3. Kesepakatan Yang Adil

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Part 3 Kesepakatan Yang Adil

“Apakah bagimu aku terlihat seperti hewan ternak?”

Reagan menggeleng dengan ringan. “Sekarang, bagiku kau terlihat sebagai seorang wanita yang sehat untuk mengandung anakku. Bukan hewan seperti yang kau katakan.” Reagan menarik tubuhnya mundur dan kembali bersandar di punggung kursi. “Lagipula, aku masih cukup normal untuk tertarik pada lawan jenis. Bukan hewan.”

Bibir Rachel menipis, menahan kedongkolannya.

“Aku tak peduli siapa yang ada di hatimu, tapi... kewajibanmu sebagai istriku sebaiknya tak terusik. Kau harus selalu ada kapan pun aku menginginkanmu. Mengandung anakku dalam ikatan yang sah. Jika kau ingin mengencani seseorang, maka sebaiknya kau tetap menjaga anak dalam kandunganmu adalah milikku. Seutuhnya.”

Jika Rachel tak ingat siapa pria ini, anggur di gelas di samping tangannya pasti sudah melayang ke wajah Reagan. Tidakkah pria itu merasa kata-kata yang diucapkan terlalu –amat sangat- kasar untuk seorang wanita yang baru ditemui?

“Maaf jika kata-kataku menyinggungmu. Aku hanya perlu memberitahu apa yang akan kau dan aku dapatkan ke depannya. Dan kupastikan semua akan adil dari kedua belah pihak.”

“Jadi, apa kau sudah memutuskan pilihanmu?”

Mata Rachel terpejam saat menghela napas. “Menurutmu, apakah aku terlihat memiliki harapan untuk mundur?”

 Reagan mengedikkan bahu dengan penuh ketenangan.  Tanpa sedikit pun rasa bersalah dengan keadaan Rachel yang benar-benar tak bisa berkutik di hadapan keadaan. “Jangan menyalahkan diriku untuk takdir yang tidak memihakmu.”

Rachel ingin menjerit dan berteriak di depan muka pria itu, tapi ia bahkan tahu dirinya pun tak berhak menimpakan semua kesalahan pada Reagan. Davianlah yang mengkhianati dan meninggalkan dirinya.

“Jadi, pernikahan macam apa yang kauinginkan?”

“Tidak ada yang spesifik. Kau bisa melakukan apa pun sesukamu, begitupun denganku. Dan seperti yang kukatakan sebelumnya, satu kewajiban yang harus kau lakukan dengan baik. Melahirkan anakku. Hanya itu.”

Rachel terdiam. Mengamati seluruh ekspresi yang ditampilkan oleh Reagan. Pria itu memiliki wajah tampan, yang sejalan dengan besarnya kearogansian yang dimiliki. “Mungkin aku bisa belajar menjadi istri yang baik dan patuh untukmu, tapi aku sedang tidak tertarik menjadi seorang ibu. Untuk anakku sendiri, apalagi untuk anakmu.”

Reagan hanya menyeringai tipis.

“Jika kau tertarik untuk mundur, silahkan. Aku juga tak keberatan. Kau pikir hanya perusahaanmu yang bisa membantu ayahku?” Rachel sedikit mengangkat dagunya, menunjukkan bahwa ia sama sekali tak terintimidasi oleh segala hal yang dimiliki oleh seorang Reagan Lee.

Reagan menaikkan salah satu alisnya. Lalu menggeleng. “Tidak. Banyak perusahaan yang sangat bisa dan bersedia membantu ayahmu.”

“Tapi … hanya aku satu-satunya pria muda yang bisa membantu ayahmu. Karena pemilik perusahaan besar lainnya adalah pria paruh baya yang sudah memiliki istri bahkan beberapa anak yang sepertinya tak mungkin kau nikahi. Atau … jika kau lebih tak keberatan untuk jadi simpanan mereka? Paling besar jadi istri kedua mereka.”

Rachel kehilangan kata-kata. Hal itulah yang pertama kali muncul di benaknya ketika sang ayah ingin menjodohkannya dengan Reagan Lee. Yang Rachel pikir bujangan tua yang pendek dengan perut buncit. Setidaknya ia tahu ayahnya tak setega itu untuk membiarkan dirinya menjadi mangsa pria tua. Karena Reagan Lee yang dijodohkannya dengannya adalah pria muda yang sempurna tampan, dan sangat memahami kelebihannya untuk menindas dirinya.

Reagan menatap puas dengan reaksi Rachel. Bersandar di kursi dengan tangan bersidekap. Rachel tak beranjak, yang berarti wanita itu tak akan mundur.

“Kenapa kau memilihku?”

“Ayahmu yang menawarkanmu padaku.”

“Aku yakin kau punya banyak pilihan selain diriku.”

“Dan hanya aku pilihan yang ayahmu miliki.”

Rachel tak akan mendapatkan jawaban yang sebenarnya juga tidak diperlukan.

Hening sejenak.

“Baiklah, aku akan menganggap diammu sebagai persetujuan. Besok kita pergi ke rumah sakit.”

“Untuk?”

“Untuk memeriksakan kesuburan kita berdua.” Lagi-lagi Reagan membicarakan tentang hal itu dengan sangat ringan. “Agar kita tahu siapa yang bermasalah  jika ke depannya mendapatkan kesulitan memiliki anak.”

“Kenapa kau begitu terburu memiliki anak?”

“Sepertinya itu tidak akan tertulis atau memengaruhi kesepakatan yang akan kita setujui nanti. Dan … itu bukan urusanmu.”

Rachel terdiam. Tahu itu bukan ranahnya. “Kita bisa pergi sendiri-sendiri. Aku akan mengirim hasilnya kepadamu.”

Reagan berdecak. “Apa yang membuatmu yakin bahwa aku tak akan berpikir kau telah merekayasa hasilnya?”

Bibir Rachel menipis dengan  dongkol. “Setelah aku memberimu anak, apakah ada kemungkinan kita bercerai?”

Reagan tampak berpikir sejenak. “Mungkin, tapi kita lihat saja nanti.”

Rachel terdiam. Sedikit merasa lega dengan kemungkinan tersebut.

“Karena biasanya, aku tak suka dibuat repot tentang hak asuh. Kecuali jika kau tak keberatan aku yang mendapatkannya.”

Rachel mengangguk tanpa sedikit pun keraguan di hatinya. Ia tak mempermasalahkan hal tersebut. Sepertinya ini memang kesepakatan yang cukup adil. Ia memberikan anak untuk seorang Reagan Lee dan pria itu membantu perusahaan papanya kembali stabil.

*** 

Seminggu kemudian, seperti yang dijanjikan oleh Rachel dengan menolak dijemput Reagan ke rumahnya. Rachel menunggu pria itu di depan rumah sakit. Mengambil ponselnya dan menghubungi pria itu.

“Masuklah. Aku sudah ada di dalam.” Jawaban dari seberang membuat Rachel terheran. Padahal ia sudah datang sepuluh menit lebih awal, rupanya Reagan lebih tepat waktu. Menurunkan ponselnya, Rachel melangkah memasuki pintu putar. Mendapatkan pesan singkat dari Reagan ke mana ia harus pergi. Lantai empat dan lorong sebelah kiri.

Rachel pun lekas menuju lift, menekan tombol empat dan menunggu beberapa saat. Ada dua orang perawat yang naik di dalam lift. Turun di lantai tiga dan begitu sampai di lantai empat, wanita itu lekas melangkah keluar.

“Kau tahu ini tidak seperti yang kau pikirkan, Reagan.” Suara perempuan yang diselingi isak tangis mengalihkan perhatian Rachel yang langsung menoleh ke sebelah kanan. Ke arah lorong pendek yang sunyi.

Langkah Rachel membeku. Melihat seorang wanita yang memegang lengan seorang pria yang memunggungi posisinya. Ini adalah pertemuan keduanya dengan Reagan, tetapi ia cukup ingat gestur tubuh pria itu. Wanita berambut lurus dengan panjang sepunggung dan berwarna hitam itu memegang lengan Reagan, yang membuang wajah ke arah dinding kaca. Dan yang lebih mengejutkan adalah, perut wanita itu yang tampak sedikit menonjol di balik dress longgar yang dikenakan.

Rachel seketika menyadari kemunculannya di saat yang tepat. Ketika dengan kasar Reagan menyentakkan tangan hingga membuat wanita hamil itu terhuyung ke belakang. “Dan kupikir sudah jelas, bahwa semuanya sudah berakhir begitu kau memutuskan untuk mengkhianati kami dan memilihnya, Lania. Jangan mempersulit dirimu sendiri.”

“Ini kesalahanku. Sepenuhnya adalah kesalahanku.” Wanita itu berusaha kembali mendekat, tetapi Reagan menghindar dengan mundur satu langkah.

“Ya, baguslah jika kau menyadariya.” Ketajaman tatapan Reagan sama sekali tak menunjukkan belas kasihan sedikit pun untuk wanita yang berurai air mata di hadapannya. “Sebaiknya ini terakhir kalinya kau menampakkan wajahmu di hadapanku,” pungkasnya kemudian membalikkan tubuh dan terkejut dengan keberadaan Rachel yang membeku di depan pintu lift.

“Jangan pergi, Reagan.” Wanita itu masih berusaha mengejar. “Bagaimana jika anak ini memang anakmu?”

Pertanyaan wanita itu membuat Rachel semakin mematung. Seperti tersambar petir di siang bolong.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro