9 | Between My Dream and His Wish

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Selamat membaca teman-temankuuu ^∇^

Kutunggu vote & komentarnya yaa...
.
.
.

Part 9 Between My Dream and His Wish
.
.

Selalu ada jalan tengah untuk semua masalah

Selama kita mau tenang, berpikir dan sedikit mengalah

Jam dinding di ruang keluargaku yang ada di lantai dua menunjukkan pukul sembilan lebih sedikit. Setelah Rio pulang menyisakan huru-hara di rumah. Ayah, Ibu, Kak Ian dan aku berkumpul di sini untuk membahas suatu hal paling tidak masuk akal yang pernah terjadi selama dua puluh tahun aku menghirup napas sebagai putri kedua Ardila dan Hanif.

Ayahku, Hanif, memandangiku dengan tatapan lurus, membuatku perlahan namun pasti menundukkan wajah karena tubuhku mulai terasa menggigil. Minggu pagiku hancur sudah, Ario Maheswara pelaku utamanya! Bagaimana bisa dia datang pagi-pagi ke rumahku dan membuat Ibuku berpikir kalau aku... amit-amit... hamil di luar nikah dan membuat pria itu dengan polosnya datang ke rumah untuk meminangku sebagai istrinya! Aku rasa kemarin sore dia kebanyakan minum pink lava, makanya mabuk dan bertingkah seidiot itu.

"Alifya Ardhani...." Panggilan berat Ayah membuat kepalaku lantas mendongak. "Berapa umur kamu sekarang?"

"Dua puluh, Yah." Sepertinya pembicaraan Ayah dan Rio membuat Ayah lupa umur anaknya sendiri.

Ayah terlihat mengangguk dua kali sambil mendengkus pelan. "Ayah dan Ibu menikah di umur dua puluh satu tahun."

Oke, terus kenapa? Bukan berarti aku juga harus mengikuti jejak Ayah dan Ibu, kan?

"Dan Ayah kira, kamu siap kalau harus menikah sekarang."

"Hah!?"

"Ayah!"

Aku dan Kak Ian kompak melongo di atas karpet yang kami duduki dengan bersila, sementara Ibu menarik lengan kanan Ayahku yang duduk di sampingnya, di atas sebuah sofa panjang berwarna putih.

"Ify masih dua puluh tahun dan sikapnya kayak anak lima belas tahun, Ayah, yang benar aja," kata Ibu membuat bibirku mengerucut. Biarlah, biar! Kalau itu bisa membuatku terlepas dari hal paling tidak masuk akal ini dan kembali hidup normal sebagai mahasiswi semester tiga.

"Bu, ada alasan kenapa Rio datang pagi-pagi sekali, dan meminta izin Ayah untuk merestui Rio menikah dengan Ify." Ayah kembali menatap mataku, kali ini dengan pandangan yang melembut. "Kamu tahu Mamanya Rio dirawat di rumah sakit, Fy?"

Aku langsung menggeleng. "Kenal dia aja belum lama." Jelas tindakan Rio sebagai secret admirerku waktu SMA tidak dihitung sebagai saling mengenal.

"Rio kuliah kedokteran, sedikit banyak tahu tentang kondisi Mamanya yang mengidap kanker hati stadium akhir. Kemarin malam, setelah pulang kuliah, Rio dan adiknya mengunjungi sang Mama, tiba-tiba aja kondisi Mamanya drop setelah bilang sama Rio kalau Mamanya ingin melihat Rio diwisuda dan menikah. Sekarang Mamanya masuk HCU dan kondisinya nggak sadarkan diri."

Aku merasa oksigen di ruang keluargaku menghilang untuk beberapa detik. Kanker hati. Stadium akhir. HCU. Ya Tuhan... aku membayangkan jika itu terjadi padaku... jika itu... terjadi pada Ibu dan Ibu memiliki keinginan yang sama.... Aku mungkin... aku mungkin....

"Ify, Ayah tahu impian kamu adalah kuliah sampai S2 dan nggak menikah sebelum itu. Makanya, tadi sebelum pulang, Ayah sempat tanya ke Rio beberapa hal."

Aku melirik ke arah Kak Ian sekilas, yang mau dinikahkan itu aku lho, tapi wajah Kak Ian terlihat memucat juga mendengar penjelasan Ayah.

"Ayah tanya sama Rio, kenapa Rio nggak berharap ada keajaiban untuk kesembuhan Mamanya. Rio bilang, dia nggak bisa menggantungkan diri sama keajaiban aja, meskipun hal itu mungkin terjadi, tapi Rio tetep harus ambil keputusan, terutama untuk memenuhi satu dari dua keinginan Mamanya, yakni menikah."

Aku tidak tahu harus berkata apa selain memuji sisi dewasa Rio yang tidak pernah kuketahui di dalam hati. Stalkerku... ternyata tidak seburuk itu.

"Ayah juga tanya kenapa Rio memilih untuk menikahi Ify dan yakin kalau Ify akan mau diajak menikah. Rio jawab, karena saat Mamanya meminta Rio untuk menikah, hanya kamu yang ada di pikirannya dan dia harus mencoba untuk melamar kamu, soal kamu terima atau nggak, itu urusan nanti, yang penting dia sudah berusaha untuk membahagiakan Mamanya. Rio tahu kemungkinan terburuk dari penyakit kanker, meskipun Rio terus berharap Mamanya bisa sembuh melawan penyakit itu."

Ayah terdiam sejenak, sepertinya untuk mengambil napas.

"Nggak ada yang tahu kapan kematian itu datang, pengalaman Rio saat Papanya meninggal membuat Rio nggak mau melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Papanya Rio meninggal nggak lama setelah mereka berdebat masalah jurusan kuliah Rio, Fy. Dan Rio menyesali hal itu sampai sekarang. Itu sebabnya, Rio nekat datang ke sini pagi-pagi buat ketemu Ayah dan melamar kamu."

Aku memejamkan mata dan menarik napas panjang. Kapan cerita ini akan berakhir? Aku benar-benar merasa sesak sekarang.

"Rio sudah ceritakan semuanya sama Ayah, yang jelas Ayah merestui kamu menikah sama Rio. Sekarang, semuanya terserah kamu. Ini kehidupan kamu Ify."

"Ayah," panggilku sambil membuka mata. "Pernikahan itu bukan sesuatu yang enteng untuk dilakukan. Kalau Ayah dan Ibu bisa, belum tentu Ify bisa. Ify masih dua puluh tahun dan seperti yang Ibu bilang, Ify masih kayak anak lima belas tahun. Kalaupun Ify memenuhi permintaan Mamanya Rio. Apa Ayah pernah pikirin perasaan Ify? Kenapa Ify harus berkorban kayak gini untuk orang yang bahkan...." Aku menelan ludahku sebelum melanjutkan. "Bukan siapa-siapanya Ify. Ify bisa lakukan apa aja buat Ayah dan Ibu, tapi nggak untuk orang lain."

"Rio seorang anak Ify, dan kamu juga seorang anak. Ayah pikir kamu mengerti posisinya Rio saat ini."

"Ify pikir Ayah akan ngerti posisi Ify sekarang," balasku dengan mata memanas. "Ify masih muda, Yah. Ada banyak hal yang belum Ify lakukan, dan hal-hal itu mungkin nggak bisa Ify lakukan kalau Ify nanti menikah."

"Kuliah S2 kamu akan aman, Fy. Ayah udah tanyakan ke Rio. Dia bilang nggak akan larang kamu untuk kuliah lagi setelah menikah, karena Rio juga harus koas dulu setelah wisuda. Dan Ayah juga udah mengajukan sebuah syarat sebelum Rio pulang, Rio menyanggupi syarat itu, makanya sekarang Ayah bicara sama kamu, Kak Ian dan Ibu."

Kalau Ayah sudah buat keputusan sampai mengajukan syarat, untuk apa aku diajak bicara!? Aku sudah tahu ke mana arah pembicaraan ini berujung, aku sudah sangat tahu! Apa aku punya pilihan? Jawabannya tidak! Dan selalu begitu. Aku rasanya mau berdiri dari dudukku sekarang juga, masuk ke kamar, membanting pintunya dan mengurung diri seharian!

Kak Ian menggenggam tangan kananku yang sudah terkepal sempurna, dia mengelus-elus jemariku dengan jari tangan kirinya yang kekar. Kak Ian, aku rasanya ingin menangis sekarang! Kenapa sih hidupku harus seribet ini!?

"Ayah bilang kalau Rio nggak bisa menyentuh kamu sampai kamu mendapatkan gelar sarjana. Itu artinya, meski sudah menikah, kalian berdua nantinya nggak akan tinggal sekamar, atau mungkin serumah. Ayah bilang kamu akan kesusahan menjalankan kuliah kalau kamu berbadan dua. Dan Rio menyetujui hal itu. Rio nggak akan menyentuh kamu setidaknya selama dua setengah tahun ke depan."

"Serius, Yah!?" seruan Kak Ian mewakili apa yang ada di dalam otakku. Pria mana coba yang bisa menahan gairah selama itu!? Kurasa Ario Maheswara sudah gila!

"Iya, Ayah serius. Itu semua Rio lakukan demi Mamanya. Ify, kalau ada seorang pria begitu menyayangi ibunya, itu berarti dia akan sangat menyayangi dan menghargai wanita yang akan menjadi pendamping hidupnya. Ayah yakin, kalau Rio bisa menjaga kamu, sebaik Ayah menjaga kamu selama ini."

Aku menundukkan kepalaku dalam diam. Bagaimana ini? Bagaimana aku bisa menghindari hal paling tidak masuk akal ini? Setengah dari diriku berkata aku harus menolong Rio, toh aku juga menyukainya, kan? Tapi setengah dari diriku yang lain berkata jangan gila! Menikah di umur dua puluh tahun, apa yang bakal dibilang semua orang nanti!?

Argghhh! Tolong hentikan semua ini toloooooonggg!!

"Fy, Kakak rasa, mending kamu ketemu Mamanya Rio dulu, gimana?"

Aku mendongakkan kepala, menatap mata Kak Ian meminta penjelasan.

"Kakak sebenernya keberatan kamu nikah muda, apalagi ngelangkahin Kakak, tapi, denger cerita Ayah, Kakak pikir, Rio juga pasti frustrasi sekarang. Stres dan galau antara hidup dia sendiri yang harusnya fokus ke pendidikan, atau justru menikah untuk menuhin harapan Mamanya yang sakit."

"Tapi, Kak..." rengekku membuat Kak Ian tersenyum kecil melihatnya.

"Ify. Selalu ada jalan tengah untuk semua masalah. Selama kita mau tenang, berpikir dan sedikit mengalah. Sekarang, yang perlu kamu lakukan adalah tenang, berpikir baik-baik dan coba gunakan rasa kemanusiaan kamu. Rio pasti nggak ingin ini semua terjadi, tapi mau gimana lagi, kan? Rio itu seorang anak yang mau berbakti sama orang tuanya, dan kalau kamu mau membantu Rio melakukannya, Kakak rasa, hidup kamu juga akan jadi lebih berkah ke depannya."

Aku mengerang dalam hati. Harusnya aku tahu kalau Kak Ian itu Ayah versi lebih santai! Apa pun yang keluar dari mulut Kak Ian pasti 11:12 sama yang Ayah pikirkan! Harapanku yang tersisa tinggal Ibu, kumohon Bu, kumohon! Ify tidak mau menikah di usia dua puluh tahun!

"Ibu rasa, Kakak kamu benar, Fy. Kamu temui dulu Mamanya Rio. Setelah itu kamu bisa memutuskan."

Kelar sudah! Aku tidak memiliki kekuatan untuk mengelak dari hal paling tidak masuk akal abad ini. Menikah muda!!

.
.
.
To be continue

Apa yang akan kamu lakukan kalau ada di posisi Ify?? Umur 20 udah mau dinikahin. (T▽T)
Da aku mah apa, umur 20 berkutat sama proposal acara organisasi (lah jadi curhat).

So, see you next part!

241217

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro