Part 07

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Nijimura Shuuzo"

*** (Name)'s pov ***

"Siapa ini, ayah?" tanyaku melihat sebuah foto dimana laki-laki berambut hitam sedang bermain basket.

"Dia adalah Nijimura Shuuzo, ayahnya berteman baik dengan ayah." jawab ayah melihat kertas-kertas perusahaan.

"Lalu... kenapa ayah menunjukkan foto ini padaku?"

"Dia itu sekolah di Teiko."

'Ah, senpaiku...'

"Lalu?"

"Kau akan sekolah di sekolah yang sama dengannya."

"Ya, aku tau itu. Aku akan tinggal bersama Shintarou. Apa maksud ayah menunjukkan foto Nijimura-senpai padaku?"

"Sekarang Nijimura-san sedang sakit dan akan dibawa ke rumah sakit di AS. Ayah ingin kau berkenalan dan berteman dengannya sebelum dia ke AS."

"Ah, baiklah..." ucapku lalu menatap ayah dengan tatapan bosan, "Apa tujuan ayah?"

"...huh?"

"Aku ini anakmu, ayah. Aku tau ada niat tersembunyi dibalik ini semua."

"Berani sekali kau berprasangka buruk pada ayahmu sendiri."

"Aku berkata benar kan, ayah? Selama ini semua yang ayah perintahkan itu pasti ada hubungannya dengan perusahaan. Jadi?" 

Jeda 5 detik, dan ayah akhirnya menghela napas.

"Rencananya, ayah dan Nijimura-san akan menikahkan kalian berdua--"

(Brak!)

Aku langsung menggebrak meja yang ada di depanku. Membuat ayah menoleh padaku dan mengangkat sebelah alisnya.

"APA ayah bercanda? Aku masuk ke Teiko sebagai LAKI-LAKI!"

"Kemana sopan santunmu, (Name)? Selesaikan orang lain bicara." tegur ayah dengan ketus, "Kami akan menikahkan kalian setelah kau lulus SMA sebagai laki-laki."

"Jadi maksud ayah, setelah lulus SMA aku tidak perlu menyamar menjadi laki-laki lagi?"

'Apa gunanya aku masuk SMP dan SMA sebagai laki-laki kalau akhirnya aku akan menjadi perempuan setelah lulus SMA?'

"Ya," jawab ayah singkat, "Kau masuk SMP dan SMA sebagai laki-laki karena ayah tidak mau kau menjadi seperti perempuan lain, memikirkan laki-laki dan melupakan sekolah. Sekarang kau boleh pergi."

Aku hanya mengangguk lalu keluar ruang kerja ayah. Begitu pintu ditutup, aku bersandar ke pintu dan menutup mataku lalu menghela nafas frsutrasi.

"Mendokusai..."

Gelap, itu yang kulihat sekarang. Hangat, itu yang sekarang kurasakan. Perlahan aku membuka mataku dan dihadapkan dengan langit-langit kamarku. Aku mengerutkan alis.

'Aku tidak ingat kalau aku tidur... aku hanya ingat kalau terakhir kali aku berada di... dapur.'

"Zzz..."

Aku menoleh ke sumber suara, dimana duduk seorang laki-laki berambut hitam dan dia sedang tertidur (dan mendengkur pastinya) di atas kursi.

'Si-siapa!?' panikku.

Baru saja aku ingin bangkit, laki-laki yang sedang tertidur itu terbangun dan mata kami saling bertemu.

"Oh, sudah bangun ya?" tanyanya.

"Eh?" ucapku lalu mencoba duduk, tapi gagal.

"Mau duduk, ya?" ucapnya lalu membantuku duduk.

"Maaf, tapi kau siapa ya?" tanyaku setelah duduk dan menemukan posisi yang nyaman.

"Hm... kau pingsan saat kusebutkan nama lengkapku..." gumamnya.

'Eh? Pingsan? Apa laki-laki ini berpengaruh besar dalam hidupku?'

"Tapi aku ingat saat SMP kau memanggilku Niji-senpai."

"Lagi-lagi Midorima lupa membawa bekalnya..." gumamku berjalan menuju sekolah.

"Ah, selamat pagi (Last Name)-kun!" sapa 3 siswi padaku.

"Pagi." balasku singkat dan tersenyum pada mereka.

Setelah aku cukup jauh dari mereka, aku mendengar suara mereka samar-samar.

"Kyaa! Pagi-pagi sudah mendapat senyum dari Wakil Ketua OSIS! Enaknya~"

"Benar, ayo buat yang lain iri!"

"Ayo! Ayo!"

Mendengar mereka ber-fangirl hanya membuatku menghela napas lalu tersenyum.

'Begini jadi cowok ya?'

Tanpa sadar aku sudah sampai di sekolah dan aku langsung menuju gym sekolah.

"Kenapa kau selalu berangkat sangat pagi, lobak putih?" gerutuku lalu membuka pintu gym, dimana terdengar suara decitan sepatu.

Begitu aku membuka pintu, langsung terdengar beberapa teriakan.

"AWAS!!" sebuah bola basket menuju ke arahku dengan sangat cepat.

Karena aku hanyalah seorang perempuan yang menyamar menjadi laki-laki, aku lambat bertindak dan akhirnya bola basket itu meluncur ke keningku dan membuatku terjatuh.

(Dugh!) (Bruk!)

"Aaaw..." rintihku memegang keningku yang lebam.

"(Last Name)!?" kaget beberapa orang.

"(Name)!?" dan itu sepupuku.

"Sudah kubilang, senpai. Jangan terlalu kuat." ucap salah satu seorang pada laki-laki berambut hitam.

"(Name)... (Last Name)!?" ucap laki-laki itu terkejut.

Detik selanjutnya aku sudah diangkat dengan gaya tuan putri, dan laki-laki yang terkejut tadi--yang juga adalah orang yang membawaku--sudah berlari dengan kecepatan tinggi, menuju entah kemana.

'Oh, dia Nijimura-senpai.' pikirku, 'Ternyata dia ikut klub basket.'

"Senpai, kau mau membawaku kemana?" tanyaku melihat perhatian para murid mulai tertuju pada kami berdua.

"Tentu saja UKS, keningmu merah karena aku mengoper bola terlalu kuat dan cepat." jawabnya.

Sesampainya di UKS, Nijimura-senpai langsung meletakkanku di atas kursi dan mulai mencari sesuatu. Sepertinya dia sudah menemukannya dan itu adalah--

'Perban??' heranku.

"Senpai, aku hanya lebam di kening, bukan luka berdarah." sayangnya dia tidak memperdulikanku dan tetap memasang perban di kepalaku.

'Pakai es juga sudah cukup, kok.' pikirku, tau kalau aku bilang itu padanya, senpai tidak akan memperdulikanku lagi.

"Oke, selesai." ucapnya dengan bangga.

Aku hanya diam sambil memegang perban yang sekarang membalut sedikit di kepalaku.

"Kau (Name) (Last Name), kan?" tanyanya.

"Dan senpai adalah Nijimura Shuuzo-senpai, kan?" tanyaku balik, setelah mengangguk membenarkan--atau mengiyakan--pertanyaan senpai.

"Ya, itu aku." jawabnya singkat

"Kupanggil Niji(Pelangi)-senpai tidak apa-apa, kan?" tanyaku menahan tawa, membayangkan senpai memiliki rambut pelangi.

Dia hanya mendengus kesal, "Terserah. Hei, (Last Name)."

"Hm?"

"Kenapa kau masuk Teiko sebagai laki-laki?" tanyanya.

Spontan aku tersentak kaget dan menutup mulutnya dengan telapak tanganku. Lalu melihat ke sekitar apakah ada seseorang--dan beruntungnya tidak ada siapapun selain aku dan senpai.

"Senpai! Jaga volume suaramu, tidak ada yang boleh tau selain Shintarou dan senpai." ucapku menjauhkan tanganku dari mulutnya.

"Shintarou? Shooter kami? Kenapa hanya kami?"

"Shintarou itu sepupuku dan senpai adalah..."

"Oh, jangan dilanjutkan." ucap senpai menoleh ke arah lain, "Akan sangat canggung jika kita bicarakan dengan situasi seperti ini."

Aku berkedip beberapa kali lalu merasakan pipiku menjadi panas.

"Niji-senpai...?" ucapku.

"Ya, apa kau mengingat siapa aku?"

Pipiku semakin panas--jika itu mungkin--saat mendengar pertanyaan itu.

"U-uh, hanya mengingat pertemuan pertama kita..."

Wajah penasaran Nijimura langsung berubah menjadi senang saat mendengar jawabanku.

"Ah, saat itu aku mengoper bola terlalu cepat, ya?" ucapnya lalu tersenyum kecil, "Apa hanya itu yang kau ingat?"

Aku hanya mengangguk kecil, tak berani memberitahu yang sebenarnya.

"Kau sepertinya lelah, sebaiknya kau tidur. Aku akan kembali ke hotel." ucapnya berdiri.

Aku hanya menatapnya dengan heran, membuatnya tertawa kecil.

"Kurasa kau melupakan pembicaraan kita sebelum pingsan, tidak apa-apa." ucapnya mengelus kepalaku lalu memberikan senyum yang khas, "Tidurlah."

Dan dengan begitu dia keluar ruangan dan menutup pintu, meninggalkan aku yang memegang bagian kepala yang dielus dengan kedua tanganku.

'Perasaan dielus ini... terasa familiar.'

"Niji-senpai~!!" sapaku berlari menuju senpai yang sedang menunggu di dekat air mancur.

"Ah, (Last Name)." balasnya singkat lalu melihat penampilanku dari bawah ke atas lalu tersenyum mengejek, "Ternyata kau benaran perempuan ya?"

Aku hanya memukul pelan pundaknya, kesal dengan ucapannya barusan.

"Tentu saja aku perempuan!" lalu aku mendengus kesal, "Kenapa aku diperbolehkan memakai pakaian perempuan hanya saat 'kencan' dengan 'pelangi' ini?"

"Hei!" kesalnya menjitak keningku, "Beruntunglah dirimu karena jika tidak ada 'pelangi' ini, kau akan tetap memakai pakaian laki-laki sampai lulus SMA."

Aku hanya mengusap keningku dan menatapnya kesal lalu mendengus "Ya, ya." sahutku memutar bola mataku, "Ayo kita mulai 'kencan' yang disusun oleh ayah kita."

Nijimura hanya tertawa lalu mengelus kepalaku, membuat rambut (h/c) panjangku berantakan.

"Iya-iya." ucapnya memberikan senyuman khasnya, "Ayo." ajaknya kemudian.

"Aku semakin bingung..." gumamku lalu melihat ke arah jam dinding.

...yang menunjukkan pukul 20.16 malam.

Aku menghela napas, "Keluar sebentar, tidak masalah kan?"

***

Disinilah aku sekarang, berdiri di tepi jalan yang berada di depan kawasan apartemenku. Udara diluar sangat dingin, walaupun aku sudah memakai jaket tebal tapi tetap saja aku kedinginan. Aku menghela napas panjang, membuat embun di depan wajahku. Setelah itu aku menutup mataku dan menikmati tenangnya malam, sampai...

"AWAS!!" tiba-tiba aku ditarik ke belakang dan karena aku tidak tau dan tidak siap menerima tarikan itu, aku tersungkur ke belakang tapi aku mendarat pada sesuatu yang... hangat?

Beberapa detik kemudian sebuah mobil lewat dengan kecepatan yang tinggi. Melihat betapa cepatnya mobil itu, membuatku menelan saliva-ku dengan gugup.

Apa jadinya aku jika aku masih berada disana?

Lalu aku ingat bahwa aku ditarik yang bearti aku harus berterima kasih pada siapapun yang menyelamatkanku. Aku menoleh ke belakang dan terkejut.

'Aka-kun...?'

"A-aah, terima kasih--"

"Apa kau ingin cari mati, hah?" tanyanya dengan alis yang sudah berkerut, "Dan... bisakah kau minggir?"

Karena ditarik tiba-tiba aku jadi tersungkur ke belakang, membuat Aka-kun yang berada di belakangku juga tersungkur. Hasilnya, aku seperti duduk di pangkuan Aka-kun dengan kedua tangan Aka-kun melingkar di tanganku.

(Deg! Deg! Deg!)

Detak jantungku meningkat, wajahku langsung memanas dan dengan terburu-buru aku berdiri dan membungkuk 45 derajat.

"Te-terima kasih, da-dan maafkan aku." ucapku gugup.

"Apa kau ingin mati, berdiri sedekat itu dengan jalan?" tanyanya berdiri lalu menatapku dengan serius.

Aku menggeleng berkali-kali, "Te-tentu saja tidak! Aku hanya--"

"Kalau begitu, jangan berdiri di tepi jalan, bodoh." ucapnya lalu berjalan menjauhiku.

Baru saja beberapa langkah menjauhiku, tiba-tiba...

"Hatsyim!"

...aku bersin dengan sangat tidak etisnya. Aka-kun menoleh ke arahku yang sedang mengusap hidungku yang sedikit merah.

'Bersin hanya karena suhu dingin di malam hari dan bersin di depan orang lain. Meyedihkan sekali diriku ini.' pikirku menahan malu karena bersin.

Aka-kun lalu mendekatkatiku dan tanpa diduga-duga, dia mengalungkan syal merahnya ke leherku. Aku hanya berkedip heran lalu memiringkan kepalaku.

"Sudah tau diluar itu dingin, kenapa hanya memakai jaket tapi tidak memakai syal?" tanyanya selesai mengalungkan syalnya padaku.

"U-uhm, bagaimana dengan--"

"Jangan pikirkan aku, pikirkan dirimu sendiri." ucapnya memotong ucapanku, "Jangan berlama-lama diluar." lalu Aka-kun pergi meninggalkanku.

'Kurasa kau lebih memerlukannya, Aka-kun.' pikirku melihat telinga Aka-kun yang memerah.

Setelah Aka-kun cukup jauh, aku hanya bisa menenggelamkan wajahku ke dalam syal merahnya lalu tersenyum.

'Kau tidak perlu memberitahukannya, karena aku merasa kalau kau sangat peduli padaku.'

*** Akashi's pov ***

Akhirnya aku pergi ke kawasan apartemenku dan (Name) karena perasaanku yang terus mengangguku sejak sore tadi.

'Hanya sekedar mengecek...' pikirku memakai syal merah dan jaket tebal.

"Berhenti disini saja," ucapku sudah melihat perempatan yang berada di dekat apartemen kami, "Dan tunggu aku di pertempatan di sebelah sana." sambungku kemudian

"Baik, Seijuuro-sama."

Lalu aku keluar dari mobil dan berjalan menuju kawasan apartemen kami. Begitu aku berbelok, aku melihat (Name) berdiri di tepi jalan--terlalu tepi menurutku--sedang menutup matanya dan menoleh ke langit. Dan tak jauh dari tempat (Name) berdiri, sebuah mobil melaju dengan cepat dan itu membuatku cemas dan... takut.

"AWAS!!" aku langsung menarik kerah belakang (Name) dan membuat kami berdua jatuh dengan posisi (Name) duduk di pangkuanku.

Beberapa detik kemudian mobil itu melintasi kami. (Name) lalu menoleh ke belakang dan terkejut saat melihatku.

"A-aah, terima kasih--"

"Apa kau ingin cari mati, hah?" tanyaku , "Dan... bisakah kau minggir?"

Wajah (Name) langsung memerah dan dengan terburu-buru dia berdiri dan membungkuk.

'Berhenti bersikap begitu imut di depanku.'

"Te-terima kasih, da-dan maafkan aku." ucapnya.

"Apa kau ingin mati, berdiri sedekat itu dengan jalan?" tanyaku lalu berdiri dan menatapnya.

(Name) hanya menggeleng, "Te-tentu saja tidak! Aku hanya--"

"Kalau begitu, jangan berdiri di tepi jalan, bodoh." ucapku lalu berjalan hendak pulang.

'Kau membuatku cemas, (Name).'

Baru saja aku berjalan beberapa langkah, tiba-tiba...

"Hatsyim!"

Aku menoleh ke (Name) yang sedang mengusap hidungnya yang sedikit merah. Aku hanya diam, mencoba menetralkan detak jantung dan darah yang akan mengalir ke pipiku.

'Kuperintahkan kau untuk berhenti bersikap begitu imut dan manis di depanku.' itulah yang ingin kuucapkan padanya tapi aku membatalkan niatku untuk bicara.

Aku mendekatkati (Name) dan mengalungkan syal merahku ke lehernya. (Name) hanya berkedip heran lalu memiringkan kepalanya.

'Kuralat, bersikaplah manis hanya padaku dan jangan tunjukkan pada orang lain.'

"Sudah tau diluar itu dingin, kenapa hanya memakai jaket tapi tidak memakai syal?" tanyaku selesai mengalungkan syalku padanya.

"U-uhm, bagaimana dengan--"

"Jangan pikirkan aku, pikirkan dirimu sendiri." ucapku, "Jangan berlama-lama diluar."

Setelah hilang dari jarak pandang (Name), aku hanya bisa menutup wajahku dengan kedua tanganku dan aku dapat merasakan panas yang menjalar dari wajahku.

'Kenapa kau begitu imut, (Name)? Membuatku tak bisa meninggalkanmu sendiri.'

***

Oke, lanjut ke chapter selanjutnya o(^▽^)o

Btw, (Name) bersin itu di mata Akashi sangat imut lho (͡° ͜ʖ ͡°)

Kritik dan saran yang membangun akan sangat diterima~

-Rain

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro