, semoga dia cepat sembuh."

Titania hanya menatap bingung gadis itu, kemudian ia tersadar saat lengannya disentuh oleh ibu Alvaro. "Nama kamu siapa, Nak?"

"Titania, Tan."

"Ya sudah, ayo teman-teman kamu sudah masuk."

**

"Kenapa nggak bilang mau pada ke sini?"

Titania yang mendengar hal itu pun menghentikan aktivitasnya dan menatap Alvaro yang sedang berbaring di kasurnya. "Kalau nggak suka kita bisa pulang kok, masih banyak tugas yang belum dikerjakan."

"Dih, gue cuma bilang kenapa nggak bilang. Gue mau ketemu lo dengan keadaan seperti ini," katanya membuat Titania mendengus.

"Mau keadaan lo kayak apa juga Titania nerima kali, Al."

Perkataan Gio disetujui oleh Rafael. "Iya, eh- btw tadi siapa? Kenalin lahh," kata Rafael menanyakan seseorang yang keluar dari kamar Alvaro.

"Dia sepupu gue, boleh nanti gue kenalin sama lo," kata Alvaro dengan entengnya, di sisi lain Titania setia mendengarkan semua itu.

Titania beranjak pada makanan yang ada di nakas, sepertinya Alvaro belum menyentuh makanannya. Gadis itu berinisiatif untuk menyuapi makanan untuk Alvaro. "Makan."

Alvaro menatap wajah Titania dengan mata berkaca-kaca, membuat gadis itu mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa?" tanyanya, Alvaro menggeleng dan membuka mulutnya menerima makanan dari Titania.

"Terima kasih mau datang."

Titania mengangguk dan kembali menyuapi Alvaro, urusan gadis itu biar ia mengurusnya nanti. "Kamu kok bisa sakit?"

"Iya, Alvaro tiba-tiba pulang tahu-tahu jatuh dari tangga. Untung baru naik, coba kalau udah tinggi- Bunda nggak bisa bayangin deh."

Suara dari wanita paruh baya yang baru saja datang membuat Titania terkejut.

"Dari tadi nggak mau makan, lapar kan?" tanya Sang Bunda dan melirik piring dan sendok yang ada di tangan gadis yang masih memakai seragam itu. "Kalian sudah makan? Biar Tante siapin makanan ya," lanjutnya.

"Emm, nggak usah Tante. Kita sudah makan kok," kata Titania, tidak enak juga makan di rumah orang. "Tante nggak usah repot-repot."

"Iya, Tan. Kita kenyang kok," kata Gio ikut menimpali.

"Ya sudah, kalian lanjut ngobrol lagi ya. Tante ke bawah dulu," kata Bunda Alvaro. "Jangan lupa habiskan makanan kamu, Al."

"Iya Bun."

***

Sepulangnya teman-teman Alvaro, Bunda Alvaro masuk ke dalam kamar putranya dan menatap tajam Alvaro yang tampak semangat. Wanita paruh baya itu mengangkat sebelah alisnya.

"Dia siapa? Kamu senang banget kayaknya," kata Bunda.

Alvaro terkejut melihat Bundanya masuk. "Apa sih Bun," katanya.

"Dia cewek yang kamu suka?" tanya Bunda.

"Dia pacar aku, Bun."

Bundanya menghela napas panjang. "Terus, Raina bagaimana?" tanyanya membuat Alvaro menghela napas berat.

"Bun, jangan ingatkan Al sama itu. Al pusing, Bun."

Bundanya mengelus puncak kepala putranya, dan mengangguk kecil. "Ya sudah, kalau kamu inginnya seperti itu. Kamu istirahat ya, biar cepat sembuh."

Alvaro mengangguk.

Ia kembali memikirkan Titania yang terjadi cek-cok dengan Audrey, ia mendapatkan sedikit informasi dari Gio saat Titania dipanggil oleh ibunya. Apakah gadis itu tidak apa-apa?

Alvaro harus menguatkan dirinya agar berangkat ke sekolah untuk melihat perseteruan antara Titania dan Audrey. Ia tidak mau terjadi sesuatu pada gadis itu, ia ingin selalu ada untuk Titania.

Berharap besok tidak terjadi apa-apa pada gadis itu, ia tidak ingin Audrey menyakiti kekasihnya. Apapun alasannya, jika ia harus berdebat dengan Bara karena mengganggu Audrey -kekasihnya- ia tidak masalah.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro