8 | What are You Doing Here?!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Liburan, waktu yang pas buat nulis lanjutan TCSW. Btw, udah baca MMIYD dan TP belum? Baca juga ya, udah pada tamat kok, jadi ga perlu nunggu lanjutannya lagi.

Selamat membaca!
Kutunggu vote dan komentarnya.
.
.
.

Part 8 What are You Doing Here?!
.
.

Ini hidupku bukan drama Korea
Tapi semenjak aku selamatkan dia dari fans gilanya
Hidupku berubah jadi mirip drama

"Masuk."

Gabriel berkata seolah dia ini bodyguardku seperti di drama Korea yang sering Alyssa kasih lihat lewat ponselnya. Tangan kirinya masih bertengger di gagang pintu mobil yang sudah dia bukakan. Kalau tidak dalam kondisi canggung, aku akan bersiul menggodanya yang memerlakukanku bak seorang Putri kerajaan.

Aku memilih menurutinya dan masuk ke dalam mobil tanpa bersuara. Percayalah, selama lebih dari sepuluh tahun berteman, baru ini aku merasa takut berada satu mobil dengan Gabriel hanya berdua. Bagaimana tidak? Di sini, di dalam mobilnya ini, dia akan ceritakan hal-hal yang belum pernah kuketahui sebelumnya.

Tak lama setelah aku masuk, Gabriel membuka pintu bagian pengemudi dan memasang sabuk pengaman. Kalau bukan karena bunyi perutku, mungkin percakapan ini takkan termulai sampai negara api menyerang.

"Lo laper, mau makan dulu?" tanya Gabriel setelah membelokkan mobilnya keluar gerbang kampus.

"Boleh," jawabku cepat. "Richeese, ya..."

Gabriel melirik ke arahku sekilas dan cengirannya terlihat. Yes, akhirnya!

"Perut karet, lagi marahan masih aja minta yang aneh-aneh." Gabriel menggelengkan kepalanya. Ya-ya-ya, tidak masalah dikau mencela daku Gabriel Elfano, yang penting keadaan canggung ini segera kabur!

"Emang kita lagi marahan, ya?"

Gabriel diam. Aku pun memutuskan untuk kembali bersuara. "Gabriel, kalau ada sesuatu, jangan diem aja, gue kan jadi nggak tahu gue salah apa dan gimana perbaikinnya."

"Bukan salah lo." Gabriel kembali menatap mataku saat lampu perempatan sedang berwarna merah. "Ini masalah gue yang nggak pernah paham sama jalan pikirannya Rio."

Aku mengernyit, kenapa tiba-tiba pembicaraan kami berbelok arah gini? Bukannya pertanyaan gue di kampus tadi seputar perasaan Gabriel ke aku, ya?

"Rio?" tanyaku, barangkali aku salah dengar atau apa.

"Hm," gumam Gabriel. "Rio naksir sama lo, banget. Tapi pas SMA cuma kirim surat, ajak ketemuan selalu di tempat asing yang sepi, gue nggak paham mau dia apa. Gue kuatir lo bakal nurutin dia lagi kayak pas nonton di bioskop itu, makanya surat dia langsung gue buang ke kolam ikan.

"Gue tahu lo marah, tapi lo selalu menghargai gue dengan nggak menujukkan kemarahan itu, karena Bang Ian percaya gue nggak mungkin nyakitin lo. Dan lo udah anggap gue sebagai kakak, sama kayak Bang Ian."

Aku mengangguk mengiyakan. Itulah mengapa aku yakin seratus persen kalau aku tidak ada perasaan lebih pada Gabriel. Tapi Gabriel padaku, who knows?

"Alyssa salah, gue nggak suka sama lo sebagai perempuan. Gue udah anggap lo sebagai adik dan tindakan gue itu semata-mata buat lindungin lo dari orang misterius kayak Rio."

"Misterius gimana maksudnya?" Oke, satu masalah selesai. Gabriel tidak naksir aku.

Mata Gabriel berfokus kembali pada jalan di depannya ketika lampu merah berubah warna menjadi hijau. Saat dia menengok ke arah spion tengah, matanya sempat melebar sedikit, entah kenapa.

"Gimana gue nggak kuatir kalau cowok yang suka sama lo selalu begini dari dulu?"

Hah?! Aku mendelik dan memutar tubuhku. HR-V putih yang asing berada tidak jauh dari mobil Gabriel.

"Rio selalu ngikutin lo dari SMA−"

"APA!? Kok gue nggak tahu kalau gue punya stalker seganteng dia?!" seruku pada Gabriel sambil kembali mendudukkan diri menghadap depan.

Eh, tunggu, tadi kayaknya ada yang salah ucap deh...

"Lo cuma lihat gantengnya dia doang? Nggak takut sama sekali dia ngikutin lo kemana-mana gini?"

Nah itu, itu! Kenapa aku tidak takut sama sekali, ya? Aku terdiam, manusia normal pasti akan merasa takut lebih dulu ketimbang kagum dengan pahatan wajah Rio yang... MashaAllah, betapa indahnya ciptaan-Mu. Eh, tuhkan, salah fokus lagi!

"Tapi... gue nggak pernah−"

"Nyadar? Itu karena lo nggak peka, selama ini hidup lo berputar gitu-gitu aja, nggak pernah peduli lingkungan. Gue bersyukur pas kuliah temen lo bisa ada dua, meskipun mereka sama anehnya−"

"Kok kita merembet bahas yang lain sih?" kataku sewot. "Rio kayak gitu udah dari dulu? Kok lo nggak kasih tahu? Trus kenapa dulu lo taruhan segala sama Rio? Emangnya gue termasuk ke dalam komoditas gitu? Pake jauhin gue segala selama seminggu, tega lo berdua!" cerocosku mengingatkan topik pembicaraan kami, sebelum kembali berbelok ke arah yang lain.

"Gue sayang sama lo, Fy. Gue nggak mau orang aneh kayak dia nyakitin lo."

"Orang aneh lo ladenin, lo sama anehnya berarti," ketusku.

Gabriel mungkin malu, dia jadi diam dan hanya fokus pada kegiatan mengemudinya. Aku pun menghela napas, melirik kembali ke belakang dan di sana masih terdapat HR-V putih Rio.

"Lo tahu jalan tikus yang pernah gue bilang?" kataku sambil menghadap ke depan lagi. Entah kenapa aku mulai tidak nyaman dengan sikap Rio, apa pun alasannya.

"Lo mau ngehindarin Rio? Tumben...."

"Ayah sama Ibu nggak bakal suka kalau tahu, gue nggak mau Rio−"

"Rio udah tahu rumah lo kok."

APA!?

***

"Masalahnya itu apa sih?"

"Nah, lo baru bertanya sekarang? Gue udah dari dulu, Fy. Makanya gue larang lo untuk jadian sama dia, ya karena itu."

Gabriel menghentikan mobil di gerai Richeese, ketika kami telah keluar dari perkampungan yang cukup rumit jalannya. Dijamin, Rio tidak akan bisa menghapalnya hanya dengan sekali lewat. HR-V putih Rio tadi disalip dengan banyak motor, membuat pergerakannya melambat dan jaraknya dari mobil Gabriel sangat jauh.

Tangan Gabriel meletakkan nampan berisi ayam berlumur saus cabai level tiga dengan saus keju di wadah terpisah ke atas meja. Aku duduk berhadapan dengan Gabriel dan minum lebih dulu si pink lava.

"Dia jadi aneh semenjak perusahaan keluarga dia pecah."

"Pecah?" tanyaku sambil mencolekkan saus kejunya, kenikmatan yang hakiki sekali. "Pecah gimana maksudnya?"

"Nggak paham juga sih, tapi semenjak kakeknya meninggal. Maheswara grup jadi agak kacau. Setahu gue, Bokapnya Rio itu anak ketiga dan punya dua kakak laki-laki. Intinya, Bokap Rio jadi Presiden Direktur pengganti, jauh daripada perkiraan semua orang yang mikir kalau anak pertama yang bakalan jadi Presdir."

Drama banget sumpah! Kalau Alyssa mendengar ini, dia pasti berminat tingkat tinggi.

"Trus, apa pengaruhnya sama sikap Rio yang nguntit gue itu?"

Gabriel memajukan tubuhnya, kepalanya jadi hanya berjarak sekitar 30 senti saja dari wajahku. "Kenapa nggak lo tanya langsung aja sama Rio? Mumpung orangnya di sini...." Gabriel berbisik padaku, dan... APA!?

Aku menelan kulit ayam super pedas itu dengan susah payah, wajahku mendadak seperti tersiram pink lava yang dingin. "Ja-jangan bercanda, Gab-riel...."

"Gue juga kaget, matanya ngeliat gue kayak Bokap lo nangkep basah gue mau cium anaknya tahu nggak," bisiknya padaku dengan wajah yang memucat.

Aku menelan ludah yang terbakar. Drama Korea apa sih ini yang lagi aku mainkan!?

***

"Pergi buru, Gabriel. Gue mau berumur panjang sumpah," kataku cepat sambil membuka sabuk pengaman dan pintu mobil.

"Lo pikir gue nggak mau!? Udah sana lo turun. Nggak Bokap lo, nggak cowok yang naksir lo. Tatapannya udah kayak buaya siap nerkam!"

Aku menatap Gabriel ngeri, mau tak mau mengiyakan apa yang dia lontarkan barusan. Aku menutup pintu mobil Gabriel dengan bergegas dan melirik sekilas ke belakang, HR-V putih masih setia di sana setelah kejadian mengejutkan di Richeese.

Rio tiba-tiba saja datang dengan membawa nampan berisi ayam tanpa berlumur saus pedas dan segelas pink lava. Dia menaruh nampan itu di atas meja, sebelah kursi yang kududuki kemudian mengambil bangku kosong dan memosisikan bangku itu di sebelahku. Untuk pertama kalinya dalam seumur hidup, aku merasakan ada orang yang bisa membawa hawa tegang ketika aku bersama Gabriel, selain Ayah!!

HR-V putih itu berhenti di depanku ketika aku sibuk melamun, kaca jendelanya terbuka menampilan wajah Rio yang terlihat datar dan... menegangkan?

"Besok pagi ada rencana?"

Kalau rencana yang dia maksudkan adalah CFD seperti orang-orang kebanyakan, aku pastikan aku termasuk spesies yang sangat sulit untuk diseret dari kasur buat berlari di Minggu pagi, jika tidak dalam kondisi tertentu.

Aku menggelengkan kepala tanpa bersuara. Horor banget kali lagi bicarakan orang, trus tiba-tiba subyek pembicaraannya datang! Apalagi yang diomongin itu sudah menguntitmu selama beberapa tahun!

Kulihat kepala Rio ikut mengangguk. Bibirnya nampak tersenyum sekilas sebelum berkata, "Oke, see you!"

Aku mau tak mau ikut tersenyum sambil bergumam asal. "Hm...."

Ketika HR-V putih tersebut melaju dan berbelok di ujung jalan. Aku merasa ada sebuah batu besar yang baru saja diangkat dari kedua bahuku.

"Gue baru tahu kalau disukai orang ternyata setertekan ini."

***

Minggu pagi, pukul tujuh kurang sepuluh menit. Aku memutuskan untuk turun ke bawah ketika merasa bahwa Drama Korea yang Alyssa pernah berikan padaku sudah selesai. Setelah sholat Shubuh aku tidak bisa kembali tidur karena kejadian kemarin. Aku merasa masih seperti di alam mimpi yang probabilitas terjadinya sangat kecil, Ario Maheswara, Rio, menguntitku sejak SMA dan kembali melakukannya kemarin secara terang-terangan!

Aku menggelengkan kepalaku ngeri dan mencoba untuk berpikir positif, pasti ada alasan masuk akal yang bisa dipertanggungjawabkan seorang anak IPA yang katanya jenius itu dulu. Pasti! Tapi, apa?

Hah, sudahlah, lebih baik minum air dulu dan memberikan kejutan pada Ibuku kalau aku bisa bangun pagi. Saat aku sudah berada di dapur dengan segelas air di tangan, aku mendengar pintu depan rumah terbuka dengan suara Ayah dan Ibuku yang tengah mengobrol. Aku pun menolehkan kepala dan hendak bertanya darimana mereka, sebelum ada sosok lain yang tertangkap kornea mataku.

Sontak, gelas yang aku pegang terlepas begitu saja ke lantai, untungnya gelas itu bukan gelas kaca melainkan gelas plastik yang tidak akan melukai kakiku yang telanjang tanpa sandal rumah.

Orang itu.... Dia.... Ario Maheswara dengan baju olahraganya! Dan sekarang dia tersenyum ke arahku yang menatapnya dengan mulut terbuka.

Tunggu....

Tunggu....

Kenapa Rio ada di rumahku!?

"Ify, kamu ngapain sih?" Ibu menghampiriku yang masih membeku dan memungut gelas dengan isinya yang sudah tumpah membasahi lantai. "Sana ke kamar, rapi-rapi, ih, kamu mah! Bikin malu aja!" bisik Ibu kemudian di samping telingaku.

"Hah?" tanyaku yang linglung. "Emang kenapa?"

Ibuku terlihat mendesis dan meletakkan gelas di atas meja bar. "Lanjut aja ya ngobrolnya, biar Ibu yang jelaskan sama Alifya." Tangan Ibuku langsung menggamit lengan kananku setengah menyeret, Ibu membawaku ke lantai atas dan menggiringku ke dalam kamar yang letaknya persis di atas ruang tamu.

Setelah pintu tertutup, Ibuku memandangku dengan mata menyipit.

"Kamu pacaran?"

"Nggak," jawabku cepat. Aku masih normal untuk tidak pacaran di tengah keluargaku yang seperti ini. "Aku masih mau kuliah S2, Ibu ingat, kan?"

"Trus kenapa dia datang mau lamar kamu?"

"APA!?"

To be continued.

Ada berapa kata Apa yang Alifya ucapkan dalam part ini, hayooo?
Aku perlu banyak belajar untuk membuat RomCom nih. Hm... Belajar sama siapa ya?

Kutunggu lho vote dan saran kalian semua.

Sampai jumpa di part mendatang!

231217

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro