RENA - CANTEEN LUNCHEON

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

I don't know myself today.

Kenapa? Good question, people! Karena gue sendiri juga nggak tahu kenapa. Rasanya, nggak ada apa pun yang ganggu pikiran gue. Semuanya baik-baik aja. Mungkin, gue perlu clubbing ntar malem. For the sake of letting out I-don't-know-what feeling ini.

Bahkan, menu makan siang di kantin yang biasanya bikin gue nambah, sambal goreng tempe dan pecel tanpa kacang panjang, nggak sukses bikin gue ngambil porsi kedua. Gue telat ke kantin gara-gara ngebalesin e-mail Pak GM yang minta rundown acara dinner salah satu perusahaan multinasional lusa. Gue nggak heran kalau kantin ini sepi, lagipula udah hampir jam 2. Padahal, gue butuh orang buat diajak ngobrol biar gue nggak mikirin terus kenapa gue hari ini.

"Sendirian?"

Baru aja mau ngangkat wajah, Lukas udah duduk di depan gue dengan senyum lebarnya. Beberapa orang memang punya aura kayak Lukas. I mean, susah buat nggak bales senyuman Lukas karena senyuman dia itu selalu tulus. A genuine smile. Gue tahu sih, memang ada orang-orang yang punya sifat (atau karakter?) kayak gitu. Makanya, Lukas ditaruh di Front Office. Yang jelas sih, gue nggak masuk kategori itu. Just saying.

"Kok lo baru makan?"

"Agak sibuk di FO," jawabnya sambil ngelepasin udeng yang dia pakai.

"Grup yang dari Hijau Tour udah dateng?"

Lukas cuma ngangguk sambil masukin sepotong tempe bumbu Bali ke mulutnya. Gue selalu suka liat orang luar pakai pakaian adat Bali, apalagi cowok. They look... apa ya? Sexier? More attractive? Manlier? Pokonya, nyenengin buat diliat. Apalagi, seragam yang dipakai Lukas, ngepas banget di badannya yang tinggi dan agak berisi itu. He looks so... Delicious kayak sambal goreng yang baru gue makan.

"Lo ada acara nggak ntar malem?"

Gue musti ngomong. Atau, gue bakal terus mandangin Lukas dan ngebiarin pikiran gue lari kemana-mana. Which is not right at this moment.

Lukas mandang gue, diem sebentar sebelum menggeleng.

"Nggak ada. Ada acara apa malam ini?"

"Gue cuma nanya sih. Nggak ada acara apa-apa. Mau ngajak lo dinner lanjut clubbing, kalau lo mau. Lagi agak suntuk nih seharian."

"Traditional market? I like eating there."

Gue sebenernya paling males makan di Pasar Sindhu, pasar traditional di Sanur yang tiap malem berubah jadi night market. Memang banyak pilihan buat makan di sana, cuma buat gue, agak berisik buat makan meski gue harus akui, ambiance-nya enak.

"Ke Warung Malang aja deh, abis itu sekalian ke Sky. Itu kalau lo mau."

Lagi-lagi, Lukas tersenyum. "Oke. Mau aku jemput?"

"7.30?"

"Deal!"

Abis itu, gue balikin food tray ke tempatnya. Kelar ngambil puding labu kuning, gue duduk lagi di depan Lukas. Gue biasanya nggak suka dessert di kantin, tapi siang ini, gue masih males balik ke ruangan dan ngobrol sama Lukas jelas bakal bikin gue betah di kantin.

"I don't know you like that stuff."

"What? This?" tanyanya nunjuk tempe sama tahu yang rasa-rasanya, jadi menu utama makan siang Lukas karena gue nggak liat dia ngambil banyak nasi.

Gue ngangguk. "Too healthy."

"I'm semi-vegetarian, because I still eat fish, drink milk and occasionally consume cheese," jawabnya sambil nyengir.

WHAT? Cowok kayak Lukas begini semi-vegetarian? Oh my! Apa enaknya sih nggak makan daging? Gue masih nggak ngerti kenapa orang dengan sukarela nggak makan daging-dagingan. Gue sih nggak anti daging, tapi kalau disuruh nggak makan daging, gue nggak bisa. Gue milih makan junk food daripada nggak makan steak. Lagian, apa nggak lemes, nggak makan daging-dagingan gitu?

"Bakal ribet kalau ngajak makan lo di luar kalau gini."

Stok senyum Lukas ini berapa lusin ya? Dikit-dikit senyum.

"Justru sebaliknya, akan mudah kalau mau mengajak aku keluar. Asal ada sayuran, aku akan baik-baik saja. I'm super cheap date."

Kali ini, ganti gue yang ketawa. Lega akhirnya bisa ketawa hari ini. Nggak berarti gue belum ketawa seharian ya? Cuma... ketawa yang bener-bener ketawa. Bentar memang, tapi cukup buat bikin pikiran gue entengan dikit. Siapa pun yang jadi cewek Lukas, is one lucky bitch. Ngomong-ngomong soal cewek...

"Kalau gue ngajakin lo keluar, ada yang ngambek nggak? Cewek lo?"

Kali ini, Lukas diem cukup lama sebelum menggeleng.

"I have no girlfriend. 1000% available," jawabnya sebelum bangkit dari hadapan gue dan naruh food tray di tempat bekas makan staf-staf yang lain.

Gue cuma ngeliatin Lukas yang langsung ngambil piring kecil dan pas dia udah duduk lagi di depan gue, piring kecilnya itu isinya cuma buah doang. Melon sama pepaya. Cowok ini beneran deh makannya.

"Kenapa?"

Gue natap Lukas bingung. "Kenapa kenapa?"

"Terkejut aku cuma ambil buah?"

"Heran gue. Lo sehat banget makannya. Gue nggak liat lo makan banyak nasi tadi, lebih banyak tempe sama sayurannya, sekarang, lo cuma makan buah. Gue belum pernah nemu cowok yang makannya kayak lo."

Lukas senyum lagi. Damn! Lama-lama, gue bakal jadi groupies-nya Lukas kalau gini kasusnya.

"White rice is not that good, you know? And I stopped eating red meat about 7 years ago before many people claim they're vegetarians. In my opinion, Indonesia is like... heaven for vegetarian."

Ngeliat ekspresi Lukas yang kayak gini, gue jadi susah buat nggak senyum. There is something adorable in him. Crap! Gue mulai meng-adorable-kan Lukas. But, didn't he say he's available? So what's the problem then?

"Lo kenapa milih Bali buat tempat lo training?"

"Why? Because I love beach, I love surfing and I love Bali. I went here 4 years ago for a short vacation with my family and I fell in love instantly and decided that I have to come back here. So, here I am!"

"Lo surfing?"

Lukas ngangguk. "The only sport that will never bore me. Bali is a perfect place to surf, sekalipun aku belum banyak ke surfing spot disini. Well, I have 8 months for that, right?"

"Kalau lo butuh temen buat nemenin lo surfing, count me in. Udah lama juga gue nggak nemenin orang surfing."

"Thanks for the offer. I'll let you know. Lebih enak ada teman yang ikut daripada sendirian."

"Lukas, gue balik dulu ya? Udah lumayan lama gue istirahatnya. Ntar malem jangan lupa jemput gue."

Lukas cuma ngacungin jempol pas gue bangkit dari kursi di depannya. Akhirnya, gue bisa lepas juga dari bahaya yang mulai bikin gue kelimpungan, Lukas' smile.

Dari kantin, gue nggak langsung ke ruangan, tapi mampir ke HRD dulu. Penasaran sama Lukas dan sedikit info tentang dia. Daripada gue penasaran terus, mending dituntasin aja kan penasarannya?

"Nge, sibuk nggak?"

Pertanyaan pertama yang gue tanyain ke Inge, staf HRD pas gue udah di ruangannya. Bu Linda lagi nggak di tempat, jadi bisa lah minta berkas Lukas sama Inge.

Inge cuma ngeliatin gue sambil menggeleng. "Kenapa non?"

"Gue boleh liat berkasnya Lukas nggak? Bentar aja."

Inge langsung senyam-senyum begitu gue nyebutin nama Lukas. Sesama wanita, tahulah arti senyuman itu apa. Gue langsung terima pas Inge nyodorin gue satu map kuning yang ada nama Lukas di depannya. Gue tahu, semua profil staf di hotel ini atau wherever it is, confidential, tapi gue juga tahu kalau Inge pasti ngasih gue map ini. Gue pegang kartu As dia.

"Naksir non sama Lukas?"

"Belum dan kayaknya nggak. Dia nggak suka daging," gue asal jawab tanpa ngalihin perhatian gue dari map Lukas ini.

"Maksudnya, non?"

"Semi-vegetarian."

Gue bahkan masih bisa nangkep senyum Lukas meski dia nggak senyum di pas foto. Oke, namanya Lukas Ulrich, lahir di Köln, 28 Februari 1984. Gue cuma perlu inget itu doang. Yang lain-lain, kayak pendidikan dan pengalaman training dia, buat gue nggak penting. Itu bisa jadi bahan obrolan gue sama Lukas ntar.

Gue ngasih map itu balik ke Inge dan bilang makasih, sebelum balik haluan ke ruangan gue. Gue nggak akan nyalahin Inge, kalau dia masih pengen tahu kenapa gue minta liat berkasnya Lukas. Gue aja belum tahu Lukas mau gue apain, buat apa juga ngasih tahu Inge tentang hal yang belum pasti?

Begitu udah di meja, sambutan pertama adalah setumpuk BBM (di kantin yang letaknya di basement itu, nggak ada sinyal, jadi gue selalu ninggalin BB gue di meja) dan beberapa missed call. Banyak dari BBM dan missed call itu nggak penting, jadi, gue cek e-mail dan langsung sibuk bales beberapa e-mail dari GM, Corporate Marketing Manager dari kantor pusat di Jakarta dan juga dari travel agent. Gue bahkan nggak sadar kalau Lukas ada di ruangan gue karena konsentrasi gue sepenuhnya sama banyaknya e-mail yang musti gue bales.

"Sibuk?"

"Eh, lo. Iya, lumayan," jawab gue singkat. "Ada perlu apa ke sini?"

"Ambil guest list buat grup besok. Wayan bilang list-nya sudah ada, jadi aku ambil saja, kalau bisa."

"Nih, udah gue print dari tadi," gue nyerahin dua lembar kertas sama Lukas.

"See you later on, Rena!"

Gue cuma bales senyuman Lukas sama anggukan pas dia ninggalin ruangan.

"Gue salut sama lo, Ren, udah berhasil gaet Lukas rupanya. Belum juga sebulan dia di sini."

Ucapan ngawur itu aku denger dari Vita, a two-faced bitch in this hotel, who tried to kick me out of this hotel twice, but of course, I survived. I will always survive, anyway. I'm the queen of the bitch here. Gue sebenernya udah males kerja sama Vita, meski kalau urusan kerjaan, gue bisa ngandelin dia. Cuma kadang, mulutnya Vita itu perlu disekolahin kepribadian. Kalau mood-nya lagi jelek, siapa pun nggak bakal bisa lepas dari mulut pedesnya itu. Well, mungkin gue bakal keluar kalau kontrak gue udah abis. Saatnya pindah ke tempat baru.

"Mulut lo itu pernah disumpel pake milik laki lo atau nggak sih? Ntar biar gue ngomong sama Dimas, biar lo nggak asal ngomong."

"Rena, in the end, you will bang him anyway, right?"

Gue bisa aja nanggepin ucapan Vita, tapi gue yakin, bisa jadi panjang urusannya. Sekarang, gue lagi males urusan sama mulut comberannya itu. Waktu gue nggak cukup berharga buat ngeladenin dia. So, I just ignored her and keep on replying emails.

Tiba-tiba, ada notifikasi dari Skype gue. Dengan foto profilnya yang sedang main gitar itu, konsentrasi gue langsung buyar. Tumben Satya pake Skype. Isinya?

I need to talk to you. ASAP.

Memang kedengerannya urgent, tapi karena gue udah kenal Satya dua tahun, gue nggak buru-buru nanya apa yang mau diomongin, sampai pake ASAP segala. Nggak penting gue hubungin dia sekarang juga.

Balesan gue?

Gue lagi sibuk Sat, ntar gue telepon lo deh kalau udah mau balik dari hotel. Ok?

Oke. Aku tunggu.

Beberapa detik, gue sempet kepikiran kira-kira apa yang pengen diomongin Satya ke gue, tapi, kerjaan gue nyita perhatian gue banget. So, I just waved my hand, just to ignore Satya from my mind for now and continue typing my emails.

Semoga nggak drama lagi,batin gue.    

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro