4. Kita Lihat Nanti

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Part 4 Kita Lihat Nanti

Pandangan keduanya bertemu, langkah Reagan sempat tersendat. Oleh pertanyaan wanita di belakangnya sekaligus keberadaan Rachel. Tetapi Reagan sama sekali tak mengindahkan pertanyaan wanita itu  dan terus mendekati Rachel. Mengabaikan panggilan namanya di belakang dan menangkap pergelangan tangan Rachel. 

Keduanya melintasi lorong panjang di samping kiri Rachel, melewati beberapa pintu dan berbelok di ujung lorong. Berhenti setelah tiga pintu.

“Tuan, dokter sudah menunggu di dalam.” 

Begitu keduanya masuk di dalam, keduanya melakukan serangkaian tes yang memakan waktu cukup lama. Rachel yang sejak tadi mengamati ekspresi dingin Reagan sama sekali tak berani mempertanyakan percakapan antara sang calon suami dengan wanita itu. Terutama dengan pertanyaan yang diucapkan oleh di wanita.

‘Bagaimana jika anak ini memang anakmu?’

Bukankah Reagan membutuhkan pernikahan ini karena menginginkan seorang anak? Lalu kenapa pria itu tidak mengurus anak dalam kandungan wanita itu saja?

Rachel ingin mempertanyakan hal tersebut. Tetapi pertanyaannya jelas akan terkesan seperti sebuah kelancangan. Dan ditambah pernikahan ini juga demi perusahaan papanya, Rachel pun tak ingin tahu lebih banyakn tentang masa lalu Reagan. Ia hanya perlu melakukan kesepakatan di antara mereka berdua, kan? Reagan juga sudah memberinya jawaban yang telak di pertemuan pertama mereka.

‘Kenapa kau begitu terburu memiliki anak?’

‘Sepertinya itu tidak akan tertulis atau memengaruhi kesepakatan yang akan kita setujui nanti. Dan … itu bukan urusanmu.’

Setelah akhirnya tes tersebut selesai dilakukan, Rachel menolak diantar pulang oleh Reagan. Selain karena ia sudah sengaja membawa mobil sendiri, ia juga tak ingin berlama-lama berinteraksi dengan pria itu. “Dan besok, aku tak bisa mengambilnya ke rumah sakit. Aku memiliki beberapa urusan. Kau bisa mengambilnya sendiri, kan?” 

Tatapan Reagan menyipit. “Kau tak merasa penasaran dengan hasil tesnya?”

Rachel menggeleng dengan mantap. “Lagipula, kau yang ingin melakukan semua tes ini. Apa pun hasilnya, aku akan menerima hasilnya dengan lapang dada,” pungkasnya kemudian membalikkan tubuh dan berjalan menuju tempat mobilnya diparkir. Meninggalkan Reagan yang masih tertegun dengan penolakan Rachel.

Ujung bibir pria itu menyeringai. Menertawakan dirinya sendiri akan penolakan Rachel yang terang-terangan tersebut membuat dirinya merasa tolol. Seperti menawarkan makanan pada orang yang kehausan. Kedua mata Rachel menyiratkan bahwa wanita itu menginginkan sebuah pernikahan yang menye-menye. Dengan kekasih pujaan hati yang dicintai dengan penuh ketulusan. Akan tetapi, jelas ia tak bisa memberikan semua itu pada Rachel. Pada orang asing yang bahkan nyaris tak dikenalnya dengan baik. Dan untuk apa ia memberikan semua itu pada Rachel sementara hatinya sendiri dipenuhi lubang kekecewaan dan patah hati.

“Tuan?” Si sopir mendekat, memecah lamunan sang tuan. “Mobil sudah siap.”

Reagan akhirnya melepaskan pandangannya dari mobil Rachel yang menghilang dari pandangannya. Memutar tubuh dan berjalan menuju mobilnya sendiri. Getaran ringan terdengar dari dalam saku jasnya. Ia mengambil benda pipih tersebut dan mematikannya. Sebelum memberi perintah pada pengawalnya yang duduk di balik kemudi. “Berikan semua informasi tentang Rachel Bellamy. Sekecil apa pun.”

*** 

Sepanjang hari keesokan harinya, Rachel masih mengurung diri di dalam kamar. Beberapa kali sang mama berusaha menghibur, tetapi sedikit pun semua tak benar-benar menyingkirkan kegundahan hatinya akan Davian.

“Lihatlah, wajahmu terlihat semakin tirus karena kau tak pernah menghabiskan makananmu.”

Rachel hanya menyentuhkan telapak tangannya di pipi. Sama sekali tak peduli dengan kecemasan berlebih dari sang mama yang dibesar-besarkan. Ia hanya beberapa kali tak berselera makan, bukannya selalu. Dan beratnya masih dalam batas normal meski turun beberapa kilo. Hal itu sudah biasa.

“Rachel hanya merasa gugup, Ma.”

“Tentang pernikahan?”

Rachel memberikan satu anggukan yang akan membuatnya mamanya lega. Meski jawabannya tak sepenuhnya benar. Ia mengulurkan kedua lengannya, memeluk sang mama yang mengelus punggungnya dengan lembut. Pelukan dan sentuhan yang ia butuhkan setiap kali ingatannya berputar pada kejadian beberapa minggu lalu. Ketika memergoki Andara dan Davian yang selama ini berselingkuh di belakangnya.

Tak terasa, satu bulan berlalu dengan cepat. Pernikahan berlangsung dengan begitu meriah. Setelah sumpah pernikahan terlaksana dengan penuh khidmat, berlanjut ke acara resepsi di malam hari. Mengundang para sanak keluarga dekat maupun jauh dan rekan bisnis dari kedua belah pihak. Akhirnya serangkaian susunan rencana yang sudah diatur oleh dua keluarga tersebut berakhir dengan sempurna. 

Acara selesai, dengan mobil yang sudah dihiasi bunga-bunga menjemput sang pengantin. Reagan dan Rachel menuju hotel tempat keduanya akan bermalam. Sepanjang perjalanan, tak ada sepatah kata pun yang terucap dari keduanya. Reagan terlalu sibuk berkonsentrasi pada jalanan sedangkan Rachel sibuk menatap pinggiran jalan melewati kaca jendela mobil. Mencoba melepaskan penat dan lelah setelah seharian berdiri di pelaminan dan menerima ucapan selamat, pujaan, dan pujian yang terlalu banyak.

Dengan rentetan peristiwa yang berlalu begitu cepat. Semudah membalikkan tangan, kini ia duduk di mobil. Menuju tempat yang entah di mana untuk menghabiskan malam bersama Reagan. Malam pertamanya dengan Reagan.

Rachel berusaha menepis semua pikiran yang berhasil merambati dadanya dengan kegugupan tersebut. Mengingat bagaimana ciumannya dan Reagan yang penuh kekikukan di hadapan umum, jelas berbanding terbalik dengan kelihaian Reagan memainkan bibir di mulutnya. Ya, meski Reagan adalah pria pertamanya, malam pertama mereka jelas bukan hal asing yang dilakukan Reagan, kan. Ia bukan wanita pertama yang ditiduri oleh pria itu.

“Mandilah lebih dulu,” pintah Reagan ketika keduanya baru saja memasuki kamar hotel yang luas. Yang didesain khusus untuk pasangan pengantin baru. Di mana-mana dipenuhi taburan kelopak bunga mawar putih dan merah. Cahaya ruangan yang diatur remang dan berbagai macam detail lainnya yang membuat Rachel semakin gugup.

Rachel lekas ke kamar mandi, menghindari pandangannya dari Reagan yang berdiri di samping meja. Mulai melepaskan jas dan mengurai dasi. Saat ia meletakkan ponselnya di meja, benda pipih itu bergetar lembut. Nama Lania muncul sebagai pemanggil. Ia mengabaikannya seperti biasa, membalikkan tubuh dan hendak menyusul ke kamar mandi ketika tiba-tiba langkahnya terhenti. Tubuhnya kembali berputar dan untuk pertama kalinya setelah berbulan-bulan. Reagan mengangkat panggilan tersebut. Ada kepuasan yang muncul di dalam hatinya ketika mendengar kemarahan dan kecemasan dalam suara sang mantan dari seberang.

“Kau menikahinya hanya untuk memprovokasiku?”

Reagan menyeringai. “Apakah kau merasa terprovokasi?”

“Aku sudah mengatakan pada akan kembali padamu, kan? Setelah aku menyelesaikan semua permasalahanku."

“Setelah anak itu lahir?”

“Ya. Aku tahu kau masih mencintaiku, Reagan. Aku melihatnya di kedua matamu.”

“Kalau begitu, kita akan membicarakannya setelah anak itu lahir.”

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro