RENA - BIRTHDAY

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


May 17, 2011...


Gue masih belum bisa ngelupain kejutan yang gue dapet dari Lukas pagi tadi. I mean, where did he get the idea from? Gue juga nggak nyangka kalau Satya bakal ikut-ikutan. Selama ini gue selalu bisa nebak surprise apa yang bakal dikasih Satya. Tapi buat ulang tahun gue kali ini, gue bener-bener nggak nyangka kalau dia bakal ngasih ini sama Lukas. I'm happy. Gue setengah mati berusaha buat nggak mikirin apa pun selain ulang tahun gue and how I would like to spend my day. Gue mau seneng-seneng. Gue nggak mau khawatir sama hal-hal yang bisa gue khawatirin lain waktu. Today is about me enjoying my day.

Seperti biasa, gue nyewa vila buat gue tinggalin selama dua hari sekaligus bikin party. Bukan yang penuh dengan musik ala Sky Garden ya? Gue tahu diri juga. Just invite some good friends for dinner. Dan tahun ini, gue cuma ngundang 15 orang yang memang gue pengen undang. And to my surprise, Carla dateng ke Bali, straight from Singapore for me. With a box of Belgian chocolate, a very sultry tangerine Valentino gown and a pair of Christian Louboutin's stilettos as birthday gift. Gue bisa bilang kalau ulang tahun gue tahun ini, a kind of special.

Beberapa orang pada berendam di kolam renang, karena cuaca malam ini panas banget, beberapa lagi cuma ngobrol. Sementara gue cuma duduk di bar sambil ngeliatin tamu-tamu. Lukas sama Satya lagi ngobrol seru sama Ida dan Laras, entah ngobrolin apa. Kalau dari ngeliat body language mereka, kayaknya topiknya serius.

"Kamu lagi nggak mikir yang aneh-aneh kan Rena darling?"

Cuma Carla yang manggil gue dengan sebutan itu, there's no need to turn my head from the guy who drives me crazy. Gue tahu, perasaan gue ke Lukas selamanya akan jalan di tempat. Kalau bisa, gue pasti udah nyari cowok lain buat pelampiasan. But, I can't. At least, while he's still in Bali.

"Gue berusaha buat nggak mikirin itu, La. But, don't you see? They look adorable to—"

"Stop it, Rena darling!"

Kali ini, mau nggak mau, gue musti natap Carla, yang sepertinya berusaha jadi dark angel buat gue.

"You're in love. Itu yang penting. Enjoy that feeling of being in love. Masalah sama siapa, salah atau nggak, dosa atau nggak, forget it, darling. Jangan mengasihani diri kamu sendiri hanya karena kamu lihat mereka berdua. Ini bukan pertama kali kamu lihat mereka berdua dan kali ini nggak ada bedanya sama yang kemarin-kemarin. Stop torturing yourself! Aku nggak suka kamu jadi cewek menye-menye begitu. You're a tough girl, even when you're in love."

Gue cuma bisa nelen ludah denger kalimat Carla. She's right. Selama ini, gue nggak pernah jadi cewek yang dikuasai emosi meski lagi jatuh cinta. Having countless relationships with men, bikin gue kebal sama yang namanya kebawa emosi. Gue bahkan udah lupa kapan terakhir gue jadi kayak gini. Dan kayak ngejek gue, playlist gue lagi muter Cupid-ya Amy Winehouse. Great!

"Gue kadang berharap bisa jatuh cinta sama cowok lain, La. Not him. So I don't have to keep this lie."

"Stop that nonsense, Rena darling. It's your birthday and I'm here not to hear your whining or your guilty confession. I've had enough of that."

Mau nggak mau, gue senyum juga denger kalimat Carla. Somehow, se-ladylike apa pun temen gue itu, Carla selalu bisa bikin gue balik jadi diri gue sendiri. She never blamed me for things that I should've stoned to death. She always sees things from different sides.

Lukas tiba-tiba bangkit dari duduknya dan jalan ke arah gue dan Carla. In a brief moment, gue sama Carla cuma bisa saling pandang.

"Hey, birthday girl, what are you doing here? Sitting pretty?"

Gue cuma ketawa. Malam ini Lukas pakai polo dan celana pendek kargo. Damn! Sejak kapan gue merhatiin juga cara berpakaian Lukas? Even if he wears nothing, gue bakal tetep jatuh cinta sama dia. And my mental image suddenly never stops imagining Lukas wears nothing. Oh, dear, I am really in trouble!

"Kalian ngobrolin apa sih? Serius banget keliatannya."

Lukas ngambil satu lagi botol bir di belakang gue, karena gue memang lagi nyandarin lengan gue ke bar counter.

"Oh, Ida told us about her plan to do beach cleaning. Like, regular beach cleaning. Biar pantai di Bali selalu bersih. Masih mencari pantai yang mana karena terlalu banyak pantai di Bali dan terlalu banyak sampah," ucap Lukas sambil tersenyum.

"I think that's a terrific idea," sambut Carla.

Gue cuma ngangguk. "Lukas, thank you again for the surprise this morning."

Tiba-tiba, Lukas keliatan kayak gue udah buka kartu AS dia. His facial expression is priceless! Gue selalu ketawa tiap kali liat Lukas tersipu kayak gitu. Dan sekarang, gue punya alasan buat bikin dia tersipu.

"Rena, please don't bring that up again. Kamu tahu aku pasti malu kalau ingat tadi pagi."

"What did you do, Lukas?" tanya Carla.

Gue memang belum cerita ke Carla tentang kejutan yang dikasih Lukas sama Satya pagi tadi. Jadi gue mandang Lukas dengan senyum yang sengaja gue tahan. Beneran nggak kuat buat cerita ke banyak orang tentang apa yang Lukas lakuin pagi ini.

"Mau gue atau lo yang cerita?" tanya gue ke Lukas yang dijawab sama senyum sambil nutupin mukanya pakai tangan.

"I shouldn't have agreed with Satya's idea."

Gue langsung mandang Carla. "Jadi pagi ini, pagi banget sekitar jam 6-an, gue denger suara orang main gitar dan nyanyi di depan pintu kamar kos gue. Gue pikir, siapa sih nih pagi-pagi ribut di depan kamar. Lo tahu gue paling nggak suka dibangungin pagi-pagi tanpa alasan yang jelas. Pas gue bangun dengan mood yang udah jelek dan ngebuka pintu kamar gue, there they were."

Gue sebenernya udah nggak tahan buat nggak ketawa, tapi bagian yang bakal gue inget terus, belum gue ceritain ke Carla.

"Can you skip that part, Rena?"

Muka Lukas udah merah tapi gue tetep semangat ngasih cerita ke Carla.

"Pas gue buka pintu, Lukas sama Satya udah di depan pintu kamar gue, bawa kue sama lilin, nyanyi Happy Birthday. And guess what? Mereka dandan ala Marilyn Monroe! Complete with blonde wig and white dress! Siapa yang nggak ketawa coba?"

Kami bertiga ketawa begitu gue selesai cerita. Gue nggak tahu gimana Satya bisa ngebujuk Lukas buat pakai dress sama wig. Yang gue masih belum tahu, dari mana mereka dapet ide brilian kayak gitu. Pas liat mereka, gue tahu ini pasti idenya Satya. Lukas nggak akan pernah kepikiran buat bikin kejutan kayak gitu.

"Rena, please keep that story for yourself, okay?"

"Did you take their picture?" tanya Carla.

"Ya iyalah. Kapan lagi gue bisa liat Lukas sama Satya pakai dress sama wig? Lukas, lo nggak usah khawatir. Gue nggak bakal upload ke Facebook kok."

Sebenernya, lucu juga sih kalau di-upload ke Facebook dan liat reaksi orang-orang yang kenal Lukas maupun Satya, but I want to keep that memory for myself.

"Please don't, Rena."

Aku cuma ketawa liat Lukas dengan tampang memohon kayak gitu. I love him even more.

"Eh Sat, lo juga, serius banget sih obrolan lo sama Ida sama Laras. Ini ulang tahun gue, malah guenya dicuekin."

"Mau minta apa lagi coba? Kan udah bikin kamu ketawa pagi ini."

"We just talked about that Satya. And please, don't mention this to anyone. You don't want my face turns into a boiled lobster, right?"

Gue, Carla, dan Satya nggak bisa nahan ketawa sementara Lukas masang tampang memelas. Party wise, ini jelas bukan jenis birthday party yang gue suka, beda dengan sebelumnya. Biasanya, gue ngajak tamu-tamu gue clubbing setelah makan malam. Tapi nggak tahu kenapa, kali ini gue lebih pengen diem di vila. Ironis nggak sih kalau di hari biasa kadang gue pengen banget clubbing sementara di ulang tahun gue, malah gue nggak pengen pergi ke mana pun?

"Any plan after this?" tanya Lukas.

"Gue nggak pengen kemana-mana. Nungguin anak-anak pulang aja. Lagian, besok pada harus kerja kan? Kalaupun gue bayarin ke Hu'u atau ke The Stones, paling pada milih pulang."

Lukas cuma ngangguk, sementara Satya ngeliatin gue heran.

"Kamu serius, Rena? Nggak biasanya kamu absen clubbing di hari ulang tahun kamu."

"She's getting older, Satya, makanya absen dulu clubbing-nya," jawab Carla asal.

Gue denger suara ponsel berdering dan pas tahu itu ponsel Carla, with her lady manner, excuse herself dan menjauh dari gue, Satya, dan Lukas.

"Rena, gue ke sana dulu ya? Ada penggemar kayaknya."

Gue cuma geleng-geleng liat Satya yang tiba-tiba lari-lari kecil ke arah Laras yang manggil dia dari kolam renang. So, here I am with Lukas.

Gue nepuk kursi di samping gue dan minta Lukas buat duduk. "Are you enjoying the party?"

Lukas ngangguk. "You really know how to throw a party, Rena. Maybe you should start your own event organizer."

Gue cuma ketawa. "Noted."

Gue ngelirik Lukas yang masih megang birnya dan mandang ke kolam renang. Gue jelas tahu siapa yang jadi pusat perhatian dia.

"How's your feeling?"

Sebenernya, gue tabu banget nanyain itu ke Lukas. Gue berusaha nggak nyiksa diri gue sendiri dengerin Lukas ngomongin tentang perasaannya ke Satya kalau gue tanya kayak gitu. Tapi, gue juga nggak bisa nahan rasa penasaran gue. I've been wondering all these times. E-mail Carla masih gue inget banget dan kadang, gue kepikiran kalau dia bener tentang satu hal. Gue nggak bakal bisa maksain Lukas buat ngelupain Satya atau sebaliknya, karena gue nggak punya hak buat itu. Tepatnya, gue nggak bisa ngelakuin sesuatu yang memang jadi hak mereka. Cuma, gue juga nggak mau terima gitu aja. Selama Lukas masih di sini, gue bakal berusaha supaya dia bisa jaga jarak sama Satya. Heart-wise.

"Still the same, I guess?" jawaban Lukas—yang lebih ke pernyataan itu—bikin gue cuma bisa nelen ludah.

Gue mandang dia. "Can you find someone else? Maksud gue, nyoba buat ngalihin perasaan lo ke orang lain. It usually helps."

Lukas cuma kasih gue senyum tipis. "Not now, maybe in Germany. Who knows? Aku mungkin bisa saja melampiasakannya kepada orang lain, tapi itu sama halnya aku berbohong sama diri sendiri. Lagipula, waktuku di sini tinggal satu bulan. All I need to do is just trying not to think about my feeling too often. Once I get back to Germany, it will be easier. I hope."

Gue ngangguk, setuju sama omongan Lukas. It will be easier for me too, Lukas.

"Lo udah beli tiket balik?"

Lukas ngangguk. "June 29. My flight will be around 4 PM."

"June 29?" tanya gue lagi, berharap gue salah denger.

Lukas mandang gue kaget. "You look surprised, Rena. Memang ada apa tanggal 29 Juni?"

Gue ngeliat kalender yang kebetulan ada di meja bar di deket gue. "It's Wednesday."

Lukas cuma ketawa. "Yang artinya?"

"Gue nggak bisa nganter lo ke bandara."

"That's okay, Rena."

And it's also Satya's birthday. Tapi gue nggak bilang itu ke Lukas karena nggak mau Lukas jadi excited dan ngerusak ulang tahun gue. I'll tell him later.

"Lukas?"

Lukas mandang gue. "Yes?"

Gue pengen banget bilang kalau gue suka dia, just for the sake of letting him know what I'm feeling.

"Thanks for coming to my birthday."

"You know I would, Rena. So, keep it to yourself."

Gue cuma bisa ngangguk. Kenapa sih gue ini? Kebawa situasi mellow dari mana? Gue nggak boleh ceroboh sampai Lukas balik ke Jerman. Just a month, Rena and everything will be much much easier.

Sementara itu, gue merhatiin Lukas yang sepertinya nggak capek mandangin Satya. Gue jadi pengen tahu apa yang dipikirin Lukas sekarang dan apakah gue bakal bisa terima kalau gue tahu.

Kenapa jatuh cinta bisa jadi serumit ini sih?


***

Jadi, ini lagi-lagi 6 part sekaligus ya? Saya baik kan? hehehehe. Medianya adalah Cupid yang dinyanyiin sama Amy Winehouse. Kenapa saya negbut banget? Karena masih banyak part-nya, kalau saya update-nya dikit-dikit, nanti bakal lama banget, padahal saya udah pengen ngelarin ini sama Sebuah Pilihan Hati. Ini dikerjain di sela-sela ngedit TIGA MALAM.

I hope you enjoyed reading the 6 parts back to back!

And, selamat Lebaran buat kalian yang merayakan ya? Saya minta maaf kalau ada salah-salah :)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro